Tiga Puluh Dua Nama
Dunia kembali normal, atau setidaknya tampak seperti itu. Arena Dimensi yang tadinya sunyi, kini riuh oleh suara para peserta yang baru saja selamat dari ujian mental barusan. Di tengah semuanya, Ryuta berdiri tanpa banyak bicara. Matanya menatap satu per satu wajah orang-orang di sekitarnya, menghitung diam-diam—tiga puluh dua orang. Jumlah mereka bertambah.
"Tujuh puluh masuk… dua puluh tujuh lulus… tapi sekarang ada tiga puluh dua?" pikir Ryuta.
Sosok berjubah muncul kembali, suaranya kali ini terdengar langsung di udara.
"Lima nama dipanggil secara langsung oleh entitas luar sebagai kandidat khusus."
Entitas luar—itu berarti para Penguasa yang menonton perlombaan ini seperti tontonan arena gladiator.
“Lucas Takari.”
“Reina Airis.”
“Ryuta Excelsior.”
“Alicia ar Rexya.”
“Rex Keldric.”
Ryuta mengangkat alis. “Rex… juga?” bisiknya. Lucas dan Reina menoleh, ekspresi mereka tak kalah terkejut.
“Dipilih langsung, ya?” gumam Lucas. “Apa ini kehormatan atau kutukan?”
Ryuta tidak menjawab. Ia justru merasa tekanan di dadanya meningkat. Ada sesuatu yang aneh dengan seluruh sistem ini. Kenapa hanya lima? Dan kenapa dirinya termasuk?
---
Beberapa jam kemudian, para kandidat dibawa ke Fasilitas Pelatihan Tertutup yang dijaga oleh pasukan militer. Di sinilah mereka akan menghabiskan dua minggu untuk persiapan sebelum pertandingan pertama antar dunia dimulai. Tidak semua peserta bisa dilatih langsung di sini—hanya lima yang terpilih. Sisanya dilatih secara massal di kamp eksternal.
Ryuta memasuki ruangannya sendiri—kamar besi minimalis, tanpa jendela, hanya sebuah tempat tidur dan monitor yang tertempel di dinding. Di layar muncul simbol mata lima cabang: Lambang Penguasa.
"Ryuta Excelsior. Kode: 087. Pengamatan dimulai."
Dia menatap layar tanpa ekspresi. "Mereka menonton."
---
Di Ruang Lain
Alicia ar Rexya berdiri di ruang pelatihan, menusuk-nusuk udara dengan rapat jarum peraknya. Bayangan sosok Ryuta melintas sekilas di pikirannya.
"Orang itu... tidak biasa."
Suara lembut muncul dari belakangnya. "Kau tertarik padanya?" tanya seorang gadis berambut pirang pucat dengan mata hijau zamrud. Wajahnya asing, belum diperkenalkan.
Alicia hanya mengangguk pelan. "Dia membuat keputusan logis di bawah tekanan. Bahkan rela mengorbankan temannya."
"Kalau begitu, dia mirip kita," jawab gadis itu sambil tersenyum miring. "Itu menarik."
---
Kembali ke Ryuta
Keesokan paginya, latihan pertarungan dimulai. Pelatih utama mereka adalah seorang pria misterius bernama Tharos Velm, seorang mantan perwakilan planet Terrax yang kini menjadi pengamat dan pelatih lintas dunia.
“Satu hal penting yang harus kalian pahami,” kata Tharos dengan suara serak. “Perang antar dunia bukan soal kekuatan. Tapi soal apa yang siap kalian pertaruhkan.”
Mereka dikumpulkan dalam formasi dan dibagi menjadi dua tim:
Tim A: Ryuta, Alicia, Lucas, Reina, dan seorang pria asing bernama Gahrel Vennar
Tim B: Rex Keldric, dan empat perwakilan baru yang belum diperkenalkan sepenuhnya
Tujuan simulasi: mengalahkan tim lawan dengan merebut artefak kristal di tengah medan.
Ryuta menatap peta holografik di meja. Dia menandai rute tercepat menuju titik artefak, lalu menoleh ke timnya.
“Kita bagi dua arah. Aku dan Alicia maju lurus, Lucas dan Gahrel lewat sisi kanan. Reina, kau diam di belakang sebagai pengatur sihir dan pengalihan.”
Lucas mengangkat tangan. “Kau yakin Alicia bisa kerja sama?”
Alicia menatap Ryuta, lalu menjawab sendiri. “Selama dia tidak bodoh, aku akan mengikuti rencana.”
Ryuta tersenyum tipis. “Bagus. Kalau kita gagal di sini, kita hanya akan jadi hiburan murahan bagi Penguasa. Aku tidak berniat jadi badut.”
---
Pertarungan Simulasi
Simulasi dimulai. Segalanya terasa nyata. Tanah, angin, bahkan rasa sakit.
Tim B menyerbu dengan frontal. Rex memimpin sendiri, membawa palu raksasa yang memancarkan aura merah.
“Aku ambil dia,” ujar Ryuta. Tanpa ragu, dia maju sendiri melawan Rex.
Pertarungan mereka brutal—magis dan fisik bercampur. Ryuta yang dulu hanyalah remaja biasa, kini mampu membaca gerak musuh dan menggunakan arena sebagai senjata.
Saat palu Rex menghantam tanah, Ryuta melompat ke sisi kanan dan mengikat kaki Rex dengan sihir tanah dari hasil belajar semalam. “Kau terlalu keras, Keldric,” katanya. “Terlalu kaku.”
Sementara itu, Alicia menusuk musuh dari belakang dengan gerakan presisi, Reina mengalihkan perhatian lawan dengan ilusi, Lucas menjebak musuh di dinding pantulan, dan Gahrel melemparkan granat sihir ke tengah.
Dalam lima menit, simulasi berakhir.
Pemenang: Tim A.
---
Tharos Velm berdiri di pinggir arena holografik. “Menarik. Kalian belum menjadi perwakilan resmi, tapi sudah menunjukkan potensi.”
Ia menatap Ryuta tajam.
“Tapi ingat… di dunia nyata, ketika kalian gagal… orang-orang akan mati sungguhan.”
Ryuta menatap tangannya yang berdarah, lalu menatap langit buatan di atasnya. Dalam dirinya, api ambisi masih menyala.
“Aku belum menjadi yang terkuat. Tapi aku akan. Dan jika seluruh galaksi harus kubalik untuk mencapainya… maka biarlah begitu.”