Seminggu telah berlalu semenjak pembantaian massal itu. Sekarang aku berada diwilayah bagian barat Kekaisaran Claudia. Lebih tepatnya didaerah kekuasaan Count Arthur. Disini agrikultur dan infrastruktur dikelola dengan baik. Jelas count itu orang yang kompeten dalam merawat lingkungan.
Lalu untuk melawan Kekaisaran, aku butuh kekuatan tambahan. Akan kucari orang yang sejalan denganku, entah ras apapun itu. Akan kulatih mereka semua dengan pengalaman dan ilmu yang kubawa.
Ibu, Ayah. Di sini aku makan dengan cukup baik dan teratur. Aku berada dipenginapan sekitar 7 hari. Awalnya ada sedikit keributan Karena aku hanya seorang anak kecil. Wajar sih orang pasti berpikir aneh jika seorang anak menginap sendirian, tetapi pada akhirnya semua berjalan lancar. Tentu selesai karena uang yang kubawa.
Sebelumnya juga sudah kucari mengenai Baron wilayahku. Baron Darwin namanya, Pria yang berumur sekitar 35 tahun. Keluarganya hanya seorang istri dan 2 anak perempuan. Memiliki hobi memasuki rumah bordil dan sering berjudi juga. Beberapa pengawalnya juga tak memiliki catatan hidup, bisa kusimpulkan mereka berasal dari organisasi bawah. Kemungkinan merekalah yang membunuh ibu dan ayah.
Namun dalam cacatan kehidupan baron itu, kutemukan hal diluar kebiasaannya. Dalam 6 bulan terakhir dia tak menghabiskan dananya untuk hobi buruknya itu. Lalu kemana dana gelap itu pergi? yahh nanti aku juga akan tau.
Dalam seminggu ini tiap malam aku selalu berpikir, bagaimana mungkin dia membakar dan membunuh seisi desa?. Pasti ada sesuatu yang mendukungnya dari belakang. Sepertinya sebuah organisasi berskala negara, jika dilihat dari kejahatannya dan dia masih dibiarkan saja. Entahlah sebaiknya aku tidur saja malam ini.
Malam itu salju pertama telah turun, tanda tiban musim salju. Hawanya dingin, dikamarku tak ada penghangat ruangan. Jadi kugunakan pakaian yang lumayan tebal. Rencananya, besok pagi aku akan pergi dari sini. Aku akan berkeliling tuk mencari beberapa rekan. Untuk sekarang lebih baik tidur dulu. Istirahat juga bagian dari latihan. Selamat malam tuk diriku sendiri.
Pagi hari datang diiringi gumpalan salju dihalaman penginapan yang sudah dibersihkan agar bisa lewat. Dijalanan juga salju tak terlalu tebal sehingga masih bisa berjalan. Kulihat dari jendela juga ada anak kecil bermain lempar bola salju. Baiklah sekarang waktunya mengemasi semua barangku. Mari pergi ke hutan Funisia. Sebelah barat daerah ini, disana juga ada banyak Lican. Mungkin akan kujadikan rekan kerjasama.
Kamar dinding kayu ini, saat pertama kali kudatangi disini cukup berdebu. Tanda sudah cukup lama tak ditempati. Cahaya mentari pagi juga memasuki jendela.
"Baiklah waktunya aku pergi, Selamat tinggal".
Aku keluar dari penginapan itu. Biaya menginap selama seminggu sudah kubayar dimuka. 21 koin perak, harga yang lumayan mahal untuk kamar tak terawat. Kuberjalan santai melewati anak anak. Mereka senang sekali bermain salju. Seperti membuat boneka bulat putih dari salju, ataupun membuat benteng. Tawa ria mereka masih suci belum tersentuh keburukan.
Telah kulewati perbatasan Kekaisaran ini. Sekarang mulai memasuki daerah yang bernama Funisia. Jelas disana terdapat banyak sumber daya dan makanan, namanya juga hutan. Jadi tak buruk juga untuk membangun markas sementara disana.
Mataku memandang dari atas bukit terlihat hamparan salju yang begitu luas, diujung juga aku melihat hutan tempat para Lican tinggal. Tujuanku sudah dekat, aku hampir sampai. Kuberjalan mendekati hutan itu "Huft cukup melelahkan sih, tetapi jika menyewa kereta kuda akan memakan biaya banyak" Benakku sambil terus berjalan
"Lagipula ini juga bagus untuk melatih stamina".
Kuberjalan menuruni bukit perlahan lahan. Tak ada yang aneh, hingga tiba tiba kutemukan seorang wanita terbaring sekarat dan kedinginan. Padahal aku yakin dari kejauhan tadi dia tak ada. Anehnya, saat dekat terlihat olehku.
Mungkin, dia sedikit lebih tua dariku. Tapi yang mengejutkan adalah dia seorang elf. bagaimana mungkin elf bisa sampai kesini padahal daerah mereka cukup jauh. Sekilas melihat kondisi tubuhnya aku sudah mengetahui apa yang telah terjadi.
Kududuk didekatnya dan kutepuk tepuk pipinya, usahaku mungkin akan membuatnya sadar "hei heii, bangunlah". Kupegang telinga lancip dan mungilnya, tapi dia masih tak bereaksi. Kejadian ini membuatku ingat kematianku" Hei bangunlah, Setidaknya katakan sesuatu".
Tampaknya dia sangat kelelahan.
"Apa kau ingin hidup?" ucapku sambil mengubah posisiku menjadi berdiri. Tak ada reaksi sama sekali dari tubuhnya. Sebentar lagi juga dia akan mati terkena hipotermia. Jadi kuabaikan saja dia dan pergi menuju hutan. Setelah kutinggal beberapa langkah. Seketika waktu bak terhenti sejenak. Suara angin sepoi pun menghilang digantikan keheningan. "A-Aku mau hidup" lirih gadis elf itu tanpa tenaga, namun terdengar nyaring ditelingaku. Hanya mengucapkan itu saja sepertinya perlu tenaga setengah mati.
Cuaca memburuk. Hawa tenang tergantikan dengan kecaman badai salju. Sudah kuperkirakan, jadi aku akan tinggal sementara digua. Maksudku bukan sendiri, tetapi dengan gadis elf ini. Telah kuputuskan dia akan kuselamatkan. Entah siapa namanya, dia bak datang dari antah berantah, ditempat yang belum pernah kujamah.
Penuh bebatuan, alas dan dinding cukup kasar. Tetapi tak masalah untuk ditinggali sementara. Suhu sangat dingin, jadi kutebang beberapa cabang pepohonan. Kugunakan tuk menutupi tempat masuk agar suhu dingin tak mencapai isi goa. Didalam juga sudah kusiapkan ranting kering, kubuat api unggun dengan sihir apiku. Oksigen mungkin akan terbakar panas, tetapi bisa masuk lewat celah dedaunan. Sementara itu hawa dingin akan tertahan dedaunan.
Elf ini, kondisiny sangat buruk. Sihir penyembuhku sekarang hanya bisa mengobati luka luar seperti lebam. Untuk luka dalamny jadi hanya kusembuhkan dengan obat. Kumasakkan semur kelinci juga untuknya, untuk kita berdua lebih tepatnya. Kan kutunggu dia sadar dulu, toh kondisi fisikny mulai membaik.
Beberapa jam telah berlalu, semur kelinci dimangkukku habis tak bersisa. Kulihat dari kejauhan dia mulai sadar, jadi kumendekat. Kelopak matanya bergerak sedikit demi sedikit, dan mulai terbuka. Tubuhnya lemas tak ada tenaga tuk bicara. Sepertinya dia kelaparan berhari hari. Jadi kuberi dia semangkuk semur dari panci.
Tak kusangka dia sanggup menghabiskan 4 mangkuk. Syukurlah dia makan dengan cukup santai. Kulihat sesekali dia menatapku yang lebih muda darinya. Porsi semur ke 5 mulai habis dimangkuknya. Entah itu perut atau tong besar.
Semur didalam mangkuknya telah habis. Dia mulai menatap mataku. Matanya bak melihat malaikat penyelamat. Dia memang kuselamatkan sih
"T-Terima kasih" itu kata pertama yang dia ucapkan padaku.
"Jadi bagaimana kau bisa kabur?" tanyaku sambil mengambil mangkuk kotor darinya
"Tentu, kabur dari para penjual budak itu maksudku" tanyaku lagi agar dia paham maksudku
"Bagaimana anda bisa tau?"
Raut wajahnya penuh pertanyaan. Mungkin dia heran kenapa aku bisa mengetahuinya, padahal belum bercerita.
"Kakimu, ada bekas diikat" Jawabku sambil membersihkan sisa makanan dipipinya
"Telapak kakimu juga membekas, seperti berlari cukup lama"
"Yaampun, anda orang yang menakjubkan dan sedikit menakutkan".
Aku cukup bingung kenapa dia memujiku sembari menghina. Karena penasaran, jadi langsung kutanya saja
"Maksudnya?"
"Anda bisa tahu walau hanya dari detail kecil, itu tentu mengejutkan"
Ucapnya sambil mengelus elus kakinya
"Tetapi, mata anda terlihat seperti orang mati".
Aku cukup terkejut karena perkataannya. Tak masalah sih bagaimana tampilanku. Yang penting adalah tujuanku terpenuhi. Kucoba gali informasi tentangnya, mungkin dia mau menjadi partnerku
"Jadi? bagaimana kau bisa sampai sini? padahal daerah elf lumayan jauh".
Raut wajahny cemas tak karuan. Terasa kusut, mungkin lebih seperti takut. Sebuah trauma mungkin? dilema memenuhi pikirannya. Akhirnya dia pun mulai bercerita tentang dirinya.
"A-anu, nama saya Eve, saya berumur 12 tahun, mungkin anda sudah tau tetapi biar saya tegaskan sekali lagi, saya seorang elf".
Keluargaku normal seperti keluarga lainnya. Tidak, lebih tepatnya sedikit lebih kuat. Ibuku seorang penyihir tingkat cinq. Bahkan ayahku juga seorang pengawal di istana raja elf. Jadi wajar jika mereka menaruh ekspektasi besar padaku. Karena gen kuat mereka diwariskan padaku.
Mereka menyayangiku seperti keluarga pada umumnya. Namun, semuanya berubah semenjak aku mengikuti sebuah ujian. Para elf memiliki tingkat pengendalian sihir yang hebat, jadi ada ujian khusus untuk anak seumuranku.
Intinya pada ujian itu. Penciptaan sihirku lambat. Amat sangat lambat. Padahal rapalan mantraku sudah benar. Sesuai kaidah dan prosedur. Hasilnya, aku gagal total dalam ujian tersebut.
Orangtuaku mendengar hal itu. Mereka memukuliku tiap hari karena itu. Memarahiku, Memanggilku cacat, idiot, produk gagal. Aku sangat heran kemana perginya kasih sayang mereka selama ini?. Memangnya bisa berubah secepat ini. Berubah sebesar ini perlakuan yang kuterima. Selama satu tahun penuh hal itu kuterima. Dan saat mereka mulai mengatakan menyesal melahirkanku, disitu saya meledak. Tangis yang kutahan selama setahun akhirnya keluar.
Aku pergi meninggalkan keluargaku. Pergi meninggalkan rumahku. Tidak, sekarang takkan ada rumah lagi. Dan saya meninggalkan hutan. Pergi tanpa arah, tanpa tujuan. Dan bertemu dengan para manusia.
Manusia itu mereka menangkapku. Mengikatku dan memberi makan hanya seadanya. Mencambuk dan menyiksa tiap hari. Sebenarnya para manusia itu ingin menyetubuhiku, tetapi salah satu dari mereka berkata harganya akan turun jika tak perawan.
Sekitar sebulan aku bersama mereka. Akhirnya, kucoba kabur saat ada kesempatan. Namun, saya melakukan sebuah kesalahan. Akhirnya, para manusia itu mengetahui saya kabur.
Katanya elf cukup mahal dipasar, jadi saat itu aku terus menerus dikejar. Walau patah beberapa rusuk karena jatuh, saya terus berlari. Tak ada tenaga hari ini, kan kugunakan tenaga hari esok. Dan hasilnya saya bisa lolos, mungkin karena tertutup salju.
Amat tersayat hati ini melihat keluargaku begitu padaku. Anehnya, dikedinginan salju malah kurindukan kehangatan mereka. Kupikir, kematian datang menjemputku. Tetapi takdir berkata lain. Saya telah diselamatkan oleh anda.
"Jadi begitulah kejadiannya, cerita aslinya mungkin lebih panjang".
Tak kusangka rasisme dalam ras mereka ternyata cukup parah. Mungkin, karena mereka ras yang ahli dalam sihir. Hal itu membuat mereka mendewakan sihir itu sendiri.
"Jadi? untuk sekarang kau akan pergi kemana" kucoba tanya dia tuk menariknya kesisiku
"Entahlah, Saya tak ada tujuan pergi, Anda sendiri akan pergi kemana?"
"Berhentilah memanggil anda, santai saja padaku".
Aku sedikit resah karena sifatnya cukup kaku. Memang benar dia kuselamatkan. Tapi apa secepat ini dia bisa hormat kepada seseorang?.
"Ini bentuk sifat santai saya kepada anda"
"Baiklah hari juga mulai gelap, kau telah menghabiskan setengah hari untuk bercerita, lebih baik kau tidur dulu"
"Baiklah, Anda juga mohon tidur".
Malam itu Eva tidur duluan. Sementara aku sedikit merenungkan ceritanya. Tetapi, pada akhirnya aku juga ikut tidur. Badai salju pun berhenti pada tengah malam.
Mentari datang menyinari hari. Remang remang cahaya memasuki goa. Dan Eve pun terbangun dari tidur lelapnya. Dia berjalan keluar goa sambil mengucek ucek matanya. Masih dalam setengah sadar, dia sangat kaget dengan pemandangan didepannya. Sejauh mata memandang, dia melihat bekas potongan pada pohon. Bekas yang rapi tanpa celah. Dan disisi lain roboh berantakan, bak terkena bencana hingga hancur.
Dan dia juga melihatku diantara pepohonan itu, memegang pedang kecil. Mungkin dia mengira ada orc yang lewat atau apa. "Tunggu, ada apa ini?"
Wajahnya terherat heran saat bertanya
Sedikit senyum kukeluarkan agar dia tak khawatir.
"Jangan takut, aku hanya sedang berlatih"
"Ahh baiklah, silahkan anda masuk dulu" Raut wajahnya heran melihat bekas latihanku
Kami berdua pun memasuki gua. Kuhangatkan semur sisa kemarin. Sembari makan bersama, dia menanyaiku beberapa hal
"Kalau boleh tau, siapa nama anda?"
"Yvonne isabelle coquette, cukup panjang, jadi panggil saja sesukamu"
"Baiklah nona Isabelle".
Setelah sarapan, kudekati dia. coba kutanyai tentang apa yang akan dilakukannya setelah ini
"Eve, apa yang kau lakukan setelah ini? kau dibuang keluargamu dan tak punya tempat untuk tinggal"
"Entahlah, saya sendiri juga tak tahu, saya belum tau akan pergi kemana".
Aku sungguh penasaran. Memangnya seburuk apa bakatnya dalam sihir. Orang tuanya sungguh aneh hingga membenci dan membuangnya. Atau karena dia bangsa elf, sehingga cukup kuat ekspektasi mereka.
"Eve, coba perlihatkan sihirmu padaku"
"Ehh? tapi, tak ada yang menarik dari sihir saya"
"Tak apa, Aku cuma sekedar penasaran".
[wahai dewi, bantulah aku dengan sedikit kekuatanmu, ice ball]
Rapalan sihir telah dia mulai. Rapalannya juga cukup normal seperti penyihir lain. Sihir es dia keluarkan dari telapak tangannya. Sebuah bola es tercipta dengan sangat perlahan. Tidak, lebih tepatnya tercipta dari banyak bagian kecil. Partikel partikel kecil terbentuk dan mulai membentuk jaringan, hingga menjadi bola es. Tak kusangka imajinasinya begitu luar biasa. Dia membayangkan sihir dari bentuk terkecil yaitu partikel.
Penyihir biasa pasti hanya sekedar membayangkan bola api, bola air, tombak es, atau sekedarnya. Tapi imajinasinya sontak membuatku terpukau. Mungkin penciptaan sihirnya berjalan lambat. Namun aku punya cara lain untuk memaksimalkannya.
"Walau sihir saya jelek, tolong jangan terkejut seperti itu donk"
"Maaf Eve, tapi kau sangat berbakat"
"Ahh tak apa, jangan menghibur saya"
"*Tidak kau salah!!* imajinasimu begitu luar biasa"
Kuarahkan tanganku ke mulut goa, kearah keluar dari sini. Kuciptakan es juga, namun berbentuk tajam dan kulontarkan sebagai sihir serangan.
"Yaampun, tanpa rapalan"
sontak seranganku membuatnya terkejut
"Jadi bagaimana sihirku? aku cukup hebat dalam hal ini"
"Itu sungguh mengagumkan, penyihir tingkat apa anda?"
"Ohh aku hanya penyihir tingkat Quatre"
"Anda bisa mencapai tingkatan itu diusia seperti ini, tentu anda sangat berbakat"
"Justru karena aku berbakat, ku tak ingin bakatmu jadi sia sia, bagaimana? ingin jadi muridku?"
"Baiklah saya terima".
Dengan pelatihan ini, semoga Eve terpikat olehku dan mau membantuku. Itu niatku yang sebenarnya dalam melatihnya.
"Latihan kita dimulai sekarang, ayo ikut aku". Kami pun pergi keluar goa dan berjalan jalan sambil kujelaskan tentang aliran sihir dan mana.
"Dengarkan baik² Semua orang memiliki jantung mana, bayangkan saja mana mengalir dari jantung mana, lalu mengalir ke badan, lalu ke tangan, dan akhirnya ke telapak tangan" Itu adalah teori awal yang dulu kubuat.
Mungkin penjelasanku sedikit membuat Eve bingung, jadi dia bertanya tentang jantung mana
"Lalu? apakah letak jantung mana itu disebelah jantung tubuh kita?"
"Tidak, aku sendiri belum menemukan letaknya, menurutku jantung mana bentuknya tak berwujud, tak bisa kita interaksi secara fisik".
Ku yakin Eve paham dengan seluruh penjabaranku barusan. Mungkin dia butuh 3 bulan agar bisa tanpa rapalan. Tidak, 1 bulan mungkin bisa.
"Lalu bagaimana cara anda melakukan tanpa mantra?" Pertanyaan yang sudah kutunggu akhirnya diucapkan juga oleh Eve
"Sihir itu tentang imajinasi. Apapun yang kamu bayangkan pasti terwujud. Batasannya ada ditingkatanmu dan imajinasimu. Semua orang melafalkan mantra agar membantu dalam berimajinasi" Begitulah penjelasanku tentang dasar sihir.
Sesuai dugaanku dia akan paham dengan cepat.
"Ahh jadi begitu, baik saya paham" Jawab Eve
"Mulai sekarang kau harus melatih imajinasimu, dan membayangkan aliran mana didalam tubuh" Perintahku
"Akan saya usahakan" Imbuh Eve.
Sebulan penuh Eve telah berlatih. Pagi hari tanpa lewat satu kali pun, dia membayangkan tentang aliran mana pada tubuh. Siang dia berlatih tanpa mantra. Saat malam dia juga kulatih beladiri dan teknikku. Kubantu agar badannya cukup lentur dan memiliki otot yang cukup.
Dalam waktu sebulan, kami juga membangun sebuah rumah kayu. Rumah sederhana yang memiliki 4 kamar tidur, ruang tamu, ruang kerjaku, dan gudang. Rumah ini hanya sementara tuk kami tinggali. Terdapat kebun sayur juga disamping rumah. Kami menanam sayur tersebut bersama.
Telah lewat waktu sebulan semenjak aku bertemu dengannya. Tak kusangka juga dia hampir menguasai tanpa mantra. Tetapi, soal beladiri dan pertarungan dia hanya kurang pengalaman
"Eve, soal pertanyaanmu yang dulu"
"Pertanyaan yang mana nona isabelle?"
"Kau pernah menanyakan aku akan pergi kemana?"
"Jadi?"
"Aku sekarang memiliki tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Claudia, membunuh para orang busuk, mungkin akan kubunuh juga rajanya, tetapi lebih baik ada orang dari pihakku yang menjadi rajanya"
"Baiklah. Anda menerima saya. Mendidik dan mengasuh saya. Akan kuberikan kesetiaan saya kepada anda. Akan kubantu anda menapaki jalan itu"
Tak kusangka elf yang lebih tua 2 tahun dariku ini mau membantuku. Tentu, aku sangat senang. Apalagi dengan bakat melimpahnya akan membantuku nanti. Dia juga memberikan kesetiaannya padaku. Tetapi, untuk hal ini dia perlu membuang identitasnya
"Kau yakin? untuk hal ini kau perlu membuang keluargamu, identitasmu, masa lalumu"
"Ya, saya sangat yakin, sekarang anda adalah keluarga saya, dan tuan saya" Ucapnya sembari menekuk lutut seperti bersujud
"Baiklah, mulai sekarang namamu Ayaa"
"Terimakasih, akan saya ingat momen ini baik baik"
Rekan pertamaku telah kudapatkan. Semoga dengan ini dia bisa membantuku dimasa depan. Takkan menghianatiku juga tentunya. Semua berakhir sesuai dengan perkiraanku.