Jejak yang Hilang

Hari-hari terasa semakin panjang. Walaupun aku berhasil menghadapi Pemangsa Utama di hutan, itu tidak berarti aku telah menang. Itu hanya sebuah pertempuran dalam perjalanan panjang yang masih penuh dengan ketidakpastian. Aku harus menemukan lebih banyak lagi tentang siapa aku sebenarnya dan apa yang telah dilakukan pria itu padaku. Apakah aku benar-benar bisa mengalahkan takdirku, atau akankah aku jatuh menjadi bagian dari dunia gelap yang dia ciptakan?

Malam itu, aku kembali ke perpustakaan tua. Suasana di dalamnya lebih sunyi dari biasanya. Hanya suara lembaran buku yang bergesekan dan langkah kakiku yang menggema. Aku tidak tahu apa yang aku cari, tetapi aku tahu aku harus menemukan lebih banyak. Ada satu pertanyaan yang terus menghantuiku—apa yang sebenarnya membuat Pemangsa Utama begitu kuat? Apa yang membedakan mereka dari pemangsa biasa, dan bagaimana aku bisa menghadapinya?

Perpustakaan itu terasa seperti sebuah labirin. Rak-rak buku tua yang berdebu, terikat dengan tali-tali usang, dan setiap buku tampak seperti menyembunyikan rahasia yang hanya bisa diungkap dengan kesabaran yang luar biasa. Aku terus mencari, menelusuri setiap buku yang ada. Hingga akhirnya, aku menemukan sebuah buku yang terlihat lebih tua dari yang lainnya. Di sampulnya tertulis "Rahasia Pemangsa Utama: Kekuatan yang Terpendam."

Dengan hati-hati, aku membuka buku itu. Halaman pertama menggambarkan simbol yang tidak aku kenali—sebuah lingkaran dengan garis yang bersilang di tengahnya, di mana setiap garis berakhir pada titik-titik kecil yang tampaknya mewakili sesuatu yang lebih besar. Aku membalik halaman-halaman berikutnya dengan cepat, sampai akhirnya aku menemukan bab yang membahas kekuatan Pemangsa Utama.

"Pemangsa Utama bukan hanya makhluk yang diberkahi dengan kekuatan luar biasa. Mereka juga memiliki akses ke sumber energi kuno yang disebut 'Energi Kegelapan'. Sumber ini adalah kekuatan yang mengalir melalui alam semesta, membawa keseimbangan antara cahaya dan gelap. Pemangsa Utama menjadi penghubung antara dunia ini dan dunia lain yang tidak terlihat oleh manusia biasa."

Aku membaca kalimat itu berulang kali, mencoba memahaminya. "Energi Kegelapan." Apa itu? Bagaimana Pemangsa Utama bisa mengaksesnya? Apakah itu alasan mengapa mereka begitu kuat?

Di bawah penjelasan itu, ada catatan kecil: "Hanya Pemangsa Utama yang bisa mengakses Energi Kegelapan secara langsung. Mereka yang mencoba melawan atau menentang mereka tanpa memahami sumber ini akan menghadapi akibat yang menghancurkan."

Aku menutup buku itu sejenak, merenung. Jika Pemangsa Utama memiliki akses ke Energi Kegelapan, berarti mereka bisa mengendalikan lebih dari sekadar fisik atau pikiran. Mereka bisa mempengaruhi alam semesta itu sendiri. Dan jika aku ingin melawan mereka, aku harus memahami energi itu.

Namun, saat aku menelusuri lebih jauh ke dalam buku itu, aku menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan. Dalam salah satu halaman yang hampir robek, tertulis: "Ada satu cara untuk memutuskan hubungan dengan Energi Kegelapan. Namun, itu membutuhkan pengorbanan besar—pemangsa harus mengorbankan bagian dari diri mereka yang paling berharga."

Apa artinya itu? Apa yang harus kuorbankan? Dan apakah aku siap melakukannya?

Aku tidak tahu jawabannya, tetapi ada sesuatu dalam diriku yang merasa semakin terikat dengan pencarian ini. Aku harus tahu lebih banyak. Aku harus mencari cara untuk menghentikan Pemangsa Utama. Jika itu berarti aku harus mengorbankan sesuatu, maka aku harus siap—meskipun ketakutan itu menggerogoti bagian dalam diriku.

---

Beberapa hari kemudian, aku kembali ke hutan, kali ini dengan tekad yang lebih kuat. Aku telah belajar banyak, tetapi masih banyak yang harus kulakukan. Di dalam diriku, ada perasaan yang lebih mendalam—sebuah panggilan untuk menemukan lebih banyak tentang diri ini, tentang kekuatan yang mengalir dalam darahku. Aku harus belajar mengendalikan Energi Kegelapan, dan untuk itu, aku harus menghadapi lebih banyak dari apa yang ada di dalam diriku.

Aku menatap hutan yang kini tampak lebih gelap, lebih mengintimidasi. Namun, tidak ada rasa takut yang menguasai diriku. Ada rasa penentuan yang lebih kuat, lebih menuntut. Aku tidak datang ke sini untuk melarikan diri. Aku datang untuk bertarung, untuk menemukan kekuatanku yang sejati.

Tiba-tiba, sebuah suara terdengar di belakangku, membuat tubuhku kaku. Aku menoleh dan melihat pria itu, Pemangsa Utama, berdiri di sana, menatapku dengan mata yang menyala merah.

"Karla," katanya dengan suara yang dalam dan menakutkan. "Kau kembali. Aku pikir kau sudah menyerah."

Aku tidak menjawab. Sebaliknya, aku maju selangkah, menatapnya tanpa rasa takut. "Aku tidak akan menyerah. Aku akan mengakhiri ini, dan aku tahu caranya."

Dia tertawa, tapi ada kekhawatiran yang tampak di wajahnya. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku? Kau pikir dengan menguasai kekuatanmu, kau bisa menghentikan takdirmu?"

Aku mengangguk, mataku tetap terkunci pada matanya. "Ya, aku tahu apa yang harus kulakukan."

Dia mengamati sejenak, lalu menghela napas. "Kau memang berbeda dari yang lain. Tapi jangan pikir ini akan mudah, Karla. Mengakses Energi Kegelapan bukanlah hal yang bisa kau kendalikan begitu saja."

Aku tahu itu. Aku tidak berharap segalanya akan mudah. Tapi aku sudah siap menghadapi konsekuensinya. Aku sudah siap untuk mengorbankan apa pun yang diperlukan.

Dia melangkah maju, dan aku bisa merasakan tekanan di udara. "Kau harus tahu satu hal, Karla. Takdir kita sudah ditentukan. Dan meskipun kau mencoba menghindarinya, pada akhirnya, kau akan menjadi seperti aku."

Aku tersenyum tipis. "Aku tidak akan menjadi seperti kau. Aku akan mengubah takdirku."

Dan dengan itu, pertempuran dimulai lagi.

Pertarungan kali ini berbeda. Di hadapanku, Pemangsa Utama berdiri dengan kekuatan yang lebih besar, dan aku bisa merasakannya. Udara di sekitar kami dipenuhi ketegangan, seolah-olah dunia itu sendiri menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kami berhadapan, mata kami terkunci dalam pertempuran diam yang seolah-olah sudah berlangsung sejak lama. Tentu saja, ini bukan hanya soal fisik. Tidak, ini lebih dalam daripada itu. Aku bisa merasakan bahwa Pemangsa Utama menguji kekuatan mental dan emosionalku. Dia tahu aku sedang mencari cara untuk mengendalikan Energi Kegelapan, dan dia tahu betul bahwa itu adalah kekuatan yang bisa mengalahkannya.

Tiba-tiba, dengan gerakan cepat yang tidak terduga, dia melompat ke arahku, tangannya yang terulur seolah mengincar leherku. Tanpa berpikir, aku melompat mundur, menghindari serangan itu dengan hanya selisih beberapa inci.

"Aku tidak akan memberimu kesempatan itu," kataku, menahan napas dan merasakan adrenalin yang mengalir deras.

Dia tersenyum dingin. "Kau sudah tahu, Karla. Ini bukan tentang kesempatan. Ini tentang takdir. Dan takdirku adalah mengendalikanmu."

Aku tidak memberi kesempatan untuk kata-katanya menghentikan gerakku. Dengan tubuh yang lebih lincah, aku melancarkan serangan balik, mengarahkannya ke tubuhnya. Kali ini, aku tidak hanya bergantung pada kecepatan atau kekuatan. Aku mencoba memusatkan energi yang kutemukan dalam diriku, energi yang seolah-olah membentuk dirinya sendiri dalam tubuhku.

Aku merasakan sebuah aliran energi yang asing namun kuat. Energi yang gelap, yang aku mulai pahami. Itu bukan hanya sebuah kekuatan fisik; itu adalah sebuah kekuatan mental, yang memanfaatkan ketakutan dan kemarahan, namun tetap bisa dikendalikan jika kita bisa menemukan keseimbangan.

Pemangsa Utama tampak terkejut melihat seranganku yang kali ini lebih terarah. Dia menghindar, namun gerakannya kali ini tidak secepat sebelumnya. Seolah ada hambatan yang membuatnya sedikit lebih lambat.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya, suaranya kali ini tidak penuh dengan kepastian. Ada sedikit kebingungan dalam nada itu.

"Aku mulai mengerti bagaimana mengendalikannya," jawabku, meskipun aku sendiri merasa terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

Kami bertarung lebih lama, saling mengadu kekuatan, tetapi aku merasa perubahan terjadi. Aku bisa merasakan bagaimana tubuhku menyatu dengan energi gelap itu, menggunakannya bukan sebagai musuh, tetapi sebagai bagian dari diriku yang bisa dikendalikan. Aku tidak lagi hanya bergantung pada insting dan perasaan marah yang mendorongku. Aku mulai menggunakan pikiran dan kehendak untuk mengarahkan kekuatan itu.

Namun, meskipun aku merasa ada kemajuan, Pemangsa Utama tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Dia bergerak dengan kekuatan yang hampir tak terbatas, menghindari serangan demi serangan, dan setiap kali dia menyerang, aku merasakan ancaman kematian begitu nyata.

"Apa yang kau harapkan, Karla?" Dia berkata dengan suara rendah, seolah tahu apa yang ada dalam pikiranku. "Kau bisa mengendalikan energi itu, tetapi kau tetap akan jatuh ke dalam kegelapan yang sama. Tidak ada yang bisa melawan takdir."

Aku menggigit bibir, menahan diri untuk tidak terperangkap dalam kata-katanya. Aku tahu bahwa kata-kata itu hanya bagian dari permainan psikologisnya. Namun, semakin lama aku bertarung, semakin aku merasa seolah-olah ada kebenaran di balik perkataannya. Apa yang akan terjadi jika aku tidak bisa mengendalikan kekuatan ini? Apa yang akan terjadi jika aku jatuh menjadi seperti dia?

"Aku tidak akan menjadi seperti kamu," kataku dengan suara yang lebih tegas, meskipun hatiku berdebar. "Aku akan mengubah takdirku, meskipun itu berarti aku harus mengorbankan sesuatu yang sangat berharga."

Dia tertawa, suaranya penuh dengan ejekan. "Apa yang bisa kau korbankan? Kau sudah kehilangan banyak hal, Karla. Apa lagi yang tersisa?"

Aku tidak menjawab. Sebaliknya, aku mengalihkan fokusku. Aku menutup mata sejenak, mengambil napas panjang, dan merasakan Energi Kegelapan yang mengalir dalam diriku. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku harus menenangkan pikiranku dan merasakan energi itu, bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai bagian dari diriku yang bisa dipandu.

Dengan penuh kehati-hatian, aku mulai memusatkan kekuatan itu, mencoba mengalirkan energi ke seluruh tubuhku dengan cara yang berbeda. Aku tidak hanya bergantung pada kemarahan atau ketakutan. Aku mencoba menemukan keharmonisan antara kedua sisi—kegelapan dan cahaya.

Tiba-tiba, aku merasakan sebuah dorongan yang kuat. Energi itu mengalir lebih lancar, lebih dalam, dan tubuhku terasa lebih hidup. Aku membuka mataku, dan kali ini, rasanya berbeda. Aku bisa melihat dengan jelas—bukan hanya dunia di sekitarku, tetapi juga diri sendiri, kekuatan yang terhubung dalam diriku. Aku bisa merasakannya mengalir bebas, tanpa hambatan, dan aku tahu bahwa saat ini, aku bisa mengendalikannya.

Pemangsa Utama terlihat terkejut. "Apa yang kau lakukan?" suaranya terdengar lebih cemas.

Aku tidak menjawab. Sebaliknya, aku melangkah maju, kali ini dengan kekuatan yang lebih besar. Seranganku lebih tajam, lebih terarah, dan lebih kuat daripada sebelumnya.

Dia menghindar, tapi kali ini, aku sudah lebih siap. Aku melancarkan serangan dengan penuh presisi, dan seranganku berhasil mengenai tubuhnya. Meskipun dia mencoba menghindar, aku merasakannya—sebuah pukulan yang menembus pertahanannya.

Dia terhuyung mundur, matanya yang biasa penuh dengan kebencian kini tampak terkejut. "Karla, ini... belum berakhir," katanya, namun kali ini, suaranya tidak lagi penuh dengan kepastian.

Aku berdiri tegak, napasku teratur meskipun adrenalin masih mengalir deras dalam darahku. "Untukmu mungkin belum berakhir, tetapi untukku, ini baru dimulai."