Keputusasaan dan Keberanian

Setelah berpisah dari tim Kael, Guntur dan Ega berjalan santai menyusuri Labyrinth, suasana yang seharusnya menegangkan justru terasa seperti sebuah perjalanan rekreasi bagi mereka.

Namun, beberapa meter setelah meninggalkan kelompok, mereka mulai menyeringai.

Lalu—

"Hahahaha… Para Sentinel pemula itu benar-benar bodoh!" Guntur tertawa keras, suaranya bergema di antara pepohonan.

Ega ikut tertawa, menimpali dengan nada penuh ejekan, "Hahaha! Lagipula, siapa yang mau berbagi hasil dengan mereka? biarkan mereka mati dimakan monster! saat mereka mengaktifkan alat yang tadi, seharusnya empat dari mereka sudah terbunuh sebelum kita 'datang untuk menyelamatkan' mereka."

Guntur terkekeh dengan senyum kejamnya. "Mereka cuma Sentinel Rank Luminous, dan satu orang Rank Ember saja. Bisa apa mereka melawan monster seperti Alpha Redfang Wolves tadi? Apalagi di Labyrinth tipe hutan seperti ini, sudah pasti banyak monster beast yang lebih ganas!"

Ega mengangkat bahu dengan santai. "Iya, palingan mereka cuma bisa teriak sebelum mati. Hahaha!"

Mereka berdua tertawa puas, seakan nasib tim Kael tidak lebih dari sekadar lelucon bagi mereka. Ternyata dari awal, mereka memang sudah merencanakan pengkhianatan ini.

Mereka tidak pernah berniat berbagi.

Mereka tidak pernah berniat melindungi.

Mereka hanya ingin membiarkan tim Kael mati dan mengambil semua harta Labyrinth untuk diri mereka sendiri.

Namun, tiba-tiba—

Langkah mereka terhenti.

Guntur dan Ega langsung menghunus senjata mereka ketika merasakan kehadiran sesuatu di depan mereka.

Dari bayangan pepohonan, tiga makhluk besar dengan kulit hijau kehitaman melangkah keluar.

SFX: DUG! DUG! DUG!

Ketiga monster itu masing-masing menggenggam kapak besar di tangan mereka.

[Green Axe Orc - Rank D]

Guntur menyipitkan matanya lalu tersenyum miring. "Orc, ya…?"

Dia menyeringai penuh percaya diri. "Kalau begini, sudah jelas… Boss Labyrinth ini pasti seekor Orc juga."

Ega terkekeh. "Bagus. Semakin banyak monster yang membunuh Sentinel lemah itu, semakin mudah rencana kita."

Tanpa rasa takut sedikit pun, mereka bersiap untuk bertarung.

Sementara Itu, di Tim Kael…

"Berhenti!" Salah satu sentinel berteriak.

Kael, Mala, dan Sentinel lainnya mendadak berhenti berjalan.

Dari kegelapan hutan di depan mereka, lima sosok besar dengan mata merah menyala melangkah keluar.

SFX: DUG! DUG! DUG!

[Green Axe Orc - Rank D]

Masing-masing memegang kapak besar di tangan mereka, ukuran tubuhnya hampir dua kali lipat manusia biasa.

Ketegangan langsung menyelimuti tim Kael.

Kael dan Mala segera mengambil posisi bertarung.

Namun, sebagian besar Sentinel yang lain justru gemetar ketakutan!

"M-monster Orc…!? Lima sekaligus!?"

Salah satu dari mereka bahkan mundur beberapa langkah, wajahnya pucat pasi.

Kael mengeraskan ekspresinya. "Tenang. Jangan panik!."

Namun, dalam hatinya, Kael merasa ada yang aneh.

Tiba-tiba, kata-kata Sentra kembali terngiang di kepalanya.

"Serigala tadi bukan Boss Labyrinth yang sebenarnya. Kemungkinan besar Boss masih belum menunjukkan diri."

Kael mengertakkan giginya.

"Ternyata benar ya mereka berdua membohongi kita…? Tcchhhh"

Dan sekarang, mereka sudah berjalan menuju kematian.

Salah satu dari mereka, seorang pemuda dengan tubuh kurus dan tangan gemetar, menekan tombol pada alat pemberi sinyal dengan putus asa.

"I-ini bohong, kan…?" suaranya terdengar gemetar. "Bukannya Sentinel Guntur dan Sentinel Ega berkata kalau Boss Labyrinth sudah dikalahkan? Bukankah kita hanya harus mencari harta!?"

Mala menoleh dengan raut wajah tak percaya, "Tidak mungkin… Tidak mungkin mereka membohongi kita… kan??"

Namun, tak ada jawaban.

Kael hanya diam, ekspresinya mengeras.

Dia sudah menyadari kebohongan itu sejak beberapa menit yang lalu.

Tapi sekarang bukan saatnya untuk meratap atau menyalahkan siapa pun.

Dengan suara tegas, dia berkata, "Tidak ada gunanya mengeluh sekarang! Yang pasti ada gerombolan monster tepat di hadapan kita. Bersiaplah!!"

Namun—

Sentinel lain menoleh ke arahnya dengan tatapan merendahkan.

"Kau itu hanya Rank Ember!" dia mengejek dengan suara marah bercampur panik. "Kau pikir kau akan selamat ketika berhadapan dengan monster seperti ini, hah!?"

Kael terdiam.

Bukan karena ucapan itu menyakitinya, tapi karena dia tahu bahwa Sentinel itu—bahkan di ambang kematian—masih menganggapnya remeh hanya karena peringkatnya lebih rendah.

Namun, tidak ada waktu untuk memperdebatkannya.

"HRRRGHHH!!"

Suara geraman berat memenuhi udara.

Kelima Green Axe Orc Rank D mulai bergerak.

Orc yang paling depan, lebih tinggi dan lebih berotot dari yang lain, mengacungkan kapaknya ke arah tim Kael.

Dan kemudian—

SWOOOSSHH!

Dua Orc melompat, mengangkat kapak besar mereka tinggi-tinggi, siap menghantam Sentinel yang ketakutan!

"SEMUANYA MENGHINDAR!!" teriak Mala.

Kael, Mala, serta dua Sentinel yang masih cukup sadar untuk bertarung langsung melompat ke samping.

Tapi—

Dua orang lain tetap diam di tempat.

Mereka membeku.

Wajah mereka pucat, tangan mereka gemetar, kaki mereka bahkan tidak bisa digerakkan karena ketakutan.

Dan saat berikutnya—

BRAAAKK!!

Tanah di bawah mereka hancur berantakan.

Asap dan debu membumbung tinggi.

Ketika kabut menghilang…

Salah satu dari mereka sudah bersimbah darah.

Tubuhnya terkoyak kapak, matanya kosong tanpa cahaya.

Darah segar menetes dari senjata Orc.

Sementara itu, sentinel yang satunya lagi—

Dia hanya bisa menatap mayat temannya dengan mata membelalak.

Darah segar menyiprat ke wajahnya.

Tangannya gemetar tak terkendali.

Dan kemudian—

Dia menoleh ke belakang, berharap seseorang akan menyelamatkannya.

"T-tunggu! Aku mohon…!"

Dia mencoba berteriak, "KUMOHON, TOLONG SELAMATKAN A—"

SWIIIIINGG—

Kapak Orc itu melayang cepat.

Darah menyembur ke udara.

Kepalanya menggelinding di tanah.

Dia bahkan tidak sempat menyelesaikan kata-katanya.

—Dua orang mati dalam hitungan detik.

Keempat Sentinel yang tersisa tertegun.

Mala merapatkan genggamannya pada tongkat sihirnya, tubuhnya bergetar.

Salah satu Sentinel yang masih hidup bahkan hampir menjatuhkan senjatanya karena takut yang luar biasa.

Ketakutan akan kematian.

Perasaan bahwa nyawa mereka bisa berakhir kapan saja.

"T-Tidak mungkin…" Sentinel itu bergumam putus asa. "Kita akan mati… Kita akan mati!!"

"Kita tidak akan menang!" yang lain menjerit. "Tidak ada gunanya melawan mereka! KITA HARUS LARI!!"

Namun—

Di antara mereka yang tenggelam dalam keputusasaan, hanya satu orang yang tetap tenang.

Kael.

Dia menarik napas dalam.

Lalu berkata,

"Sentra. Analisis."

Di hadapan matanya, statistik monster muncul dalam layar holografik.

[Green Axe Orc]

Rank: D

Level: 25

Kael menatap angka itu dengan serius.

"Mereka sedikit lebih lemah dari Void Champions… Tapi jumlahnya ada lima, ya…?"

Matanya menyipit.

Tangannya mulai mengepal.

Otot-ototnya menegang.

Lalu dia memasang kuda-kuda bertarung.

Di tengah keputusasaan, hanya satu orang yang masih percaya bahwa mereka bisa menang.

GRAAAARGHHH!!

Salah satu Green Axe Orc di belakang mengaum keras, suara beratnya mengguncang udara di sekitar para Sentinel.

Mereka menyeringai.

Orc yang sebelumnya membantai dua Sentinel, dengan mata merah menyala dan senyum penuh kepuasan, melangkah maju dengan percaya diri.

Mereka bisa merasakan ketakutan manusia di hadapan mereka.

Mereka tahu... Para manusia dihadapannya itu lemah.

Mereka hanyalah mangsa di hadapan predator.

Dan sekarang, salah satu Orc itu menatap ke arah seorang sentinel—Mala.

Matanya menyipit.

Senyum licik tersungging di wajahnya.

Lalu—

Dengan gerakan yang tiba-tiba, dia melemparkan kapaknya ke arah Mala!

"SWIIINGG…!!"

Mala terdiam.

Matanya membelalak, napasnya tercekat.

Dia tahu dia tidak akan bisa menghindar.

Kapak itu datang terlalu cepat.

Dalam sepersekian detik—

Matanya hanya bisa menatap bayangan kematiannya sendiri yang mendekat.

Namun—

Sesuatu terjadi.

"SWOOOSH!"

"DUUUMMM!!"

Angin tiba-tiba berhembus kencang.

Tanah di sekitar Mala bergetar hebat.

Dan saat dia sadar…

Kapak besar itu telah berhenti.

Tertahan di udara.

Didepannya berdiri seseorang dengan senyuman badass terukir diwajahnya.

Tangan kanannya mencengkeram erat kapak besar itu, menghentikan momentum serangannya hanya dengan satu tangan.

Mata Mala membesar.

"S-Siapa yang…?"

Ternyata Kael sudah berdiri didepannya sambil menahan kapak yang melayang kearahnya.

Kael tersenyum kecil lalu berkata,

"Sudah kubilang, kan? Aku bakalan melindungi kamu."

"Mulai sekarang… Jangan khawatir."

"KRANGGG!!"

Dalam sekejap cengkraman Kael mengeras.

Kilauan cahaya bersinar dari tangannya.

"Light Glove."

Kapak itu langsung hancur berkeping-keping.

Serpihan logamnya berhamburan ke tanah.

Orc yang melemparkannya tertegun.

"GROOOOH??!!"

Matanya membesar, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Namun Kael tidak berhenti.

Dia mengangkat tangan kirinya sedikit ke samping.

Dan saat itu juga—

"WOOMM…!"

Sebuah Void kecil muncul di atas telapak tangannya.

Dari dalam Void itu, sesuatu perlahan keluar.

Sebuah Dagger berwarna hitam pekat, dengan aura keunguan yang keluar dari bilahnya.

Itu adalah Dagger Durian dari Voidborn Tyrant.

Senjata yang didapatkan nya saat mengalahkan Voidborn Tyrant.

Aura hitam keunguan dari dagger itu terlihat kontras dengan tangan Kael yang masih dilapisi cahaya dari Light Glove.

Kael perlahan mengangkat dagger itu lalu mengarahkannya kepada para Orc.

Dan dengan senyuman penuh percaya diri, dia berkata,

"Bersiaplah jadi EXP untuk kenaikan levelku."

Hening.