Setelah semua hal yang dijalani. Kini mereka tidur di tempatnya masing masing, kecuali Ayaa dan Yve. Mereka berdua sedang berada di kamar milik Ayaa.
"Tapi saya pikir bagaimanapun, ini tetap tidak logis tuan" Teriak Ayaa.
"Kecilkan suaramu, Vio sedang tidur di sebelah" Bisik Yve.
"Ughh, tetap saja saya tak terima. Dulu sebelum mereka semua datang, kita selalu tidur satu kasur. Tapi kenapa anda sekarang malah tidur dengan bayi yang entah dari mana. Dulu juga saya sering menyisir rambut anda sebelum tidur. Tapi sekarang kita sudah tak pernah melakukan itu" Protes Ayaa namun dengan nada yang cukup rendah. Karena dia tak berani meninggikan suara didepan Tuannya Yve.
Bisa bisanya dia protes tentang hal sederhana macam itu. Memang benar jika sebelumnya mereka selalu Bersama. Ayaa juga selalu mendampingi Yvonne. Saat diberi tugas yang cukup remeh juga tetap ia laksanakan. Namun, sejak kapan Ayaa menjadi fanatik begini. Tapi Yvonne tetap sabar menanggapi dirinya yang cerewet itu.
"Ahh sudahlah aku tak ingin berdebat. Bagaimana bisa aku meninggalkan bayi tanpa orang tua untuk tidur sendiri bukan?" Setelah perkataannya itu, kini Yve membuka pintu kamar Ayaa dan mau keluar meninggalkan kamarnya. Namun Ayaa tetap kekeh, ia memeluk perut Yve dari belakang seolah tak ingin ditinggalkan. Melihat hal itu, Yvonne rasanya tak tega membiarkannya begitu saja.
"Ugh, baiklah. Khusus kali ini saja ya" Ucap Yve, pipinya sedikit memerah tersipu malu. Mereka berdua pun duduk diatas kasur, Ayaa memangku tuannya itu di pahanya. Ia lalu mulai menyisir rambut pirang milik Yvonne dengan perlahan, membuat rambut itu tetap rapi dan akhirnya menguncirnya.
Setelah itu mereka tidur dalam satu kamar dan satu kasur. Yvonne berada di didepan Ayaa, mereka menghadap ke arah yang sama. Lalu tangan Ayaa melingkari perut Yve, ia memeluk Tuannya dari belakang.
"Omong omong tuan, apa warna favorit anda?" Tanya dia. "Jika kujawab, kau janji akan tidur bukan?" Sahut Yvonne yang kini sudah lelah menanggapinya. "Iyaa, saya janji" Jawab Ayaa dengan cepat. "Putih" Gumam Yve dengan singkat. "Baiklah, saya akan segera tidur"
Tak lama kemudian walau situasi sedang hening, Yve memulai pembicaraan. "Ayaa, terimakasih untuk segalanya. Berkatmu, aku tak lagi kesepian. Dan entah sejak kapan aku mulai merasa memiliki seorang 'kakak' " Wajah Yve mulai sedikit bersedih, ia hampir meneteskan air mata mengingat semua hal tentang keluarganya. Ia juga mengingat semua hal yag kini dia lalui. Tapi dia menahan tangis yang keluar itu agar tak membasahi bajunya maupun kasur disana.
"Sama sama tuan, anda juga berharga bagi saya. Entah apa jadinya saya tanpa anda" Bisik Ayaa tepat pada telinga Yve. "Selamat malam" Ucap Yvonne padanya. "Selamat malam juga untuk anda" Balas Ayaa menanggapi ucapan itu.
Malam itu berlalu dengan cepat. Sekarang waktu sudah pagi, bahkan mendekati siang. Zero berkeliling di sekitar mansion, ia mengawasi semua hal yang bisa dilihat matanya. Ia juga berburu untuk cadangan makanan semua orang. Sementara itu Dean dan Violette berada di dalam labolatorium. Vio duduk tenang dikursi yang sudah disediakan. Lalu Dean bertugas mengawasi bayi mengemaskan itu. Ia juga sedang berfokus dengan penelitian yang dilakukannya. Mengotak atik barang barang, mencatat dan juga menghitung.
Yvonne juga sibuk melakukan urusannya. Ia sekarang berada satu ruangan dengan marquess Dean. Perlahan ia mulai sadar jika tangan dan kakinya diikat pada kursi kayu. Semuanya demi mencegahnya kabur ataupun memberontak. Yvonne duduk tepat di depannya. Sorot mata Yve terasa sombong, dingin dan menusuk. Yve tak melakukan apapun kecuali menunggu marquess itu sadar. Dan kini ia memulai pembicaraan.
"Apa kau tau sesuatu mengenai pembakaran desa di wilayah baron Darwin?" Tanya Yve padanya.
"Hmph. Memangnya apa yang akan kau lakukan jika-" Ucapannya terhenti. "EEUUAGGHH" Sontak ia reflek berteriak cukup keras. Saat itu Yvonne sama sekali tak puas dengan jawabannya. Jadi sebelum ucapannya terhenti, ia langsung menyayat mata kanan milik marquess itu dengan pisau.
"Kau sepertinya benar benar meremehkanku ya. Aku tak punya waktu" bentak Yvonne padanya. Kini Yve mengambil kain yang sudah disediakan Ayaa pada meja. Ia segera memasukkan gumpalan kain itu ke mulut marquess.
"Apa kau tau? Mata kita itu memiliki sebuah protein yang bernama kristalin. Protein itu tak ada di bagian tubuh manapun kecuali mata. Jadi jika mata kita mengalami pendarahan, maka system immune tubuh akan segera menyembuhkannya. Tapi karena ada protein yang tak dikenali itu, mata kita menjadi diserang oleh immune itu hingga rusak dan buta total" Ucap Yvonne. "Selamat, sekarang kau resmi buta".
Mhmm, mungkin di dunia ini belum ada penelitian tentang tubuh. Orang orang ini terlalu berfokus pada kekuatan atau semacamnya. Memang dunia ini kuat, tapi terbelakang. Kau sekarang bahkan tak tahu apa yang kubicarakan barusan bukan?
Yvonne pun berjalan mendekati sebuah meja yang diatasnya banyak peralatan yang digunakan khusus untuk menyiksa. "Kau bukan tipe yang akan langsung berbicara bukan? Aku juga tak belum pernah melakukan hal macam ini, jadi ini akan sedikit lama untukmu" Tegas Yvonne padanya. Kini Yve mulai mengambil jarum jarum diatas meja yang telah disediakan Ayaa. Kini semua jarum itu ia tusukkan pada ujung jari marquess itu. Ia masukkan dengan perlahan lahan yang membuat rasa sakitnya menjadi tak tertahankan. Ia melakukan itu kepada semua jari tangan marquess malang itu. Kini juga ia mencabut semua kukunya. Setelah itu Yvonne mengambil kain yang ia sumpalkan ke mulut orang itu, dan dia duduk setelahnya.
"Jika gigimu kucabut, bicaramu menjadi tak jelas. Jadi menurutlah sebelum aku melakukan hal itu" Bentak Yvonne padanya. "Apa kau tahu suatu hal mengenai pembakaran desa di wilayan baron Darwin?" Tanya Yve padanya. "Aku tak tahu. Pada dasarnya kami pemegang kunci Hell Hound tak saling mencampuri urusan satu sama lain. Kecuali kami meminta bantuan. Tapi dulu pernah kuselidiki jika ada seseorang yang bertemu dengan baron itu. Pertemuan itu mencurigakan menurutku" Jawabnya dengan gugup.
Hmmm, tak ada tanda tanda kebohongan dari ucapannya. Kemungkinan dia jujur cukup tinggi. Lalu apa sebenarnya hubungan para bangsawan dengan organisasi dunia bawah [Underworld] macam Hell Hound. Yahh, sebaiknya kutanyakan juga padanya.
"Apa hubungan para bangsawan dengan Hell Hound" Tanya Yvonne sekali lagi padanya. Terlihat jika ia tak langsung menjawab, saat itu juga Yvonne memhami jika ada informasi yang ia katakan tak boleh bocor. "Hell Hound adalah sebuah organisasi yang berafiliasi dengan para bangsawan. Organisasi itu bekerja dengan berbagai cara kotor seperti perampokan, pembuatan obat, pembunuhan, prajurit bayaran, penjualan budak, kejahatan perang dan bisnis kotor lainnya. Kami para bangsawan bekerjasama dengan mereka. Bahkan aku juga diajari cara membuat obat oleh mereka" Jawabnya
Lalu Yvonne masih mengintrogasinya dengan berbagai pertanyaan agar mendapat banyak informasi. Yve juga cukup waspada dengan tiap jawabannya, jika dia merasakan sedikit kebohongan maka Yve takkan ragu untuk menyiksanya sekali lagi. Setelah itu satu pertanyaan dilontarkan oleh Yvonne
"Satu pertanyaan terakhir. Kau mau mati dengan cara apa?". "Ehh??" mendengar ucapan gadis itu, marquess itu cukup kaget karena dia mengira jika dia akan dibebaskan jika menurut. Belum sempat bereaksi, kepalanya langsung ditebas hingga jatuh tergeletak pada lantai kayu.
"Ayaa" panggil Yvonne, suaranya cukup pelan. Dari awal ayaa sudah berjaga diluar ruangan menunggu perintah Yvonne selanjutnya. Segera setelah ia dipanggil, Ayaa langsung membuka pintu dan menundukkan kepalanya kepada Yve. "Iyaa? Ada apa tuan?" Tanya Ayaa. "Bereskan mayatnya. Lalu bersihkan ruangan ini"
Setelah itu Ayaa langsung membebaskan ikatan marquess itu. Ia bersiap melakukan perintah tuannya. "Baiklah, akan segera saya buang mayatnya". Menanggapi ucapan Ayaa, langkah kaki Yvonne seketika Terhenti. Yve pun membalikkan badannya dan menjelaskan sesuatu "Tidak, jika kau membuangya sembarangan nanti kita bisa terlacak. Jadikan dia makanan serigala hutan, lalu pastikan hancurkan tulangnya yang tersisa. Jumlah kekuatan kita sekarang terlalu sedikit, jadi kita belum bisa muncul dengan terang terangan". Setelah itu Yve melanjutkan langkahnya. "Maafkan kebodohan saya. Akan saya laksanakan sesuai perintah" Ucap Ayaa.
"Setelah ini panggil semuanya dan suruh ke ruang kerjaku" Ucap Yve. "Baik, akan saya lakukan" Sahut Ayaa. Setelah penyiksaan yang barusan ia lakukan, Yve pergi ke kamar mandi tuk membersihkan darah yang melekat padanya. Ia juga bahkan menganti pakaiannya. Itu semua dilakukan demi menemui Vio dalam keadaan bersih. Lalu ia pergi ke labolatorium milik Dean, ia membawa Vio yang sedang duduk bersantai disana. Tak lupa ia juga mengabari Dean agar segera pergi ke ruang kerjanya.
Semua yang dikerjakannya cukup melelahkan. Kini ia hanya menulis buku seperti yang biasa dia lakukan. Kali ini dia tak sendiri, tapi ditemani oleh putri kecilnya Violette. Sudah dia pastikan juga agar menjauhkan botol tinta dari Vio. Itu semua agar dia tak menumpahkannya sekali lagi. Violette duduk diatas sofa pada pinggiran ruang kerja Yve. Ia duduk dengan tenang sambal memainkan mainan yang dibuat oleh Yvonne. Mainan yang dapat meningkatkan sensor motorik.
Goresan goresan tinta pada buku buku. Ia fokus mengerjakan hal yang dia lakukan. Saat ia menulis, tiba tiba terdengar suara ketukan dari pintu. Mereka yang ditunggu Yvonne sudah datang. "Masuklah" perintahnya. Mereka bertiga pun memasuki ruangan dan berdiri dengan rapi dihadapan Yvonne. Laporkan pekerjaan kalian satu persatu" Perintah Yve kepada semuanya.
"Pertama, aku dulu. Sesuai yang sebelumnya, aku meminta bantuan Ayaa untuk memotong kristal itu. Tujuannya untuk meneliti serpihan kecil. Hamper kutemukan caranya sesuai permintaanmu sebelumnya. Kemungkinan sebulan lagi sudah selesai" Lapor Dean kepadanya dengan seksama. "Baiklah, jangan lupa juga aku ingin kristal itu cukup kecil untuk ditaruh di antingku. Zero, selanjutnya kau" Ucap Yvonne.
"Pertumbuhan perkebunan ini normal dalam kurun waktu terakhir. Lalu menurutku tak ada yang mencurigakan sama sekali saat saya mengawasi area sekitar" Lapor Zero padanya. "Kau yakin?" Tanya Yve. "Ya, saya yakin jika lokasi kita belum terekspos". "Ayaa, selanjutnya kamu".
"Mansion, halaman, taman dan perkebunan telah dibersihkan. Kami bertiga melakukannya sesuai jadwal yang anda buat. Zero dan Dean juga mereka melaksanakan tugasnya dengan baik. Lalu soal perintah anda tadi. Saya sudah melakukannya hingga hanya tersisa tulangnya. Lalu tulangnya saya hancurkan dan mencampurnya dengan pupuk" Lapor Ayaa padanya. "Omong omong tuan saya ingin menunjukkan sesuatu. 'Bye bye' nah sekarang apa pelafalannya sudah benar?" Tanya dia. "Wahh kau sudah mempelajarinya ya. Pelafalanmu sudah benar kok" Pujian Yvonne sontak membuatnya cukup bangga.
"Kerja bagus kalian semua. Untuk saat ini kita memang belum memiliki penghasilan, jadi nanti saat sudah waktunya akan kupastikan kalian mendapat bayaran" Tegas Yve pada mereka bertiga. "Tak masalah tuan, kami tak menginginkan uang" Jawab mereka secara serentak. "Ohh iyaa Zero, tadi kan kau bilang tak ada yang mencurigakan. Lalu kenapa dari tadi kau terlihat gelisah. Itu juga alasanku tadi menanyaimu yakin atau tidak" Tanya Yvonne padanya. "Uhmm Tuan. Sebenarnya sekarang sedang musim kawin" Tegas Dean.
"Pfftt. Ahahaaa" Ayaa tertawa cukup keras mendengar hal itu. Setelah itu dia berpindah tepat ke belakang Zero. "Jadi kau. Jadi kau sekarang sedang birahi ya?" Ucap Ayaa sambil mengelus elus perut Zero dari belakangnya. Menanggapi hal itu Dean dan Yvonne tertawa. Tapi Yve masih bisa menahan tawanya.
"Ehmmm. Aku bisa memberimu libur satu minggu untuk mencari betina. Yahh itu jika kau mau sih" Tawar Yvonne padanya. "Tidak tuan. Bukan begitu. Anda salah paham" Tegasnya. "Ughh. Ini semua karena kau" Bentak Zero pada Ayaa, ia lalu memukul kepalanya cukup keras.
Setelah semua candaan itu, kini mereka semua kembali serius. Yve mulai mengatakan siapa target selanjutnya. "Count Hugo. Pernah terlibat dengan Hell Hound beberapa kali. Ia juga dalang dibalik penculikan beberapa orang dari suku putih. Ia mewarisi gelar Count dengan membunuh ayah dan keluarganya sendiri. Masih muda, kisaran 20 tahun. Rambut dan mata biru. Belum menikah, tapi memiliki hobi seks bebas. Dia juga seorang pedofilia. Ia penyihir yang mencapai tingkat troise. Selain itu tak ada yang istimewa padanya".
"Tuan, saya ingin bertanya. Zero memiliki rambut, telinga hewan dan ekor yang berwarna putih. Tapi suku putih yang sebelumnya anda bantu bukan suku asalnya. Apa maksudnya ini" Wajah Ayaa cukup penasaran. Sepertinya dia telah lama memendam pertanyaan ini di kepalanya. "Itu berarti banyak jumlah sukunya. Jadi kau tak bisa mengidentifikasi mereka lewat warna saja" Penjelasan Yvonne dengan metode sederhana agar dia mengerti. "Benar bukan?" Tanya Yve. "Benar Tuan" Sanggah Zero.
"Okee, kembali ke topik sebelumnya. Ayaa misi kali ini akan kau laksanakan sendirian. Apa kau bisa" Tanya Yve. "Baik, saya terima dengan sepenuh hati" Jawabnya sambil menundukkan kepala sebagai memberi hormat. Yvonne pun membuka laci mejanya. Ia mengambil beberapa koin emas disana "Ini, 4 koin emas sebagai dana. Ini juga untukmu, Salinan peta kekaisaran yang kubuat sendiri. Kuberi kau waktu lima hari" Ucap Yve sambil memberikan koin dan peta itu. "Kalian sudah boleh pergi kok" Kata Yvonne kepada mereka bertiga. "Baik" Ucap mereka serentak. Setelah itu mereka meninggalkan ruang kerja Yve.
Yve kini berjalan mendekati putrinya, Violette. Ia mengendongnya dan kembali ke meja kerjanya. Setelah itu ia memangkunya tepat di pahanya. Lalu Yve melanjutkan pekerjaannya menulis buku buku itu. Sesekali juga dia juga mencubit pipi Vio karena gemas. "Hufftt, hari ini sudah 10 buku. Jadi, mau jalan jalan?" Ucap Yvonne sembari mengendong Vio. Akhirnya mereka berdua meninggalkan ruang kerja yang membosankan itu. Tak disangka, sekarang sudah siang hari. Matahari bersinar cukup terik kali ini. Bunga bunga yang ditanam di taman mansion juga mekar dengan indahnya. Yve berjalan jalan dengan putri kecilnya itu. Setelah itu mereka kembali dan makan siang di mansion.
Hari sudah sore, sekarang Yve dan Vio sedang bersantai di taman mansion. Mereka duduk sambil menikmati biskuit dan the melati yang sebelumnya disiapkan Ayaa. Duduk dengan tenang, menikmati udara segar dan angin sepoi yang begitu sejuk. Kupu kupu juga datang mengerumuni mereka setelah selesai mengunjungi bunga bunga. Lalu, Ayaa datang dengan pakaian gelapnya mendekati mereka berdua
"Tuan. Saya sudah selesai bersiap. Saya pergi dulu. Mohon jaga diri anda" Salam dari Ayaa. "Gunakan uang yang kuberikan untuk membeli kuda. Jaraknya cukup jauh. Atau kau bisa menyewa penyihir yang bisa melakukan sihir teleportasi. Jika ada yang tak bisa kau lawan, mundur. Kau juga harus hati hati" Sanggah Yvonne.
"Yaampun, anda sampai mengkhawatirkan saya. Saya jadi merasa terhormat" Sahut Ayaa. Melihat dia mengatakan hal yang memalukan, Yve jadi cukup jengkel hingga menatapnya dengan sinis. Padahal itu memang ketulusan penuh dari hatinya. Dan karena sudah selesai berpamitan, Ayaa segera meninggalkan Tuannya itu. "Duhh dia itu. Sejak kapan sih bersikap begini" Gumam Yve.
Setelah itu, hari hari berlalu seperti biasanya. Yve masih menulis dengan ditemani Vio. Dean juga fokus dengan penelitiannya yang perlahan lahan ada kemajuan. Zero membersihkan seisi mansion hingga tak tersisa debu sedikitpun. Saat malam juga mereka semua makan malam Bersama. Dan setelah itu kembali ke kamarnya masing masing tuk melakukan aktifitas pribadi. Setelah itu mereka semua orang tertidur kecuali Dean. Ia seolah terlarut dalam pikirannya sendiri.
Paginya Yve dan Vio berjalan jalan di taman sekali lagi seperti kemarin. Yvonne menggunakan setelan biru yang cocok dengan langit cerah saat itu. Sementara itu Vio memakai kaos santai berwarna oranye cerah yang penuh ornamen hiasan disampingnya. Namun, ada sesuatu yang unik pagi itu. Vio menatap bayangan mereka berdua dengan aneh. Yvonne yang menyadari hal itu sontak menurunkannya dari gendongannnya. Saat diturunkan, otomatis bayangan tubuh Vio sendiri mendekatinya karena ia mendekati permukaan tanah. Saat itu juga dia menangis cukup kencang. Yve langsung menggendongnya kembali.
"Yaampun, tak kusangka kamu takut dengan bayanganmu sendiri" Ucap Yvonne pada putri kecilnya. Dan karena sudah berada di pelukan Yvonne, ia kembali menjadi tenang. Sedikit aneh rasanya melihat tindakannya itu. Saat itu juga terlintas pikiran iseng di kepala Yve. Ia lagi lagi menurunkan Vio mendekati permukaan tanah. Dan seperti yang dia pikirkan, dia kembali menangis menjerit ketakutan. "Ahahahaa. Yaampun, maaf maaf" Yvonne menertawakan kelakuan Vio yang begitu lucu .setelah itu dia mengangkatnya kembali.
"Ada apa tuan. Saya mendengar keributan" Ucap Zero yang datang entah dari mana.
"TAK ADA APAPUN, huh kamu menganggu momenku saja" Bentak Yve padanya. Saat itu seharusnya dia tak membentaknya, dan Yve menyadari kesalahannya itu "Ahh, maaf maaf. Tak ada yang perlu dikhawatirkan kok. Kau boleh kembali bekerja". "Baik" Jawab Zero singkat. Setelah itu dia pergi dengan cara berlari cukup kencang. Dia berlari seperti angin puting beliung.
[Tiga hari setelah kepergian Ayaa]
Malam itu angin berhembus lebih kencang dari biasanya. Para pelayan yang bekerja di Mansion milik Count Hugo masih belum beristirahat. Mereka semua kompak melakukan berbagai macam tugas. Jika ada yang ketahuan bermalas malasan pasti akan dihukum dengan begitu berat. Para prajurit penjaga juga berkeliling menjaga seluruh area mansion. Begitu banyak penjagaan yang ditempatkan di tiap sisi.
Lagi lagi Count itu akan melakukan hiburan buruknya itu. Kali ini dia kembali ke mansionnya bersama dengan seorang gadis muda yang begitu cantik jelita. Kulit gadis itu putih bersih seperti susu. Ia seperti datang dari dunia peri. Rambut hitam yang pekat juga menambah kesan cantik padanya. Tapi count itu tak peduli dari mana dia berasal. Gadis itu benar benar memikatnya, dia begitu misterius dan elegan.
Saat Count Hugo memasuki tempat tinggalnya, ia langsung disambut oleh para pelayan. Dia dan gadis muda itu melewati para pelayan seolah tak ada harga dirinya. Segera setelah itu mereka berdua menuju ke kamar Count itu. "Tuan, tentang hal 'itu' anda akan bertanggung jawab sepenuhnya bukan?" Tanya gadis itu pada pria dengan setelan yang mewah itu. "Tentu. Aku akan membayarmu dan bertanggung jawab atas semuanya" Ucap Count Hugo menenangkan gadis itu. "Baiklah, aku mengizinkanmu melakukannya tuan".
Huhh, dasar gadis bodoh. Memangnya apa bedanya dirimu dengan orang lain. Setelah aku melakukannya padamu, akan kubuang dirimua seperti mereka semua. Orang orang miskin memang begitu mudah dipancing dengan uang. Orang orang bodoh yang hanya menjadi beban untuk daerah ini. Membayar pajak saja tak sanggup. Ahh~ aku jadi tak sabar melakukan hal itu denganmu. Begitu menggairahkan jiwaku.
Mereka berdua pun sampai di depan kamar milik count itu. Count Hugo membuka pintu kamarnya. Kamar itu penuh dengan lukisan dan guci guci mewah. Dengan karpet merah yang membuatnya semakin terlihat kaya. Mereka berdua mendekati kasur luas yang terlihat begitu empuk dan lembut. Saat itu, wajah gadis muda itu terlihat begitu tegang dan serius.
Count mulai mendorongnya ke kasur. Sekarang gadis itu bisa melihat langit kamar lewat posisinya sekarang. Lalu count Hugo itu dengan santainya mulai duduk di perutnya. Ia mulai membuka kancing baju yang berada di dada gadis itu dengan begitu santai seolah olah sudah begitu mahir. "Tunggu tuan. Sebelum melakukan ini, aku ingin memeluk anda terlebih dulu" Ucap gadis itu. Sekarang si hugo menatapnya dengan begitu intens. "Baiklah" Ucapnya. Akhirnya dia mulai memeluk gadis berambut hitam pekat itu.
Saat baru mulai dipeluk, gadis itu mengarahkan tangan kanannya ke bagian belakang leher pria itu. Seketika kepalanya melayang seperti ditebas oleh sesuatu. Gadis itu dengan cepat mendorong badan pria itu ke samping agar tak terkena darah dari lehernya yang terpotong. Sekarang dia mulai beranjak dari kasur sambil berkata "Tidak seperti beliau, kau sama sekali tak layak untuk hal ini". Gadis itu mulai berdiri, kedua tangannya mulai memegang kedua telinganya. Saat itu juga, telinga elf yang dia sembunyikan dengan sihir sekarang terlihat dengan jelas. "Kau itu sampah. Tubuh, jiwa dan hatiku hanya untuk Tuan Yvonne" Gumam Ayaa perlahan lahan agar tak ada pelayan yang mendengar hal itu.
Sekarang Ayaa membatalkan seluruh sihir penyamarannya. Baju cerah yang mewah dan mencoloknya kini digantikan pakaian serba hitam. Pakaian itulah yang dia sembunyikan dengan sihir penyamarannya. Sekarang dia mulai berjalan menjauhi Kasur.
Sekarang dia berjalan mendekati pintu dan segera keluar dari kamar itu. Saat membuka pintu, ia secara tak sengaja berpapasan dengan pelayan yang juga mau memasuki kamar itu. Untuk saat ini dia masih belum ketahuan. Ayaa mencoba tetap tenang dan bersikap sealami mungkin. "Untuk saat ini Count Hugo sedang tertidur lelap. Dan katanya selama beberapa jam nanti dia tak ingin diganggu" Bisik Ayaa pada pelayan itu. "Ahh, baiklah. Nanti saya akan mengecek sekali lagi" Jawab pelayan itu dan akhirnya dia meninggalkan mereka berdua. Setelah merasa cukup jauh, Ayaa segera pergi meninggalkan semuanya. Saat itu dia tiba tiba mengingat sebuah momen.
"Ayaa, beginilah cara memenggal orang dengan baik. Pegang pisau dengan kuat dan berdirilah dibelakang korbanmu" Ucap Yve sembari berdiri di belakang kayu yang dia gunakan untuk mengajari Ayaa. "Arahkan pisau ke arah bawah. Setelah itu kunci dengan tangan dan pisaumu seperti melengkung melingkari lehernya. Ingat! pastikan bagian lenganmu menyentuh lehernya, bukan pisaumu" Kata Yve sambil mempraktekkannya di sebuah kayu. "Setelah itu Tarik dan beri tenaga, pastikan untuk menyayat secara melingkar" Kata Yve. "Bagaimana? Ini cukup berguna loh" Katanya sekali lagi. "Tapi tuan. Saya kan memiliki sihir partikel"
Saat mendengar jawabannya, Yve tampak murung dan berpikir jika ajarannya barusan takkan berguna. "Ahh, begitu ya. Mhmm" Lirihnya. "Tidak tuan, bukan begitu. Suatu saat ini pasti berguna kok" Sanggah Ayaa mencoba menghibur Tuannya yang terlihat layu karena perkataannya.
"Ehehee". Ayaa yang tengah duduk bersantai diatap mansion itu pun sedikit tertawa mengingat momen itu. Ia hanya duduk dan menikmati bintang bintang yang terlihat menghiasi langit malam. "Disaat maca mini, bisa bisanya kau tertawa. Kau meremehkan kami ya?" Suara asing itu menyapa Ayaa. Saat itu juga dia begitu kaget dan mulai meningkatkan kewaspadaannya. "Siapa kau" Bentak Ayaa.
Diujung atap mansion itu mulai terlihat dua orang gadis muda berambut hijau cerah yang mungkin seumuran dengan Ayaa. "012 dan 013. Kami eksekutif Hell Hound. Melihatmu bergerak sendiri dengan begitu percaya diri macam ini, apa mungkin kau ketua dari Assailant?" Tanya salah satu dari mereka. "Tidak kak, bos mereka tak mungkin bersikap panik dan takut macam ini" Jawab salah satu yang lain. Kedua wajah mereka terlihat sama persis, kemungkinan mereka berdua adalah saudara kembar.
Satu orang yang dipanggil kakak terlihat memiliki fisik yang lebih kuat dan berotot. Ia juga membawa sebuah pedang yang panjangnya sekitar setengah dari tingginya. Sementara itu sang adik terlihat begitu santai namun tetap mengawasi Ayaa dengan begitu teliti. Sang adik tak memegang senjata apapun, ia hanya membawa dua buah pisau kecil yang berada di kantung pada pahanya. Mereka berdua memancarkan aura mematikan yang mengintimidasi Ayaa. Jelas sekali mereka terbiasa melakukan berbagai hal kotor. Kemungkinan menang melawan mereka berdua hamper mustahil.
"Kak, formasi titik buta" Teriak 013, gadis yang disebut sebagai adik itu. Sekarang sang adik menginjak genting mansion dengan kuat. Karena injakannya barusan membuat beberapa dinding melayang di udara. Ia dengan cepat menangkap satu genting itu dan melemparnya tepat ke muka Ayaa. Genting itu menghalangi pandangannya, jadi Ayaa memotongnya dengan sihir partikelnya. Pandangannya terhalangi, lalu saat genting itu hancur terlihat sang kakak yang sudah berada di depan Ayaa. 012, sang kakak menebaskan pedangnya untuk memotong leher Ayaa.
"Sejak kapan dia berada di depanku" Pikir Ayaa dalam benaknya. Dengan cepat Ayaa menunduk menghindari tebasan pedang itu. Tapi itu sia sia. Entah sejak kapan 013, si adik sudah berada tepat di belakangnya. 013 pun mengoreskan pisaunya tepat pada pinggang Ayaa. Darah mulai keluar karena goresan itu. Saat ini dia sama sekali tak memiliki celah untuk bertahan maupun menyerang balik. Selanjutnya tendangan kaki kanan dari sang kakak membuat Ayaa terpental cukup jauh hingga hamper jatuh dari atap mansion.
Setelah itu Ayaa bangkit dari serangan mereka. Dia berdiri dengan sempoyongan dan saat itu juga Ayaa memegang bekas serangan dari 012, sang kakak. "Sial, rusukku patah" Lirih Ayaa didalam benaknya. "Aku takkan menodai nama beliau. Aku akan terus melawan hingga akhir" Saat itu juga Ayaa menebaskan sihir partikelnya pada mereka berdua. Karena melihat Gerakan tangan Ayaa, mereka berdua reflek melompat. "Aneh sekali, sihir macam apa barusan. Dan juga, masa itu tadi tanpa rapalan. Ternyata aku terlalu menyombongkan diriku" Ucap 012, si adik.
Saat itu juga terdengar suara hentakan dari kaki kuda. Saat itu juga suara itu mulai terdengar mendekat. Jelas sekali jika itu suara prajurit kekaisaran yang mendekat. "Ahh yaampun, dilihat dari suaranya mereka banyak sekali. Bagaimana adikku?" Ucap 012 pada adiknya. "Yahh lebih baik saat ini kita mundur, tak ada gunanya melawan prajurit tolol itu" Jawab sang adik. "Dan untuk kau, kita nantinya akan bertemu lagi" Ejek 012 menghina Ayaa. Tak bisa dipercaya, Ayaa mereka lepaskan dengan begitu mudahnya. Mereka berpikir bisa membunuhnya kapanpun dia mau.
"Dasar Elf Payah" Teriak si adik. Setelah itu mereka berdua melompat dari atap ke bawah mansion. Mereka menghilang tanpa terdeteksi oleh siapapun. "Jadi aku selamat ya. Tak bisa dipercaya saat itu tuan melawan tiga dari mereka sekaligus. Aku belum layak untuk mendampingi beliau, setidaknya nanti aku harus lebih kuat dari saat ini" Pada saat itu, Ayaa menanamkan hinaan mereka agar bisa menjadi lebih kuat nantinya.