Sudah 46 hari semenjak Yvonne merubah struktur tubuhnya. Sekarang mereka bertiga akan pergi ke salah satu kerajaan Dwarf. Funisia, salah satu kerajaan Dwarf yang letak wilayahnya dekat dengan Kekaisaran Claudia di sebelah utara. Mereka bertiga akan mencari pandai besi yang bisa mengolah kristal mentah itu untuk dijadikan alat komunikasi. Tentu bangsa Dwarf ahli dalam bidang itu.
Mereka bertiga telah melakukan perjalanan selama 46 hari. Menurut Yve, jalan kaki tak terlalu efektif karena jarak yang terlalu jauh, jadi mereka melakukan perjalanan dengan kereta kuda selama 41 hari melewati kerajaan Claudia. Sementara itu perjalanan antara Kerajaan Claudia dan Funisia bisa ditempuh dalam waktu 5 hari. Didalam kereta kuda kayu itu, Ayaa duduk bersebelahan dengan Zero. Mereka berdua juga membawa beberapa barang di dalam tas.
"Heii tuan, apa sebentar lagi akan sampai? memangnya seberapa jauh sih kerajaan itu?" Tanya ayaa kepada Tuannya
"Jika dari daerah terdekat kerajaan kita, Claudia, dan melewari hutan berarti sekitar 42 not, mungkin sebentar lagi akan sampai. Lagipula kita sudah melakukan perjalanan selama 5 hari jika dilihat dari kerajaan" Jawab Yve kepada Ayaa. Didunia ini menggunakan ukuran panjang yang berbeda. 1 not setara dengan 2 kilometer, jadi 42 not berarti 82 kilometer.
"Iyakan 5 hari semenjak berangkat dari pinggiran kerajaan. Jika dari tempat kita bahkan sudah 41 hari" Sahut Ayaa sambil memelas
"Tuan benar kok Ayaa, sebentar lagi pasti sampai. Omong omong tuan, kenapa kami harus bertugas membawa barang sementara anda hanya membawa pedang" Gerutu Zero kepada Tuannya itu.
Menanggapi hal itu, Yvonne menjawab dengan sedikit ejekan "Tentu saja karena aku pemimpin disini ahahahaaa. Jadi Ayaa bertugas membawa pakaian dan jubah kita. Sementara kau membawa kristal dan uang kita" Seru Yve sambil menatap mereka berdua.
"Aishh" Lirih Ayaa menjawabnya saat itu.
Sementara itu si kusir berpikir jika mereka adalah sekelompok petualang, atau bisa jadi prajurit bayaran. Agar tetap selamat, dia tak berpikir mencoba mencampuri urusan mereka sedikitpun. Saat Kerajaan Para Dwarf, Funisia mulai terlihat oleh si kusir.
"Tuan, Kerajaan Funisia telah terlihat. Sebentar lagi kita akan sampai" Kata kusir itu kepada mereka bertiga
"Eeuuargrhhh, Akhirnyaa. Aku sudah lelah duduk di kayu kasar ini, bahkan harus tidur di tanah yang dingin" Teriak Ayaa karena bersemangat tujuan mereka telah dekat.
"Ayaa, jangan berisik" Tegas Yve
"Ahh, baik. Maaf" Jawab Ayaa sambil menundukkan kepalanya.
Kerajaan Dwarf, tempat para pandai besi. Mereka pandai dalam hal infrastruktur, sudah terlihat dari megahnya gerbang yang dibangun. Terbuat dari banyak campuran bahan seperti granit dan andesit. Mereka juga pandai dalam membuat senjata sihir yang terbuat dari kristal sihir, dan juga dari bagian tubuh monster. Saat Yvonne dan kelompoknya sudah dekat terhadap gerbang besar itu, mereka juga melihat berbagai ras berakal yang antri memasuki wilayah itu. Tak peduli sekuat apa rasisme Elf, ataupun seberingas apa ras Licanthrope. Kerajaan Funisia ini tetap damai karena penjagaannya yang ketat.
"Berhenti" Perintah Yvonne kepada kusir itu agar memberhentikan kereta kudanya.
"Ayoo turun, dan pastikan jangan membuat keributan" Perintah Yvonne kepada Ayaa dan Zero.
Saat sudah keluar dari kereta kuda. Yve juga membayar biaya perjalanan sebesar 4 koin emas dan 60 koin perak. Mereka pun mulai mengikuti antrian masuk. Walau banyak ras, di sini tetap disiplin dan tak ada keributan adalah bukti seketat apa penjagaan perbatasan wilayah ini. Mereka bertiga pun mulai maju perlahan lahan mengikuti arus antrian. Dan saat sudah sampai di gerbang, ada Prajurit Dwarf yang bertanya kepada mereka. "Mana Kartu member kerajaan kalian?" Tanya prajurit itu
"Kami belum membuatnya, bisakah kau tunjukkan tempatnya" Tanya Yve
"Ahh baiklah. Masuklah lalu datangi wanita yang menjaga ruangan itu. Dia bertugas membuat kartu member, kartu identitas atau apalah namanya itu" Tegas Prajurit Dwarf itu.
Kami pun dipersilahkan masuk, dan akhirnya memasuki ruangan yang ditunjukkan olehnya tadi. "Permisi, kami ingin membuat kartu identitas" Kata Yvonne sambil memasuki ruangan.
"Ahh akhirnya ada pekerjaan juga. Aku bosan banget. Baiklah silahkan isi data diri ini" Kata Wanita Dwarf itu sambil memberikan sebuah kertas. Kami bertiga pun mengisinya. Lalu kami juga diarahkan agar berdiri di sebuah altar sihir. Gunanya agar mendeteksi jika kami tak menggunakan sihir penyamaran. Ini cukup efisien, karena mungkin akan ada orang yang membuat kartu identitas ganda di kerajaan ini.
Saat Yve berdiri diatas altar ini, wanita itu mulai menekan sebuah tombol. Terdapat beberapa lingkaran berwarna kuning cerah yang mengelilingi Yvonne, itu efek sihir dari altar ini. Yve sudah terdeteksi tak menggunakan penyamaran apapun. Entah kenapa Zero terlihat panik saat Yve memasuki altar itu. Dan sekarang giliran Ayaa yang berdiri diatas altar itu. namun karena Yve penasaran, jadi dia bertanya langsung "Kenapa mukamu panik begitu?"
"Ahh, saat itu kan anda mengganti sel pada tubuh anda. Jadi saya takut itu terdeteksi"
"Tentu tidak, kan ini tetap tubuhku dan aku sedang tak menggunakan penyamaran apapun. Jika aku menutup wajahku dengan topeng mungkin akan terdeteksi. Tapi ini tubuhku sendiri, dan itu benar benar berbeda" Tegas Yvonne menjelasan kepada Zero.
"Yahh, kukira"
Sekarang waktunya Zero yang memasuki altar itu. Dan setelah selesai kami perlu menunggu cukup lama agar kartu identitasnya selesai dibuat. Beberapa menit pun berlalu, akhirnya wanita itu membagikan kartu identitas kami agar bisa memasuki kerajaan Funisia.
Setelah selesai mendapatkan kartu identitas itu, mereka semua pun pergi dari ruangan itu dan menuju ke gerbang masuk dengan diantar oleh wanita tadi. Setelah Yvonne dan kelompoknya pergi menjauh dari tempat itu, Wanita itu masih mengamati mereka dari kejauhan, lalu datanglah penjaga yang menghampirinya dan berkata "Ada apa maria? kenapa kau sebegitunya mengamati mereka?"
"Oi bob, apa menurutmu wajar jika orang hanya mengunakan satu liontin. Anak kecil itu tadi menggunakan liontin merah ditelinga kanannya" Kata Maria sambil menunjuk ke arah Yvonne
"Kalau ditelinga berarti anting, bukan liontin" Jawab Bob si penjaga sambil mengangkat kedua tangannya seolah tak acuh
"Tidak, dia menggunakan liontin itu sebagai anting" Tegas Maria kepada Bob
"mungkin dia tak ingin mengunakannya sebagai kalung, sudah sudah jangan terlalu dipikirkan" Kata bob sambil menepuk pungung maria
"Yang lebih aneh saat aku berbicara dengannya, aku seperti merasakan perasaan aneh. ahh pokoknya susah dijelaskan. kau mending pergi sana ketimbang diomeli atasanmu lagi" Kata Maria kepada Bob seolah mengusirnya
Bob pun pergi ke tempatnya dan berpikir "Jika maria seseorang yang pernah menjadi komandan perang berkata seperti itu, mungkin memang ada yang aneh".
Sementara itu Yvonne, Ayaa dan Zero masih berjalan jalan di desa perbatasan itu. Banyak sekali rumah kayu. Jalanan terbuat dari batu bulat yang disusun rapi. Di pinggir jalanan juga ada rumput, semak dan berbagai tanaman kecil. Di pusat desa juga ada air mancur yang cukup besar. Yve dan kelompoknya berkeliling dengan santai dan Zero tiba tiba bilang "Tuan, apa anda merasakannga juga?" Tanya Zero kepada
"Sudah sudah santai saja. Jika kita bergerak tergesa gesa mungkin dia akan curiga" Jawab Yvonne
"ehh? dia? jadi begitu. Jika Tuan tak ingin dia curiga berarti dia penjaga yang mengikuti kami dari tadi" Batin Ayaa mencoba mencari tau apa yang terjadi.
Lalu terlihat sebuah tempat makan sederhana yang sering dimasuki para petualang maupun warga lokal. Yvonne pun mendekati rumah makan itu dan berkata "Ayo masuk". Mereka bertiga pun masuk. Yve berada di depan, sementara Ayaa dan Zero berada dibelakangnya. Mereka mendekati kasir dan Yvonne berkata " menu terenak disini apa?"
"Ada tumis kelinci, kalau minuman mungkin teh hitam" Kata lelaki kecil berambut hitam tersebut yang menjaga meja kasir. Dia tampak ceria dan semangatnya cukup membara saat melakukan pekerjaannya.
"Okee. 3 tumis kelinci dan 3 teh hitam"
"Baik baik mohon tunggu sebentar. Ibuu, 3 tumis kelinci dan 3 teh hitam yaa" Teriak lelaki kecil itu sambil menghadap ruangan dibelakangnya.
"Mohon anda mencari tempat duduk dulu tuan. Nanti akan saya antarkan" Tegas lelaki kecil tadi.
Yvonne, Zero dan Ayaa pun duduk disebuah meja kayu berbentuk persegi. Mejanya dipoles dengan hati hati sehingga saat disentuh terasa lembut. Tas yang dibawa Zero dan Ayaa, mereka letakkan disamping kursi mereka masing masing. Mereka bertiga pun duduk dan ngobrol dengan santai. Dan tiba tiba Ayaa bertanya dalam hatinya "Tuan mungkin punya rencana, karena dia tak langsung mencari penginapan".
Tumis kelinci dan Teh hitap telah diantar anak lelaki tadi. Dia seorang dwarf kecil yang tangguh dan hebat menurut Yve, karena sering membantu ibunya. Mereka bertiga mulai makan, dan saat Yve mengangkat cangkir untuk minum. Saat Zero melihat hal itu dia berpikir "Mhmm kenapa saat Tuan Yvonne minum, dia mengeluarkan jari kelingkingnya. Memegang tanpa jari kelingking huhh? mungkin cuma kebiasaannya saja".
Yve tak terlalu menghabiskan makanannya, dia hanya makan sekitar 3 sendok. Saat Ayaa menyadari hal itu dia pun bertanya " Apa makanannya tak enak tuan? nanti saya bisa memasakkan untuk anda"
"Tak usah, aku cuma sedang menunggu sesuatu. Lagipula kau tak bisa mencari tempat tuk memasak" Jawab Yvonne.
Saat mereka sedang asyik berbicara, tiba tiba ada seorang petualang yang berteriak "Hei brengsek, siapa yang memasak ini. Keluar sini". Tubuh manusia itu kekar dan tinggi, tubuh yang kuat secara fisik dan mampu membuat orang merasa tak nyaman hanya dengan melihatnya. " Kuulangi lagi, siapa yang memasak ini. Keluarlah!". Kata dia
"Ahh dia lagi, dia sering membuat masalah"
"si Aron memang bermasalah otaknya, jadi wajar dia melakukan hal ini"
"kudengar dia juga dikeluarkan dari partynya" Begitulah bisik orang orang di dalam ruangan itu.
Draft wanita pun keluar dari dapur itu dan menuju ke tempat kebisingan. Berambut coklat dan memakai celemek, usianya mungkin sekitar 30 tahunan. Wanita itu berkata "Ada apa tuan?". Wajahnya gugup tak karuan merasa ada yang salah dengan masakannya. "Apa apaan masakanmu ini. Lihatlah ada serangga di dalamnya. Kau mau tanggung jawab hah? mau kau?" Teriak si Aron sambil menunjuk sup yang berada di meja makannya
"Mohon maaf tuan, akan segera saya ganti" Kata wanita itu sambil sedikit membungkukkan badan
"Tak perlu, aku sudah tak selera memakan sampah ini. Lebih baik kau ganti rugi saja atau ku laporkan ke para penjaga jika kau tak menjaga kebersihan" Teriak si Aron
"Wah ini gawat, Tuan tak suka hal berisik macam ini" Batin Zero saat melihat kekacauan itu
"Tuh kan Wajahnya tak senang" Pikir Zero sekali lagi saat melihat wajah tuannya tampak kusut.
"Tapi, aku bisa menganggap hal ini tak terjadi jika kau bersedia duduk di sini" Kata si Aron sambil menepuk pahanya sendiri, seolah menyuruh wanita itu agar duduk dipangkuannya.
Wajah wanita itu mulai takut, panik, dan hampir mengeluarkan air mata. Disaat itu juga anaknya yang sedang mengantarkan makanan langsung berlari ke arah si Aron. Anak itu berlari cukup kencang, menaiki meja, dan menendang kepala Aron. Sontak Aron marah dan langsung menarik kerah anak itu dan mengangkatnya ke atas.
"Tidak tidak. Mohon turunkan dia. Akan kuturuti permintaanmu" Kata wanita itu sambil menangis, dia tak kuat melihat anaknya diperlakukan seperti itu.
"F- fire Bhwall" Kata anak itu, ucapannya tak terlalu jelas karena lehernya tercekik.
"Bwahahaa, kau merapalkan sihir padaku? lebih baik kau perbaiki dulu sopan santunmu" Kata Aron dengan tegas
Saat itu juga semangkuk tumis tiba tiba mendarat di kepala Aron. Ternyata Yvonne yang melempar itu ke kepalanya "Berisik. Diamlah brengsek. Kau ganggu orang makan" Kata Yvonne setelah melempar itu
Saat itu posisi Aron memunggungi Yvonne, jadi dia tak melihat siapa yang melempar tumis itu kepadanya. "Siapa yang berani melempariku?" Teriak dia di dalam restoran.
"Aku, kenapa? Jika ada serangga ya biar diganti saja kan. Tak perlu sampai seperti itu" Tegas Ayaa sambil duduk menikmati teh hitamnya dan menatap mejanya. Yvonne seolah tak peduli sama sekali akan keberadaan Aron.
"Jadi kau ya!" Ucap Aron sambil melepaskan lelaki kecil itu dari tangannya. Aron segera berjalan menuju Yvonne. Langkah kakinya terdengar keras ditelinga para pelanggan yang lain. Saat sudah berada di dekat Yvonne, Aron langsung melayangkan pukulan kuat dengan tangan kanannya. Namun saat Kepalan tangannya hampir mengenai Yvonne, Ada Zero yang berada di atas meja menahan tangannya itu, sementara itu Ayaa tiba tiba berada di pungungnya tanpa suara dan bersiap mengorok leher Aron dengan pisau.
"Selesaikan dengan tenang, lempar dia keluar" Kata Yvonne sambil menikmati tehnya.
Saat itu juga ada seorang penjaga gerbang yang masuk restoran dengan cepat sambil berkata "Ada ribut ribut apa ini?"
"Ohh anda sudah datang. Akhirnya keributan disini akan hilang" Kata Yvonne meninggalkan tempat duduknya dan dia berjalan santai. Dia duduk diatas meja pelanggan lain dan berkata "Dia mencoba melakukan pelecehan, aku punya saksi mata disini" Kata Yvonne sambil tangannya mengarah ke Pelanggan di belakangnya. Yvonne memberikan sejumlah koin perak kepadanya tanpa sepengetahuan penjaga itu. Sontak pelanggan asing itu pun berdiri seolah memahami Yve. "Ya saya bisa menjadi saksi. Dia tadi mencoba melakukan pelecehan" Katanya sambil mengambil koin didalam genggaman Yvonne.
"Tch, kesini kau. Kau ditahan" Kata penjaga itu sambil membekuk Aron untuk dipenjarakan.
Kejadian itu akhirnya berakhir. Yvonne, Ayaa dan Zero kembali duduk di meja mereka dan menyerahkan masalah ini ke penjaga itu. Penjaga itu pun keluar sambil mengikat lengan Aron.
"Benar kata maria. Anak itu bukan orang biasa. Bahkan dia punya dua pengawal sekuat itu. Mungkin dia anak seorang bangsawan atau orang penting" Begitulah pikir Bob didalam otaknya.
"Kakak, terimakasih atas pertolongannya" Kata Lelaki kecil tersebut sambil memegang tangan Yvonne.
"Tak masalah, bantuanku tak pernah gratis. Jika ingin membalas kau bisa membuatkanku tumis yang kulempar tadi. Dan juga aku ingin kau membantuku mencari pandai besi terhebat di daerah sini. Omong² siapa namamu?" Sahut Yvonne
"Daniel, aku Daniel. Umurku 8 tahun. Nanti akan segera kuminta mama membuatkan tumis itu, gratis saja sebagai hadiah dariku. Dan mungkin nanti malam kakak bisa datang saja kesini agar aku bisa mengantarkan kakak" Kata Daniel kepada Yvonne, matanya berbinar binar takjub kepadanya
"Terimakasih" Jawab Yvonne sambil tersenyum.
"Bagaimana cara kakak agar bisa seberani itu?" Tanya daniel dengan antusias.
"Kau hanya perlu punya niat untuk melindungi. Harus percaya pada dirimu sendiri. Dan berikan kesan mengintimidasi agar musuhmu bahkan tak berani menatap matamu" Begitulah penjelasan Yvonne sambil mengelus elus kepala Daniel.
"Wahh itu keren. Baiklah aku pergi dulu, setelah ini akan kuantarkan tumisnya" Daniel pun meninggalkan mereka bertiga dan kembali bekerja membantu ibunya.
Setelah Daniel mengantarkan tumis itu, dia kembali melakukan pekerjaannya menjadi kasir dengan giat. Lalu Mereka melanjutkan makan.
"Tuan memang hebat. Beliau memprediksi akan ada masalah di sini. Lalu membantu si Daniel, menyingkirkan penjaga yang mengikuti kami, dan mendapat informasi. Beliau memang hebat. Tak menyesal aku melayaninya" Pikir Ayaa sambil menutup mata dan tersenyum membayangkan Tuannya.
"Kau kenapa? jika tak mau nanti punyamu kumakan loh" Goda Yve kepada Ayaa
"Ehh tidak, bukan begitu" Jawab Ayaa, pipinya menjadi merah merona, dia cukup malu.
Selesai makan mereka pun mencari penginapan terdekat. Mungkin akan menginap 2 hari atau lebih. Waktu juga telah berlalu, dan sekarang malam telah tiba. Yvonne, Zero dan Ayaa pun kembali ke restoran itu dan menemui Daniel. Sesuai janjinya, Daniel mengantarkan mereka menuju pandai besi terhebat di daerah itu. Perjalanan itu tak terlalu jauh karena dia tinggal di sekitar sini. Saat sudah sampai di tempat pandai besi itu, Daniel pergi meninggalkan mereka dan kembali ke restoran ibunya. Saat mereka mulai membuka pintu untuk masuk, mereka melihat sebuah pertengkaran
"Tidak ayah sudah kubilang aku tak mau"
"Tak boleh. Sejak kapan kau membangkang begini !?"
"Ahh pokoknya aku takkan pernah mau menjadi pandai besi. Impianku sejak dulu ingin menjadi ilmuan, sudah sering kali kubuktikan kecerdasanku kepada ayah. Kenapa Ayah tak mau mengerti hah !?"
"Tak boleh, bisnis keluarga kita tak boleh terhenti seperti ini"
"Mau jadi pandai besi sampai kapan? Bukankah para monster sudah langka sekarang, kita hanya membuat senjata yang terbuat dari kristal sihir saja kan" Tegas lelaki itu kepada Ayahnya
"Tch sudahlah pergi ke kamarmu sekarang. Apa kau tak malu ada pelanggan disini" Bentak Ayahnya yang menyadari kehadiran Yvonne. Akhirnya anak itu berlari kembali ke kamarnya.
"Wahh maaf, sepertinya aku datang diwaktu yang tidak tepat" Ucap Yvonne sambil mendekati pak tua itu. Dwaft itu hanya sedikit lebih tinggi dari Zero, dia juga memegang palu di tangan kirinya. Kulit Coklatnya juga memiliki aura tersendiri. "Tidak apa apa, putraku memang sering seperti itu. Jadi nak, ada keperluan apa?" Tanya Dwarf tua itu kepada Yvonne.
Mereka berempat pun duduk di meja. Zero pun mengeluarkan kristal hijau besar dari tasnya dan meletakkannya diatas meja. Dwarf tua itu pun terkagum dan melihat Yvonne secara sekilas. "Aku ingin kristal komunikasi ini dipotong kecil kecil, dan tiap potongannya bisa berkomunikasi dengan potongan yang lain" Tegas Yve sambil menunjuk kristal itu.
"Sekecil apa?" Tanya Dwarf tua itu
"Mhmmm, sekecil mungkin agar bisa ditaruh di kalung, cincin, gelang, bahkan hiasan anting sekalipun" Begitulah penjelasan Yvonne sambil tersenyum. Yve pun mengeluarkan sejumlah koin emas, tanda dia berani membayar berapa pun.
"Aku tak masalah dengan uangmu. Tetapi, pemotongan kecil seperti itu sedikit susah dilakukan. Dan untuk agar potongan demi potongan bisa berkomunikasi, dan kristal diluar itu tak bisa ikut berkomunikasi juga, itu maksudmu kan? tak bisa, membutuhkan seorang ilmuwan cerdas untuk penelitian seperti itu" Penjelasan panjang Dwarf itu langsung dijawab Yvonne dengan singkat "Loh kan ada anakmu".
Brakk
Suara gebrakan pintu yang cukup keras. Anak Dwarf itu pun ikut dalam obrolan mereka " Tuhh kan, Orang asing ini saja mendukungku. Akan kubuktikan kemampuanku dengan penelitian ini" Sahutnya
"Tidak, pergilah ke kamarmu. Dan untukmu anak muda, aku menolak tawaranmu" Jawab pak tua Dwarf itu
"Heee, tapi-"
"Tidak ada tapi tapi" Bentak Dwarf tua itu sambil marah marah.
"Aku bisa membayar banyak loh" Ucap Yvonne menawarkan sekali lagi
"𝗣𝗘𝗥𝗚𝗜!!" Tegas Dwarf tua itu sambil membukakan pintu. Dia mengusir mereka keluar. Akhirnya Yvonne pun kembali ke penginapannya. Lalu saat di dalam kamar "Zero, awasi pak tua itu tadi. Aku merasakan ada yang mengamatinya dari tadi"
"Ehh tuan? tetapi saya tak merasakan apapun" Jawab Zero
"Dari tempat jauh, cukup jauh".
Setelah itu Zero memakai pakaian hitam ketat yang dibuat Yvonne. Dia keluar lewat jendela dan mengawasi sesuai perintah Yvonne.