Menjadi Budak

Setelah pertarungan sepihak yang telah dilalui oleh Ayaa. Dia kembali menuju mansion dengan portal teleportasinya. Memang misinya berhasil, tapi dia kembali dengan luka yang ada pada rusuknya. Saat itu juga Yve langsung menyembuhkannya. Mungkin sekitar satu minggu, tulang rusuk yang retak itu akan mulai sembuh. Ayaa menceritakan semuanya, saat itu Yve hanya menyimak dan memberi perban pada dadanya.

"Maaf Tuan. Saya sekali lagi menjadi beban" Lirih Ayaa padanya. "Ngomong apa kau, kan tugas yang kuberi sudah dilakukan dengan baik. Dan yang terpenting kau sekarang selamat bukan?" Hibur Yvonne mencoba menenangkan hatinya. Sekarang ia kembali lebih ceria. Memang dia masih muda, mentalnya masih belum cukup terlatih. Yve juga memaklumi hal itu.

Saat selesai membalus perban pada luka Ayaa. Yvonne mengendong Vio dan mereka berdua bersantai menikmati kelembutahan Kasur. Saat itu Yvonne tak membicarakan apapun selama beberapa saat. Akhirnya, sepatah kata keluar dari mulutnya. "Huhh. Situasinya mulai berbahaya ya" Katanya. "Iyaa Tuan. Para eksekutif Hell Hound itu cukup berbahaya. Kita juga masih belum memperkirakan semua kekuatan tempur mereka" Ucap Ayaa yang sedang duduk dibagian pinggir Kasur mengikuti tuannya.

"Tidak Ayaa. Kau salah, yang kumaksud bukan mereka. Cordelia de Claudia, sang putri kekaisaran ini. Dia anak ketiga sekaligus yang terakhir. Hanya dialah yang bisa memprediksi gerakanku. Dia juga yang mengerahkan prajurit istana saat itu. Rasanya dia bisa memahami apa langkahku selanjutnya diatas papan catur ini" Puji Tuan padanya. Apa ini, sebenarnya cukup jarang Tuan Yve memuji seseorang. Sehebat itukah sang putri. Aku jadi penasaran.

"Apa nanti anda akan membunuhnya?" Tanya Ayaa padanya. "Tidak. Dia mungkin akan berguna nantinya" Sahut Yvonne menanggapinya. Memang benar jika pergerakan dari Putri Cordelia cukup menganggunya, tapi Yvonne memiliki rencana untuk memanfaatkan putri itu.

"Ayaa, apa kau bisa membantuku untuk satu hal" Pinta Yvonne kepadanya. Sekarang Ayaa menatapnya dan berkata "Tentu tuan, anda tak perlu sungkan menyuruh saya". "Okee, tolong jaga Vio untuk sementara. Kamu bebas bermain dengannya atau melakukan hal lain. Ada sihir yang perlu kuteliti agar aku bisa melakukan sihir itu" Sanggah Yve. "Tentu tuan" Sambungnya.

Setelah itu Yvonne pergi ke ruang kerjanya. Disana mejanya penuh dengan catatan dan berbagai teori. Ia menulis itu saat Ayaa sedang tak berada di mansion itu. Tepat setelah dia duduk di mejanya, Ayaa datang memasuki ruang itu sambil mengendong Vio dengan kedua tangannya. Mereka berdua duduk diatas sofa empuk yang berada dipinggir ruangan. Yve tak masalah dengan keberadaan mereka asal dia bisa tetap fokus.

Yvonne mulai mencoret coret kertas yang penuh teori sihir liarnya itu, sementara Ayaa fokus mengamati Tuannya sembari memangku Vio. Yve sungguh bingung dengan yang ditelitinya hingga dia mengaruk garuk kepalanya sendiri, saat itu juga Ayaa masih mengamatinya. Saat itu juga Yve menggerak gerakkan tangannya di udara seolah sedang memperagakan sesuatu, dan lagi lagi Ayaa mengamatinya.

"Huhh, kau ini. Kau dari tadi melihatku. Apa kau tak bisa berhenti melakukan itu?. Aku jadi tak bisa fokus" Tegas Yvonne pada Ayaa yang terus mengamatinya sejak awal memasuki ruang kerja itu. "Maaf tuan. Tapi, di wajah anda ada sesuatu" Jawabnya menanggapi perkataan Yve. Ucapannya itu membuat raut wajah Yvonne terlihat sedikit terkejut. "Ehh. Ada apa?" Katanya sembari tangannya bergerak mencari sesuatu hal yang aneh pada wajahnya. Dia mengira mungkin ada bekas makanan atau mungkin saja tinta. "Dimana" katanya sekali lagi.

"Ada kecantikan tuan". Mendengar perkataan Aya aitu, Yve langsung diam membeku seribu Bahasa. Dia lalu menutupi wajahnya yang mulai memerah dengan kedua tangannya. "Ehee" Tawa kecil dari Ayaa. Setelah itu Yvonne mulai membuka tangan yang menutupi wajahnya. Ia bangkit dari duduknya dan berdiri dengan tegas. "Ughh, kau ini" Ucapnya sambil melempar pena tepat kearah Ayaa. Saat dia melakukan itu, wajahnya terlihat benar benar merah.

Ayaa yang sudah puas menggoda Yve itu segera berdiri dan menghindari lemparan pen aitu. Dia pun kabur meninggalkan Yvonne sendirian di ruang kerjanya. "UGHH. Dia terkadang minta dipukul dengan balok kayu" Ujar Yvonne. Setelah itu dia melirik tepat kea rah mejanya, banyak catatan yang belum dia selesaikan. "Alurnya belum terlihat sama sekali. Sepertinya ini akan berjalan sedikit lama" Katanya sembari kembali duduk. Lalu dia pun melanjutkan menulis teori sihir itu.

Setelah hal itu Yve sama sekali tak keluar dari ruangannya. Tak seperti sebelumnya yang begitu memfokuskan dirinya untuk menulis, kali ini dia tak memaksakan tubuhnya seperti itu. Dia memang fokus dengan penelitiannya, tapi tak sampai memasuki the flow seperti sebelumnya. Ayaa dan Zero juga sesekali memmasuki ruangan kerja Yve untuk mengantarkan makanan.

Hari sudah begitu larut. Ayaa sedari tadi sudah menemani Vio hingga tertidur lelap di kamar Yvonne. Setelah itu karena tuannya tak kunjung memasuki kamarnya itu. Ayaa menjadi cukup khawatir hingga mengecek ke dalam ruang kerja Yve. Disana terlihat Yve sudah tertidur pulas di mejanya. Mungkin ia tak sengaja tertidur saat merangkai penyelesaian yang ditulis sebelumnya.

"Yaampun tuan. Anda seharusnya lebih memperhatikan kondisi tubuh anda" Ujar Ayaa. Saat itu ia begitu penasaran. Memangnya apa yang sedang dikerjakan Yvonne hingga seperti ini. Ayaa mulai mengamati lembaran lembaran kertas catatan yang berada diatas meja. Setelah itu dia mengambil satu diantaranya dan mulai membacanya. "Ahh. Jadi ini. Memang susah sih belajar sihir tanpa guru" Gumam Ayaa berbicara dengan dirinya sendiri. Setelah itu dia meletakkan kembali catatan itu dan mulai mengendong Yvonne.

Dia mengendongnya dengan kedua tangannya. Yve begitu terlelap dengan tidurnya hingga tak menyadari hal itu. Setelah itu Ayaa menuju kamar milik tuannya itu. Dia membaringkannya tepat disamping Vio. Ayaa juga menyelimutinya supaya tak kedinginan. "Selamat malam tuan. Selamat tidur. Semoga anda bermimpi indah" Bisiknya. Setelah itu dia kembali ke kamarnya sendiri dan mulai tidur.

Lalu keesokan harinya pada pagi hari. Yvonne bangun kesiangan hingga melewatkan beberapa jam. Dia tak tahu entah kenapa bisa berada di Kasur. Disampingnya juga tak ada Violette yang biasanya tidur dengannya. "Ahh, mungkin dia Bersama Ayaa" Pikirnya. Setelah itu dia merapikan rambutnya dan segera turun ke lantai satu. Disana sudah ada Zero, Dean, Ayaa dan Vio yang duduk santai di pangkuan Ayaa. Mereka semua sudah berada di meja makan. "Selamat pagi tuan" Sambut Ayaa kepada tuannya yang baru bangun dari tidur lelapnya. "Ayo tuan kita makan bersama sama" Ajak Zero padanya. "Ya, dia benar. Mumpung daging yang barusan kupanggang masih hangat" Sahut Dean.

Setelah itu dia mulai duduk dikursinya dengan perlahan. Ia menyadari jika disebelah kanan piringnya ada buah Machiato yang sudah dipersiapkan untuknya. Buah dari dunia ini yang terlihat seperti apel namun berwarna oranye kecoklatan. Buah ini biasa dugunakan untuk meredakan lelah setelah bekerja dan bisa menambah energi. Efeknya hampir mirip dengan minuman berenergi. Tapi tentu buah ini tak bagus untuk tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah banyak sekaligus.

"Itu buah macchiato tuan. Akhir akhir ini anda bekerja terlalu keras bukan?" Ucap Ayaa pada Yve. "Saya sudah menyadarinya. Saat anda membalut dadaku dengan perban, saat itu anda memiliki kantung mata hitam" Sambungnya. "Iyaa, Terimakasih" Jawab Yvonne. "Selamat makan untuk kalian semua" Kata Yvonne pada mereka semua. "Selamat makan juga Tuan" Jawab mereka bertiga dengan kompak.

Mereka semua makan dengan lahap. Daging rusa yang ditangkap Zero juga terasa begitu empuk. Daging yang dipotong dengan mengikuti arah seratnya, hal itu membuatnya empuk saat berada dilidah. Ditambah dengan tungku khusus yang sebelumnya dibuat oleh Dean. Lalu dilengkapi dengan saus pedas khas Elf yang berada ditengah meja. Mereka semua kompak dalam melakukan bagiannya masing masing.

Tapi tentu Vio tak ikut memakan daging daging itu. Hanya orang bodoh yang akan memberikan hal macam itu kepadanya sebagai makanan pokok. Dia hanya memakan beberapa daging yang sudah dipotong kecil kecil sebagai menu pendamping. Selain itu juga ada beberapa buah yang sudah dilembutkan. Hal macam itu bagus untuk masa pertumbuhannya.

"Dean, bagaimana penelitianmu?" Tanya Yvonne padanya. Sebelum menjawab dia menelan daging yang dia kunyah terlebih dahulu. "masih sekitar 37%" Jawabnya dengan cermat. "Zero, bagaimana keadaan hutan akhir akhir ini?" Tanya Yvonne padanya. "Kemarin ada beberapa jenis burung yang bermigrasi. Selain itu ada tiga orc yang terlihat diarah timur. Mereka tak terlihat mencurigakan" Jawabnya. "Ayaa, sekali lagi aku memintamu untuk mengasuh Vio". "Tentu, dengan senang hati saya lakukan" Ujarnya.

Setelah selesai makan, mereka semua berpencar melakukan tugasnya masing masing. Yvonne mandi tuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu dia kembali ke ruang kerjanya untuk lanjut meneliti. Akhirnya dengan usaha kerasnya, hal yang dia teliti itu nantinya akan terpecahkan.

Pada saat itu, langit terlihat berwarna oranye yang begitu cerah. Tanda jika waktu mulai memasuki sore hari. Saat itu Zero mencoba kembali ke markas secepat mungkin. Dia ingin melaporkan sesuatu yang begitu penting. Saat mendekati markas, sudah ada Ayaa yang berjalan jalan santai di sekitar mansion sembari mengendong Vio. Zero menceritakan apa yang dilihatnya pada dia terlebih dulu.

Setelah mendengarkan hal itu, Ayaa menyarankan jika lebih baik memberitahu Yvonne juga. Karena dia pasti marah jika tak melaporkan hal detail sedikitpun. Ayaa juga berpikir jika Tuannya pasti akan memanfaatkan momen ini untuk rencana berikutnya.

Mereka berdua membuka pintu mansion dan mulai melangkah masuk. "Ahahaaa. Ahahahaa. Akhirnya sudah selesai, masalah ini sudah kupecahkan". Ayaa dan Zero melihat Tuannya yang kegirangan karena suatu hal. Yve tertawa dengan begitu puas karena pencapaiannya. Setelah itu, Yve yang menyadari ada Ayaa dan Zero di aula lantai satu, dia langsung melompat menuju mereka berdua dari lantai dua. "HUFT. Ayaa, Zero, urusanku sudah selesai. Jadi, wajah kalian terlihat seperti itu" Ucap Yvonne sambil mengamati mereka berdua. "Past ada hal penting yang perlu kalian laporkan bukan?" Katanya sekali lagi.

"Ahh. Jadi begini tuan. Dari arah tenggara, sekitar 400 mot (800 meter) dari mansion. Aku melihat ada sekelompok orang yang menculik beberapa Licanthrope. Menilai dari warna rambut mereka, kemungkinan dari suku biru muda Tuan. Sekelompok orang itu sedang beristirahat hingga membuat api untuk memasak. Aku menyadari kehadiran mereka juga dari asap yang ditimbulkannya" Kata Zero secara terperinci kepada Yve.

Mendengar hal itu, Yve diam cukup lama. Dia berpikir sebaiknya tindakan apa yang akan dia lakukan. Setelah itu, dia tersenyum seolah sudah mencapai sesuatu. "Ahh~ kebetulan sekali aku perlu menguji teoriku. Aku sudah memutuskannya. Kita akan pergi membantu mereka. Ini cukup menguntungkan untuk membangun relasi dengan suku itu" Responnya. "Kalian berdua pergilah dulu. Bereskan semuanya, nanti aku akan menyusul. Ada satu racun yang harus kuambil" Perintahnya pada mereka berdua. "Baik, kami berangkat". Mereka berdua pun mulai berbalik arah dan keluar lewat pintu mansion.

"Ohh iyaa" Ucapan Yvonne menghentikan langkah kaki mereka berdua. "Usahakan jangan membunuh mereka semua" Sambungnya. "Yahh, itu sedikit sulit sih. Tapi kami pasti bisa" Sanggah Zero menanggapinya. "Cukup sulit, apalagi dengan sihir partikel ini. Tapi saya bisa menahan diri" Sahut Ayaa. "Kami pergi dulu. Akan kami pastikan ada kabar baik" Ucap Zero. Setelah itu mereka berdua benar benar pergi.

Sebelumnya, Yve sudah mengambil Vio kembali yang tadinya dia titipkan kepada Ayaa untuk diasuh. Sekarang dia pergi ke labolatorium milik Dean. Dia menyuruhnya untuk berhenti sementara dengan penelitiannya untuk menjaga Vio. "Dean, apa kau memiliki beberapa botol racun disini?" Tanya Yve padanya. "Ada sih. Tapi untuk apa?" Tanya dia dengan kebingungan. Ia mulai membuka sebuah laci dan mengambil sebotol racun dari sana.

"Yahh, Hanya untuk kuminum sih" Jawab Yvonne dengan begitu enteng. "Ohh. Ehh, tunggu. Kau serius?" Katanya dengan nada dan muka yang begitu terkejut. "Tenang saja, aku tak berniat mati kok. Omong omong aku perlu dua botol" Katanya. "Ughh, baiklah. Aku percaya padamu. Jangan mati dulu sebelum menemukan ayahku" Sahutnya sambil membuka laci dan mengambil satu botol sekali lagi. Setelah itu dia memberikannya pada Yvonne.

"Yang ini apa efeknya" Tanya dia sambil menggengam botol itu. "Itu dari bunga embun salju. Bunga itu ku ekstrak, lalu kuencerkan dengan air. Efeknya akan membuatmu pusing dan mual, lalu muntah darah. Racun ini begitu mengacaukan organ pencernaan. Itu juga akan mengacaukan pernafasanmu. Sebenarnya ini bisa dijadikan obat untuk asma jika diolah dengan benar" Jelasnya. "Mhmm. Okee. Ingat, jangan lalai menjaga Violette. Jika ada sesuatu yang terjadi padanya aku takkan segan menghukummu" Ucapnya sambil memasukkan dua botol itu ke kantungnya. "Iyaa, tenang saja" Sahutnya. Setelah itu Yve meninggalkan mereka berdua.

Yvonne mulai keluar dari mansion. Dia berlari dengan cepat ke arah tenggara. Ia juga melihat sekelilingnya untuk mencari sisa jejak yang ditinggalkan Zero. Padahal dia tak meninggalkan jejak dengan sengaja, tapi Yve mengetahui kemana mereka pergi dengan cara mencari bekas perjalanan mereka. Dia melakukan itu dengan terus menerus dan tetap bergerak ke arah tenggara.

Dari kejauhan dia mulai melihat mereka, Zero dan Ayaa. Mereka berdua sudah selesai meringkus rombongan pedagang budak itu. Gerobak pengangkut dan kereta kuda milik mereka juga sudah diikat. Itu semua agar mereka tak bisa kabur. Mereka diikat, di wajahnya juga terlihat beberapa luka memar seperti dipukul dengan benda keras. Ada juga luka cakaran dan tebasan di beberapa bagian tubuh mereka. Mereka berdua memenuhi perintah Yvonne dengan baik. Sudah jelas jika Ayaa dan Zero berusaha tak memberikan luka fatal pada mereka.

Yvonne melambatkan kecepatannya, dan akhirnya berhenti di dekat mereka semua. Dia berjalan menuju Ayaa dan Zero. "Kalian berdua, kerja bagus" Pujinya. "Terimakasih atas pujiannya tuan" Jawab Zero. "Ehehee. Terimakasih tuan. Kami menahan diri dengan baik" Sahut Ayaa. Setelah memuji mereka berdua, Yvonne mendekati rombongan para pedagang budak yang sebelumnya telah diikat.

"Kalian bawahan siapa? Lalu dimana markas pusat pergadangan budak kalian?" Tanya Yvonne pada mereka semua. Seseorang yang terlihat seperti pemimpin mereka pun angkat bicara. Dia mengenakan rompi yang terbuat dari kulit berwarna kecoklatan. Dia juga menutupi satu matanya seperti seorang bajak laut. Yahh walau hal macam itu tak ada di dunia ini. "Hahh?" Bentaknya menjawab Yvonne. "Kau kira kami akan mengata-". "Potong kakinya" Ucap Yvonne. Hanya dengan perintah itu saja, Ayaa langsung memotong kakinya dengan tebasan partikelnya.

Yvonne berjalan dengan begitu dingin mendekati pria itu. Sorot mata pria itu terlihat begitu beringas saat menatap Yve. Dia bergeliat seperti belatung karena kakinya dipotong. Yvonne menarik kerahnya lalu berkata "Mhmm. Memangnya mulutmu itu cuma hiasan? Kalau begitu kau tak membutuhkannya bukan?" Katanya. "Cabut lidahnya" Perintah Yve sekali lagi. Setelah itu Zero dengan sigap menarik pria malang itu. Dia mencekik lehernya, lalu memasukkan tangannya ke mulut pria itu. Naas, kini lidahnya benar benar dicabut. Dia berteriak hingga suaranya serak, tapi tak dihiraukan oleh Yvonne.

"Ohh iyaa. Kau tadi menatapku dengan hinaan. Aku tak suka itu" Kata Yvonne yang sudah berjalan menjauhinya tanpa menengok ke belakang sedikitpun. "Ayaa, kau paham kan?" Tanya Yve. "Baik Tuan". Mendengar hal itu, pria itu mencoba kabur. Tapi dia sudah tak memiliki kaki, tangannya juga diikat kebelakang dengan tali. "Ngnn. Mmmhmmng" Desahnya sekuat tenaga, ucapannya tak begitu jelas karena dia sudah tak memiliki lidah. Dia menggerakkan dagunya sendiri untuk menjauhi Ayaa. Pria itu menyeret tubuhnya menjauh dengan kekuatan dagunya itu. Kini tak ada ubahnya seperti sampah. "Setelah itu bunuh dia" Ucap Yvonne.

Ayaa hanya mengambil langkah seperti berjalan untuk mendekati pria itu. Karena bagaimanapun kecepatannya itu lebih lambat jika dibandingkan dengan jalan kaki. Setelah itu tepat seperti yang diperintahkan, Ayaa benar benar mencabut matanya dengan sihirnya. Dia melakukannya tanpa terlihat sedikitpun keraguan dari matanya. Setelah itu dia memenggalnya dengan sihir partikel. Lalu menyeretnya ke dekat Yvonne yang berdiri tegas di dekat para pedagang budak itu.

Yvonne duduk diatas mayat pria itu, dia juga menyilangkan kakinya. "Sekarang, beritahu aku semuanya jika kalian tak ingin sepertinya" Ucap Yvonne sambil mengelus elus mayat yang didudukinya itu. Mereka semua merasakan terror. Mereka terpaksa menjelaskan semuanya kepada Yve jika masih ingin hidup. Semuanya menceritakan mulai dari rute perjalanan mereka, bagaimana cara menculik budak itu, lalu tempat penjualan budak yang disebut "Slave Association".

Tempat itu merupakan pusat perdagangan budak. Disana tempat semua pedagang menjual budaknya. Para penculik juga bebas menjual hasil buruannya ke tempat itu. Tempat itu memiliki banyak cabang yang sudah tersebar di berbagai tempat kekaisaran ini. Dan rombongan yang ditawan Yvonne tadi akan pergi ke salah satu cabangnya. Tempat kotor itu juga sering didatangi para bangsawan untuk pelelangan maupun pembelian biasa. Dan demi privasi, semua pembeli di sana menggunakan topeng untuk menutupi wajahnya.

Mendengar cerita mereka semua, Yve tersenyum sambil berkata "Sudah kuduga". Ayaa melirik kepada tuannya itu, dia pun tersenyum seolah ikut bangga. "Kalian, aku akan menyamar menjadi budak. Bawa aku ke tempat itu dan jual aku disana" Perintah Yvonne ke rombongan itu. "Ehh, tidak. Kau pasti akan mengacaukan tempat itu bukan?. Kami tak bisa melakukannya. Jika kami melakukan itu, kami akan dibunuh" Kata seseorang mewakili mereka semua.

Mendengar hal itu, Yvonne hanya melakukan hal sederhana. Yve bangkit dari duduknya, dia berjalan dengan penuh ketenangan mendekati kereta yang mereka bawa. Dengan kaki kanannya, dia menendang kereta barang itu satu kali. Karena serangannya, kereta barang itu menjadi hancur, puing puingnya terbang ke udara. Rodanya menggelinding diatas permukaan tanah. Kini hanya tersisa dua dari tiga kereta barang saja. "Hiyyhhh" Ucap salah satu dari mereka ketakutan.

"PILIH" Bentak Yve pada mereka. "Mau mati sekarang ditanganku. Atau mati nanti setelah mengantarku" Bentaknya kepada mereka semua. "Setidaknya kalian masih memiliki waktu jika dikejar oleh orang dari Slave Association bukan?" Cemoohnya. Mereka dihadapkan dengan dua pilihan yang berbahaya. Namun akhirnya mereka memilih membantu Yvonne. Walaupun nantinya akan ada kekacauan ditempat perkumpulan budak, tapi masih ada jeda waktu untuk kabur.

"Ayaa, bebaskan semua Licanthrope dari suku biru muda" Perintah Yve padanya. Setelah dibebaskan, para Licanthrope itu mendekati Yvonne. "Terimakasih" Ucap semua Lican itu kepada Yve. Setelah itu mereka mulai berjalan untuk pergi. "Siapa bilang kalian boleh kembali. Sini, aku takkan melukai kalian kok" Seru Yvonne kepada para lycanthrope. Walaupun sedikit takut, mereka semua mendekati Yvonne. Mereka percaya diri takkan dilukai olehnya.

"Nona, kita nantinya akan pergi ke tempat perkumpulan budak bukan? Tapi itu mungkin sedikit sulit. Kami semua sekarang berjumlah tiga belas orang, tapi tiap gerobak kereta hanya bisa menampung lima orang. Itu tadi karena kamu menghancurkan satu gerobak" Kata mereka. "Haa? Jadi Cuma itu toh. Tenang saja, aku punya solusinya" Ucap Yvonne. Yve menggerakkan tangannya dan memenggal tiga orang secara acak dengan sihir partikelnya.

"Zero, seret satu orang kemari. Entah siapapun itu" Perintah Yvonne kepada Zero. Setelah mendengar hal itu, Zero langsung menyeret satu orang diantara mereka. Yvonne pun mengambil dua botol racun yang tadi dia simpan. "Ini racun dari bunga embun salju" Ucap Yve sambil meminumkannya satu botol penuh ke seseorang yang diseret Zero. Kini Yvonne juga meminum racun itu dari satu botol yang tersisa. Ayaa dan Zero yang melihat hal itu menjadi begitu terkejut. Mereka berdua tak tahu apa yang akan dilakukan tuannya. Tapi wajah Ayaa menjadi begitu tenang, dia percaya jika Yve memiliki kekebalan terhadap racun.

Pria yang dipaksa meminum racun itu mulai keringat dingin. Tak lama kemudian, dia memuntah makanan yang dia cerna dan juga sesak nafas. Setelah itu diikuti dengan muntah darah. Sekarang organ pencernaannya sudah rusak. Semuanya sesuai dengan yang diucapkan oleh Dean. Tapi Yve yang meminumnya tak menunjukkan hal itu sama sekali. "Tuh, kalian bisa lihat sendiri bukan?. Aku memiliki kekebalan racun. Jika diperjalanan nanti kalian mencoba meracuniku, itu percuma saja" Ucapnya dengan begitu sombong.

"Ayaa, ikut aku sebentar. Ada yang ingin kuberitahu. Zero, kau tetap disini. Jaga mereka agar tidak kabur". Yvonne pun pergi menjauhi mereka semua dan diikuti oleh Ayaa. Mereka berdua berjalan cukup jauh sehingga tak terlihat oleh pedagang budak itu. Yve mulai memuntahkan racun yang tadinya dia minum. Tubuhnya terlihat berkeringat dan lemas. "Tunggu tuan, jadi anda tak memiliki kekebalan racun?" Tanya Ayaa yang khawatir padanya.

Yvonne mengatur nafasnya dengan terengah engah. "Tentu tidak. Aku menggunakan Teknik dari yoga untuk menahannya. Aku menahan racun itu di kerongkongan sehingga tak sampai menuju lambung. Tapi sepertinya ada beberapa tetes yang memasuki lambungku" Bisiknya sambil menahan racun yang mulai menyebar. "Ughh. Anda seharusnya tak perlu melakukan itu" Lirih Ayaa Kepadanya. "Tentu itu perlu, aku nantinya juga akan memakan makanan yang sama dengan mereka. Aku melakukan itu agar mereka tak meracuniku saat itu" Tegas Yvonne. Sekarang dia berdiri dengan tegap, tubuhnya terlihat baik baik saja sekarang. Dia benar benar bisa menahan efeknya dalam dosis kecil itu. "Baiklah Tuan, apa rencananya"

Sekarang Yvonne menjelaskan dengan begitu detail apa yang harus Ayaa lakukan. "Kau dan Zero nanti pergilah ke suku lycanthrope yang tadinya dikurung. Temuilah kepala suku mereka, ajukan hubungan baik dengan suku mereka. Kita harus membangun kerjasama dengan mereka. Setelah itu ajak mereka dan suku putih untuk menyerang cabang tempat perbudakan itu" Penjelas Yvonne kepada Ayaa.

"Aku akan mencari informasi dari dalam, kau dari luar. Aku akan mencari berbagai kelemahan mereka dan kapan waktu yang tepat untuk menyerang. Pastikan untuk menyamarkan petarung terkuat yang dibawa oleh dua suku itu. Mereka harus bersembunyi di tempat yang cukup jauh dari Slave Association. Hanya kau dan Zero akan bertugas untuk mengawasi mereka dari dekat. Pastikan posisi kalian semua tak ketahuan" Kata Yvonne sekali lagi.

"Tuan, izinkan saya bertanya" Ucap Ayaa. "Tanyakan saja apapun yang kau mau" Sambung Yvonne. "Kenapa posisi para lycanthrope yang kami bawa harus dissembunyikan cukup jauh?" Tanya dia. "Agar mereka tak meninggalkan jejak sedikitpun. Aku takut akan ada masalah nantinya" Jawab Yve. "Lalu bagaimana kita nantinya akan bertemu tuan?" Tanya Ayaa sekali lagi. "Aku akan memberikan tanda, lalu kalian berdua akan kutemui sendiri" Sambungnya."Baiklah Tuan, semoga beruntung" Tuturnya.

"Lalu untuk sentuhan terakhir. Aku perlu melakukan ini" Ungkap Yvonne sambil mulai melakukan sesuatu. Dia mulai membenturkan kepalanya ke pohon. Lalu dia mulai memukul tangan dan kakinya sendiri. Setelah itu dia lanjut memukul tubuhnya. Dan itu semua diakhiri dengan berguling guling diatas tanah. "Tuan, Apa yang anda lakukan. Kenapa anda menyakiti diri sendiri" Racau Ayaa melihat kelakuan Tuannya. "Tentu untuk menyamar menjadi budak. Lebam seperti dipukuli, tubuh berdebu seperti diseret. Itu ciri khas budak bukan?" Cibirnya.

"Yahh, tapi ini masih kurang" Kata Yvonne. "Tidak tuan. Tubuh anda sudah cukup terluka" Sahut Ayaa. "Bukan itu maksudku. Kau kembalilah ke tempat pedagang budak itu. Cari baju lusuh yang biasa digunakan budak. Mereka pasti memilikinya" Perintah Yve padanya. "Baik, mohon tunggu sebentar". Ayaa pun pergi untuk melakukan hal yang diperintahkan Yve.

Tak lama kemudian, dia benar benar kembali dengan baju lusuh macam itu. Yve pun segera melepaskan pakaiannya sendiri, lalu dia mengenakan pakaian yang diberikan Ayaa. Penuh lubang di beberapa tempat. Ada tambalan kain juga di beberapa bagian. Warna coklat tanah juga membuatnya makin terlihat mengenaskan. Potongan baju di bagian bawahnya malahan lebih tinggi dari lutut. Hal itu membuat luka memar di pahanya menjadi terlihat. Sementara itu bagian atasnya terlihat seperti kaus kutang wanita.

Baju yang sebelumnya dia kenakan, Yvonne memberikannya kepada Ayaa untuk dia simpan. Setelah itu, Ayaa mengendus aroma tubuh Yvonne yang ada di baju itu. "Mesum" Hina Yvonne. "Ini hanya kepada anda tuan" Katanya. "Hanya anda" Katanya sekali lagi. "Yasudah, ayo kita kembali" Ajak Yvonne yang mulai berjalan kearah pedagang budak dan menjauhi Ayaa. Lalu Ayaa mengikutinya tepat dibelakang Yve.

"Ayaa, ingat yang kukatakan tadi" Bisik Yvonne. "Tentu Tuan" Jawabnya. "Baiklah, sekarang antarkan lycanthrope ini kembali" Perintah Yve kepada dua bawahannya. "Kalian. Kalian punya rantai besi kan? Gunakan itu padaku" Tanya Yvonne sambil memotong tali yang mengikat para pedagang budak itu. Dia memotongnya dengan sihir partikel miliknya sendiri. Rombongan pedagang budak itu tak ada pilihan lain selain mengikuti perintahnya. Dan sekarang tangan dan kaki Yvonne sudah mereka rantai. "Ayaa, Zero. Kita berpisah disini" Salam perpisahan sementara darinya. "Mohon jaga diri Tuan" Jawab Zero. "Hati hati tuan. Semoga beruntung" Sambung Ayaa.

Kini mereka semua berpisah. Perlahan lahan jarak diantara mereka mulai memanjang. Ayaa dan Zero pergi ke arah utara untuk mengantar para lycanthrope dari suku biru muda kembali ke tempatnya. Lalu Yvonne Isabelle pergi ke arah selatan tenggara. Ayaa begitu khawatir, namun dia memilih mengikuti rencana dan perkataan Yvonne. Entah takdir apa yang akan menunggu mereka.