Chapter 29

"Prajurit Smith."

"Ya."

"Santai saja."

Suaranya terdengar sangat lembut. Saat kapten yang tinggi itu mengulurkan cangkir, Fred segera membungkuk sedikit dan menerimanya dengan sopan.

"…Terima kasih."

Menolak alkohol yang diberikan dianggap tidak sopan. Namun, Fred takut akan melakukan kesalahan jika mabuk. Karena itu, ia hanya menyesap sedikit untuk membasahi bibirnya, lalu perlahan meletakkan gelas kembali ke meja.

Winston yang mengamatinya mengangkat cerutu dari bibirnya, lalu menghembuskan asap putih panjang.

"Aku memanggilmu ke sini hari ini karena ada sebuah misi rahasia yang ingin kutugaskan kepadamu, tanpa sepengetahuan atasan. Aku memilih orang yang tepat untuk menjalankannya dan kau salah satu kandidatnya."

Terkejut oleh situasi yang tak terduga ini, Fred hanya bisa berkedip. Sebelumnya, ia mengira Winston tidak menyukainya karena terakhir kali ia muntah di ruang penyiksaan.

'…Jadi bukan itu alasannya?'

Mungkin ini adalah peluang emas baginya untuk menyusup ke dalam departemen intelijen sebagai personel kunci dan memberikan kontribusi. Jika berhasil, suatu hari nanti ia bisa mendapatkan kepercayaan Little Jimmy dan menjadi seorang perwira di Tentara Revolusioner.

Fred tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat ia memberi hormat pada Winston.

"Merupakan suatu kehormatan bagi saya, Kapten."

Winston tersenyum sambil mengetukkan abu cerutunya ke asbak dan melengkungkan sudut matanya.

"Dua kandidat sebelumnya sudah dieliminasi. Jadi aku menaruh harapan besar padamu."

"Jangan kecewakan Kapten." Campbell menimpali di sisinya dan Fred segera menjawab dengan ekspresi penuh tekad.

"Ya! Saya akan melakukan apa saja jika Anda mempercayakannya pada saya."

"Dia sudah terlihat bisa diandalkan."

Saat Winston tersenyum ke arah Campbell, Fred ikut tersenyum.

"Prajurit Fred Smith."

"Ya, Kapten!"

"Aku dengar kau berasal dari Fairhill di Leven, benar?"

Begitu pertanyaan itu diajukan, senyum Fred langsung memudar.

"Ya, ya. Benar."

Tidak, itu sebenarnya bohong. Informasi itu hanya data palsu dalam pernyataan pribadi Fred Smith yang dibuat oleh pihak atasan. Fred menelan ludah, mencoba mengingat informasi tentang Desa Fairhill yang pernah ia dengar saat pelatihan sebelum penyusupan.

"Aku punya pekerjaan di sana."

"…Baik. Jika Anda mempercayakan tugas itu kepada saya, saya akan bekerja keras."

"Bukan hal besar. Dewan kota mendapat laporan bahwa ada anjing-anjing Blanchard yang menyusup ke sana. Aku ingin kau pergi dan menyelidikinya. Itu kampung halamanmu, jadi jika kau berkeliaran sedikit, tak akan ada yang curiga padamu."

Fred merasa lega. Tentara revolusioner tidak akan mengirim mata-mata ke desa pegunungan kecil dengan populasi kurang dari lima ratus orang. Sepertinya Winston hanya membuang-buang waktu karena termakan informasi palsu.

"Ah, siapa nama kepala desa Fairhill itu…"

Winston menatap Fred, mengusap dahinya dengan tangan yang memegang cerutu, seolah sedang kesulitan mengingat sesuatu.

"…Namanya Tuan Mason."

Fred hanya bisa berharap bahwa jawaban yang dengan susah payah ia ingat itu benar.

"Oh, benar."

Mendengar balasan itu, ia akhirnya bisa menghela napas yang sejak tadi ia tahan.

"Tempat itu terkenal dengan ski saat musim dingin."

"Ya, benar."

"Aku juga pernah pergi ke sana dalam perjalanan keluarga ketika aku berusia lima belas tahun. Prajurit Smith lahir dan dibesarkan di sana, jadi mungkin kau pernah bertemu denganku."

Fred hanya tersenyum canggung tanpa memberikan jawaban.

Bagaimana mungkin seorang pria kaya seperti Winston pernah pergi ke pedesaan yang bahkan tidak memiliki hotel mewah…?

"Oh, ngomong-ngomong, ada kejadian yang benar-benar lucu."

Saat Winston menoleh ke arah Campbell, ia mulai berceloteh tentang kenangannya di Fairhill.

"Ada sebuah kedai di bawah resor ski."

'…Apakah orang ini benar-benar mabuk?'

Fred sedikit lebih santai dan mengambil gelas wiski di depannya untuk membasahi mulutnya yang kering.

"Di sana, mereka menjual vin chaud hangat dan pemiliknya mengira aku sudah dewasa hanya karena melihat postur tubuhku. Hari itu, aku dan Jerome minum bersama, lalu terjatuh di salju saat keluar dari kedai."

"Oh, astaga."

"Kalau saja pengunjung kedai tidak menemukan kami, kami pasti sudah mati membeku. Itu adalah kenangan yang menyenangkan."

"Pasti menjadi kenangan yang mengerikan bagi Nyonya Winston."

Saat keduanya tertawa terbahak-bahak, Fred ikut tersenyum dan meletakkan gelasnya. Begitu alkohol menghangatkan tubuhnya, ketegangannya perlahan mengendur.

"Fred, kau kenal Tuan Albert? Pemilik kedai yang perutnya buncit."

"Ah, ya, ya."

Meskipun sebenarnya ia tidak tahu, rasanya tidak masuk akal jika mengatakan ia tidak mengenalnya. Winston menyeringai ke arah Campbell saat Fred memberikan tawa singkat.

"Dia orang yang menyenangkan."

"Ya, benar. Haha…"

"Oh, dan ada festival yang diadakan setiap musim dingin… Ah! Perayaan Santo Mauritius."

"Ya, benar."

"Tradisi yang aneh. Oh, lebih baik kau mendengarnya langsung dari penduduk asli. Fred, ceritakan pada Campbell."

Winston menyandarkan diri dalam-dalam ke sofa sambil menggigit cerutunya. Jantung Fred berdegup lebih kencang saat merasakan tatapan penuh harapan itu.

'…Apakah aku pernah mendengar tentang festival semacam itu?'

Ia dengan cepat menggali ingatannya. Tepat saat tangannya mulai berkeringat lagi, ia teringat akan simbol desa itu.

Seorang pria yang memegang kepalanya yang terpenggal dengan kedua tangan.

"Itu… Santo Mauritius dari desa kami dipenggal dan dibunuh…"

"Benar."

Saat Winston mengangguk, Fred membasahi bibir keringnya dan sedikit melengkungkan sudut bibirnya.

'Kerja bagus, Fred.'

Sekarang, bahkan kakak-kakaknya yang biasanya memperlakukannya seperti anak kecil dan mengabaikannya, tak akan punya pilihan selain mengakuinya.

"Penduduk desa memanggang dan memakan roti jahe berbentuk manusia pada hari itu. Benar, kan?"

"Ya."

"Sebelum makan, kau harus merobek bagian lehernya seperti ini."

Winston meraih bagian tengah cerutunya dan mematahkannya menjadi dua. Meskipun terlihat mengerikan, orang-orang di sekitarnya mulai tertawa, dan Fred ikut tertawa bersama mereka. Kemudian, Winston melemparkan dua potongan cerutu itu ke asbak dan menghembuskan asap putih yang samar.

Pada satu titik, Fred bahkan tidak tahu apakah itu hanya perasaannya atau benar-benar ada percikan api yang terpancar dari mata Winston yang sedingin es.

"Fred, bolehkah aku menceritakan sesuatu yang lebih menarik?"

Saat Winston bersandar mendekatinya, Fred juga sedikit mencondongkan tubuh, mendengarkan bisikan pelan itu.

"Aku tidak pernah pergi ke Fairhill."

Fred tak bisa menyembunyikan keterkejutannya atas pengakuan mendadak itu. Winston menatapnya dengan senyum lembut, seolah menikmati kebingungannya.

"Aku tidak pernah ke sana, tapi aku tahu ini—nama festival itu bukan Santo Mauritis, melainkan Santo Nicholas."

Setelah mengatakan itu, Winston tiba-tiba berdiri. Fred tetap membeku di tempatnya, tak sanggup bergerak. Kepalan tangannya di atas paha terasa dingin dan tubuhnya bergetar. Suara permainan catur yang dimainkan di belakangnya pun berhenti.

"Oh, dan roti yang mereka makan bukan roti jahe, melainkan roti gandum hitam."

Setelah tawa yang terdengar tadi, kini suara yang jauh lebih garang bergema.

"Jatuh ke dalam jebakan yang begitu sepele."

Seharusnya ia segera melarikan diri dari sini, tapi tubuhnya sama sekali tak menuruti perintahnya.

Satu-satunya hal yang bisa Fred lakukan hanyalah menatap anggota tubuhnya yang gemetar dan mengalihkan pandangannya ke Winston yang kini bersandar di jendela, menatap ke luar.

"Fred Smith. Kenapa kau menuliskan tempat lahirmu secara palsu di formulir pendaftaran?"

Leon menarik tirai renda tipis dan mengikuti sesuatu di luar jendela dengan matanya, bergumam pelan.

"Kesimpulanku adalah…"

Ia perlahan membuka dan menutup matanya.

"Kau adalah mata-mata yang buruk."

Pada akhirnya, dua orang pertama yang diinterogasi ternyata bukan mata-mata. Setelah didesak sedikit, mereka hanya terbukti menggelapkan uang negara dan menghabiskannya untuk hiburan. Itu benar-benar membuang waktu.

"Campbell."

Begitu Winston memberikan instruksi, Campbell menarik sebuah map kuning dari bawah sofa dan membukanya. Tak lama kemudian, pembacaan formulir pendaftaran Fred Smith dimulai, diiringi alunan melodi jazz yang terdengar menggelikan dari radio.

"Nama: Fred John Smith. Ayah: Robert John Smith. Pekerjaan: tukang daging."

"Seorang anak yang tumbuh dengan ayah seorang tukang daging, tetapi pucat ketika melihat darah dan muntah. Campbell, masuk akal kah ini?"

"Tidak."

"Kau dengar itu? Ini kesalahanmu, pemula."

Campbell terdiam, tak mampu membantah ketajaman atasannya. Itu adalah kontradiksi yang tak akan disadari orang lain.

Namun, hal itu begitu sepele sehingga semuanya bisa berakhir jika pihak lain bersikeras bahwa itu hanyalah dugaan. Atasannya yang menyadari hal ini, mengungkap lebih banyak kontradiksi dan kebohongan melalui pertanyaan-pertanyaan sugestif tanpa langsung menyentuh kontradiksi yang ada.

Tanpa disadari, sang mata-mata telah melakukan banyak kesalahan dan kini ia gemetar tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk membantahnya.

Seolah-olah tikus itu telah merobek perutnya sendiri dan mengambil nyawanya sendiri.

"Tangkap dia."

Di belakang Leon, suara kursi yang diseret terdengar serempak. Para prajurit yang telah menunggu pun bangkit dari meja catur. Dari belakang, terdengar teriakan keras—mungkin si tikus yang tertangkap akhirnya mencoba melarikan diri dengan terlambat.

"Tidak! Bukan saya…!"

Namun, penyangkalan yang datang terlambat itu hanya membuatnya terlihat semakin menyedihkan.

Teriakannya menggema di sepanjang lorong. Baru ketika gema itu mereda, Leon mengalihkan pandangannya yang dingin dan membalikkan badan. Di luar jendela yang ia tatap sebelumnya, seorang pelayan berambut cokelat terlihat sedang menarik kereta cucian menuju bangunan utama.