Kael menyeringai lebar.
Matanya bercahaya emas saat menatap lima Orc yang berdiri di hadapannya.
Mereka masih terkejut.
Kapak yang dilemparkan salah satu dari mereka hancur berkeping-keping hanya dengan satu genggaman tangan kosong.
Namun, keterkejutan itu berubah menjadi kemarahan.
"GRRRAAAGGGHHH!!"
Kelima Orc itu mengaum ganas.
Otot-otot mereka menegang.
Darah membara dalam tubuh mereka membakar insting bertarung.
Mereka menerjang!
Dengan kecepatan brutal, kelima Orc itu menyerbu bersamaan ke arah Kael.
Namun—
Kael hanya tersenyum.
Dengan tenang, dia mengangkat tangannya.
Lalu, "WOOOSHHH!"
Dagger berwarna hitam keunguan melayang di udara.
Bilahan itu menembus angin.
"CHRAKK!!"
Dagger itu menancap tepat di kepala Orc yang berlari paling depan!
Darah menyembur.
Matanya membesar sebelum tubuhnya ambruk keras ke tanah.
Namun, Kael tidak berhenti di situ.
Dengan suara yang hampir seperti bisikan... "Light Step."
"WOOSH!!"
Dalam sekejap, cahaya keemasan menyala di bawah kakinya.
Dia menghilang.
Siluetnya tersisa di udara—
Bayangan afterimage dari kecepatannya terlihat seperti ilusi.
Dalam satu langkah—
Kael sudah berada di atas kepala Orc yang baru saja terbunuh!
Dengan gerakan cepat, dia meraih kembali Dagger yang tertancap.
Darah segar masih menetes dari bilahnya.
Namun, sebelum mayat Orc itu jatuh sepenuhnya—
"WOOSH!"
Kael menghilang lagi.
Cahaya keemasan berkilat di udara saat dia melesat di antara dua Orc yang sedang berlari.
Di antara mereka—
Kael berdiri tegap.
Mata emasnya bercahaya intens.
Dia menatap dengan percaya diri.
Senyuman badass menghiasi wajahnya.
SRENG! SRENG! SRENG!
Tiga tebasan berkelebat.
Gerakan itu terlalu cepat untuk dilihat dengan mata telanjang.
Darah menyembur liar di udara.
Tubuh dua Orc itu mendadak membeku di tengah langkah mereka.
Dan sedetik kemudian—
Daging dan otot mereka terbelah.
Mereka runtuh ke tanah, nyawa mereka telah lenyap sebelum mereka sempat menyadari apa yang terjadi.
Dua Orc terakhir tertegun.
Jantung mereka berdebar, mereka tidak percaya. Dalam waktu kurang dari 10 detik Tiga dari mereka telah terbantai.
"GRHHHH!!"
Salah satu dari dua Orc yang tersisa tidak bisa lagi menahan amarahnya.
Dengan mengaum ganas, dia menerjang Kael. Kapaknya diayunkan dengan kekuatan penuh!
Namun, Kael hanya mengangkat satu tangan.
Void kecil muncul di atas telapak tangannya.
Sebuah senjata perlahan keluar dari kegelapan itu. Sebuah kapak besar, dengan bilah berwarna perak mengkilap yang tampak seolah memantulkan cahaya di sekitarnya.
Itu adalah kapak dari Voidborn Champion.
Kael mengayunkan kapaknya ke arah Orc.
"KRRANGGGG!!"
Suara dentingan logam menghantam logam menggema.
Namun—
Kapak Orc langsung retak.
Dalam sekejap…
"CRAASSSHH!!"
Kapak itu hancur berkeping-keping.
Dan tanpa ada yang menghalangi, kapak Kael menebas tubuh Orc itu.
"SHRAAKKK!!"
Darah meledak liar.
Tebasan itu benar-benar membelah Orc tersebut hingga hampir terpotong dua.
Orc itu terhuyung.
Matanya membelalak kosong.
Hingga akhirnya tubuhnya ambruk ke tanah, nyawanya telah direnggut dalam satu tebasan.
Cipratan darah masih menetes dari bilah kapak Kael.
Dengan tenang, dia mencabutnya dari tubuh Orc itu.
Darah segar menetes ke tanah.
Namun kael hanya berdiri tegap.
Matanya masih bersinar emas.
Dan di wajahnya sebuah senyuman kecil masih tersungging.
Hening.
Satu Orc tersisa.
Dan dia membeku di tempat.
Tubuhnya gemetar.
Namun sebelum dia bisa bergerak kael mengangkat kepalanya sedikit.
Mata emasnya menusuk tajam.
Dan dia berkata dengan suara rendah,
"Selanjutnya… Giliranmu''
Orc terakhir berdiri terpaku, matanya yang kuning kemerahan membelalak.
Keempat rekannya telah tumbang dalam hitungan detik.
Darah mereka menggenang di tanah, udara masih dipenuhi bau besi yang menusuk.
Jantungnya berdegup kencang, tulang punggungnya membeku oleh ketakutan. Namun, insting bertahan hidupnya berteriak hanya satu hal..
LARI.
Dengan cepat, Orc itu berbalik dan mulai berlari sekuat tenaga. Kakinya menghentak tanah, meninggalkan jejak lumpur saat dia menerjang ke dalam hutan.
Dia harus memanggil kawanannya!
Hanya itu kesempatan terakhirnya.
Namun—
Dari belakangnya, sebuah suara terdengar.
"Kau pikir bisa lari dariku?"
DING!
Bulu kuduk Orc itu meremang, namun dia tidak berani menoleh ke belakang.
Kael mengangkat kapaknya.
Energi keemasan berdenyut di sekeliling bilahnya, gelombang kekuatan bergetar liar, udara di sekitarnya bergetar. Tanah di bawah kakinya sedikit amblas dan retak akibat tekanan energi yang melonjak.
Sebuah senyuman terukir di wajah Kael, dengan suara yang penuh percaya diri, dia berkata,
"Biar aku perlihatkan... bagaimana cara melempar kapak yang benar."
"WOOOSSSHHH!!"
Dalam satu gerakan cepat, Kael melempar kapaknya!
Bilah besi yang berkilauan meluncur seperti meteor.
Udara bergetar keras.
Sebuah cahaya keemasan membalut kapak itu, membuatnya terlihat seperti kilatan petir yang mengoyak langit.
Kapak itu terbang dengan kecepatan yang mustahil.
Dalam hitungan detik—
"CHRAAKK!!"
Orc itu berhenti, matanya membelalak.
Lalu—
Tubuhnya terpisah menjadi dua.
Dari perut ke atas, tubuhnya melayang di udara dan terjatuh ke tanah. Namun, dari pinggang ke bawah, kakinya terus berjalan tanpa kepala. Darah menyembur liar.
"GRUAAAHHHHHH!!"
Suara geraman terakhirnya berkumandang di hutan, suaranya cepat memudar, tubuh bawahnya juga ambruk ke tanah.
Namun kapak Kael tidak berhenti di situ.
"FWOOOSHHH!!"
Seperti meteor yang meluncur—
Kapak itu terus terbang.
Menembus pohon demi pohon.
Satu per satu—
"CRAAKK!!"
"DUGG!!"
"BRAKKK!!"
Batang pohon yang tebal tumbang satu demi satu.
Kael berdiri tegap. Mata emasnya masih berkilat tajam, sebuah senyuman kecil terbentuk di wajahnya. Dengan santai, dia mengangkat tangannya ke samping.
Void kecil muncul di telapak tangannya.
Kapak yang tadi dilemparkan muncul kembali, kembali ke genggamannya tanpa setetes darah pun tersisa di bilahnya.
Kael hanya menyeringai, dan dengan suara rendah, dia berkata,
"Ini... jadi kesempatan bagus untuk naik level."
Di belakangnya tiga Sentinel lainnya masih terdiam, mulut mereka sedikit terbuka, mata mereka membelalak penuh keterkejutan.
Orc yang sebelumnya mereka pikir akan membantai mereka semua… Sekarang hanya tinggal tumpukan mayat.
Dan semuanya mati di tangan Kael.
Yang lebih mengejutkan lagi, Kael adalah Sentinel Rank Ember.
Seorang Ember tidak seharusnya bisa melakukan hal ini. Namun, kenyataan yang ada di depan mereka… Membuktikan sebaliknya.
Kael mengangkat kapaknya dengan santai, menyandarkan gagangnya di pundaknya.
Darah hitam masih menetes dari bilah kapak itu, menguarkan aroma anyir yang bercampur dengan hawa dingin Labyrinth.
Tanpa rasa gentar sedikit pun, dia melangkah maju, mendekati tiga Sentinel yang masih terlihat sedikit terguncang oleh pertarungan barusan.
Mala, masih menatap Kael dengan tatapan penuh tanda tanya.
Sementara itu, dua Sentinel lainnya, yang masing-masing memegang pedang dan tombak, tampak mulai mengatur napas mereka.
Mereka bertiga selamat, namun, mereka tahu itu bukan karena keberuntungan.
Kael memandang mereka satu per satu dengan mata keemasannya yang tajam.
Lalu, dengan nada tenang, dia berkata:
"Tidak perlu khawatir, aku akan melindungi kalian."
"Tapi... kita harus tetap waspada."
"Aku punya firasat buruk tentang Sentinel Guntur dan Ega."
"Sepertinya mereka merencanakan sesuatu."
Mala menegang, ekspresinya berubah dari terkejut menjadi curiga.
Lalu dia berkata,
"Jangan-jangan… mereka sengaja membohongi kita… supaya mereka bisa mengambil semua harta Labyrinth untuk diri mereka sendiri!"
"T-tidak mungkin..." Sentinel bertombak menggigit bibirnya.
Tapi di dalam hatinya, dia juga merasa ada yang tidak beres. Dia menatap Kael dengan serius, lalu berkata,
"Kalau begitu… kita harus melaporkan ini kepada Asosiasi Sentinel!"
Namun, Sentinel yang membawa pedang tampak ragu-ragu, dia mengerutkan kening, lalu berkata dengan suara pelan,
"T-tapi semua kejadian di dalam Labyrinth... tidak akan diketahui oleh siapapun, kan...?"
"Lagipula, jika mereka memang berkhianat… kita tidak punya bukti."
Kael menyipitkan matanya, berpikir sejenak. Lalu, dengan suara mantap, dia menjawab:
"Apapun itu… kita harus bersiap dengan kemungkinan terburuk sekalipun."
"Ayo kita terus maju dengan saling melindungi satu sama lain."
Mala dan kedua Sentinel itu mengangguk.
Rasa takut yang tadi melanda mereka perlahan tergantikan oleh kepercayaan diri.
Mereka tidak sendirian.
Mereka punya Kaelindra.
Dan dia bukan Sentinel biasa.
Kael berbalik.
Dengan langkah santai, dia mulai melangkah lebih dalam ke Labyrinth.
Mala, Sentinel tombak, dan Sentinel pedang mengikutinya dari belakang.
Namun… sebelum mereka benar-benar melangkah…
Mala berhenti sejenak dan menatap punggung Kael.
Lalu, dengan suara penuh kebingungan, dia bertanya:
"K-Kaelindra…"
"Siapa kamu sebenarnya…?"
Kael terdiam sesaat.
Lalu, dia menoleh sedikit, menampilkan seulas senyum kecil di wajahnya.
Dengan nada santai, dia menjawab,
"Aku? Aku hanya seorang Sentinel Rank Ember."
Hening.
Mala dan kedua Sentinel lainnya hanya menatapnya. Mereka tahu, Kael tidak mengatakan yang sebenarnya.
Rank Ember tidak mungkin melakukan hal yang barusan terjadi.
Rank Ember tidak mungkin mengalahkan lima Orc hanya dalam hitungan detik.
Rank Ember tidak mungkin melempar kapak dengan kekuatan yang mampu menebas pepohonan seperti gunting memotong kertas.
Namun, mereka tidak bertanya lebih lanjut.
Sebaliknya, mereka hanya tersenyum tipis.
Jika Kael tidak ingin mengungkapkan siapa dia sebenarnya, maka mereka tidak akan memaksanya.
Yang mereka tahu, mereka masih hidup karena dia.
Dan saat ini, itu sudah cukup.
Mereka pun kembali menyusuri Labyrinth.
Udara di dalamnya terasa semakin dingin dan mencekam.
Di kejauhan, terdengar suara samar gemuruh…
Entah suara dari makhluk buas yang menanti di dalam kegelapan…
Atau…
Sebuah jebakan yang telah disiapkan oleh seseorang.