Chapter 30

"Tidak… Itu bukan saya…"

Sosok pemuda yang duduk di seberang meja besi di ruang penyiksaan sulit untuk dilihat. Dia menangis seperti bayi, tangan serta kakinya yang diborgol ke kursi besi bergetar. Interogasi bahkan belum dimulai, dia hanya diikat.

Jika dia sedikit lebih ketakutan, dia tampak seperti akan mengompol.

"AAHKK!"

Yang Leon lakukan hanyalah mengambil penjepit di atas meja. Begitu lemahnya tikus yang dikirim oleh Little Jimmy, hanya dengan itu saja kursinya berguncang dan dia menjerit nyaring.

Leon menatap mata-mata di depannya dengan getir.

Ini penghinaan.

Para pemimpin pemberontak begitu meremehkannya hingga mereka mengirim seorang bocah yang bahkan belum terlatih untuk menyusup ke bawah pengawasannya? Jika mereka ingin mengirim seseorang, kirimlah lawan yang sepadan. Bermain-main dengan penghinaan serendah ini adalah hal yang memalukan.

Namun tetap saja, dia berhasil disusupi oleh seorang pemula.

Tapi, siapa yang bisa membayangkan…?

Bahwa ke dalam ruang penyiksaan Kantor Intelijen Domestik, mereka akan mengirim seseorang yang lemah dan ceroboh untuk memata-matai fasilitas militer utama ini. Dia bahkan tidak bisa mengingat identitas palsunya sendiri. Dia pasti orang bodoh yang lulus di peringkat terbawah dari 'sekolah cuci otak' pemberontak.

"Hei, kau tahu sesuatu?"

Leon berbicara dengan nada mengajar, menggunakan kata-kata yang bisa dipahami oleh anak bodoh di hadapannya, yang sebentar lagi hanya akan menjadi daging dan darah.

"Setelah yang disebut 'pemerintahan revolusioner' berkuasa, tingkat pengangguran melonjak dan negara menjadi lebih miskin dari sebelumnya."

Dia lalu bersandar di kursinya dan mengetuk tepi meja dengan ujung penjepit.

"Menangis demi kesetaraan… Apa menurutmu menjadi miskin bersama adalah bentuk kesetaraan yang diimpikan oleh rakyatmu?"

Fred tampaknya tidak mendengarkan wejangan tersebut. Mata birunya yang pucat hanya bergetar mengikuti gerakan penjepit itu.

"Revolusi."

Leon menatapnya dengan seringai.

"Kalian hanya segerombolan bandit."

Tentara Revolusioner yang mengaku diri sangat menyedihkan. Bahkan sekarang, pemuda bernama 'Fred Smith' itu tidak menunjukkan sedikit pun kemarahan ketika Leon menghina pasukannya.

"Sopir."

"...."

"Aku bertanya-tanya mengapa wajahmu begitu pucat dan gelisah, rupanya dia adalah seseorang yang kau kenal."

"...."

"Aku bertanya-tanya kenapa tikus tua itu tetap bungkam sampai akhir… Sekarang, ini salahmu?"

"Itu… itu—"

"Apa dia benar-benar percaya mereka akan menyelamatkannya? Apa dia takut jika membocorkan semuanya, dia akan dibunuh?"

Seberapa takut anak ayam yang gemetar ini? Dia bahkan tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Leon bertukar senyum sinis dengan Campbell, tetapi ejekan itu segera menghilang dari wajahnya.

"Empat orang tewas dalam serangan terakhir. Dua lainnya cacat."

"...."

"Karena informasi yang kau curi."

"T-tidak. S-saya tidak pernah melakukan itu. Seperti yang kapten katakan, sata hanya pemula… S-saya bodoh, jadi saya tidak bisa melakukan apa-apa."

Pemuda yang sebelumnya diam saja saat Winston menghina kelompok dan ideologinya, tiba-tiba berbicara panjang lebar. Itu pun, seperti yang Winston katakan, dia pasti benar-benar bodoh atau semacamnya karena dengan patuh mengakui bahwa dirinya adalah mata-mata.

"Kejahatannya sangat buruk."

Pemuda itu tidak tahu bagaimana menggunakan otaknya. Dia juga seorang pengecut yang akan muntah jika melihat darah. Dengan sedikit intimidasi saja, dia pasti akan mengungkapkan semua informasi yang diketahuinya. Karena itu, Leon memutuskan untuk menggunakan cara yang mudah daripada yang rumit.

"Ini cukup untuk dikirim ke kamp penjara dan dalam satu atau dua hari…"

Leon memperpanjang kata-katanya dan melirik Campbell yang duduk di sebelahnya.

"Ditembak mati."

Leon mengangguk setuju pada jawaban tegas Campbell, dan wajah mata-mata itu semakin pucat.

"S-saya tidak…"

Pemuda itu menangis seperti anak kecil, membuka dan menutup mulutnya, seolah ingin mengatakan sesuatu sebelum akhirnya mulai memohon untuk hidupnya.

"Tolong, tolong selamatkan… Tolong, selamatkan saya."

"Hmm. Aku tidak tahu apa itu belas kasihan."

Keputusasaan muncul di wajah Fred setelah mendengar kata-kata Leon.

"Tapi, kau tahu apa itu kesepakatan."

Dalam sekejap, keputusasaan itu berubah menjadi harapan.

Leon menatap pemuda yang memohon padanya seolah rela melakukan apa saja dengan tatapan jijik… Apakah anak ini sosok penting dalam kelompok pemberontak? Apakah dia tahu di mana markas mereka? Seberapa banyak dia bisa melengkapi informasi yang masih kosong tentang para petinggi mereka?

Meskipun sepertinya tidak mungkin, tidak ada salahnya mencoba.

"Jadi, Fred… Oh, apakah Fred benar-benar namamu?"

Pemuda itu mengangguk. Betapa lucunya dia, yang sebelumnya datang menggigit Winston, kini berubah menjadi anjing penurut dalam sekejap.

"Semakin lama kau mengulur waktu, semakin mahal harga nyawamu."

Jadi jangan melawan dan jawablah dengan jujur.

"Pertama-tama, aku ingin menyelesaikan beberapa urusan lama dengan Little Jimmy secara langsung. Di mana aku bisa bertemu dengannya?"

Mata pemuda itu sedikit bergetar.

"I-itu… saya tidak tahu."

Saat itu juga, ekspresi gelap Leon berubah.

Winston tidak percaya kalau pemuda ini mengetahui lokasi markas. Yang dia pikir hanya ikan kecil, ternyata adalah ikan besar yang menyimpan informasi penting.

"Aku bukan orang yang sabar."

Leon kembali mengetuk meja dengan ujung penjepit. Fred merasa mual saat melihat Winston mencabut kuku sopir dengan penjepit itu, jadi ini saja seharusnya sudah cukup untuk menekannya.

"Tolong, tolong… lakukan sesuatu yang lain saja…"

Sesuatu yang lain… Masih banyak hal lain yang bisa dilakukan. Mari kesampingkan dulu informasi tentang Little Jimmy dan mulai dari hal yang lebih kecil. Apa yang harus digali lebih dulu?

Leon melirik Campbell dan bertanya.

"Little Riddle datang ke Winsford baru-baru ini."

"Benar."

Namun, mata-mata itu hanya berkedip bodoh saat mendengar nama 'Little Riddle.' Jika dipikir-pikir, itu adalah julukan yang diberikan oleh militer, jadi mungkin saja dia tidak mengetahuinya.

"Adik dari Jonathan Riddle Jr. Tikus terakhir keluarga Riddle."

Darah menghilang lagi dari wajah pemuda itu setelah mendengar penjelasannya. Jelas terlihat dari bagaimana dia menundukkan kepala dan menghindari tatapan Winston.

…Dia tahu.

Leon tidak menyembunyikan senyum puasnya.

"Aku punya banyak hal untuk dibicarakan dengan Riddle, sama seperti dengan Jimmy. Aku ingin bertanya padanya kenapa dia berkeliaran di tanahku seperti tikus."

Saat itu juga, napas pemuda itu menjadi lebih berat.

Melihatnya menggeliat di kursi, berusaha menyembunyikan ketidaknyamanannya, Leon menyeringai. Dia juga tahu bahwa wanita itu ada di sini untuk menjalankan misi.

Meskipun awalnya merasa terhina karena mereka mengirim anak ingusan, ternyata ini justru menguntungkan. Mereka seperti mengirimkan lemari arsip penuh dengan informasi berharga dari para pemimpin tertinggi tanpa menguncinya. Apakah Jimmy Blanchard Jr. ingin berhenti memimpin para pemberontak…?

Seperti Jonathan Riddle Jr., mungkin dia juga ingin menjadi petani desa dan mengkhianati semua harapan orang tuanya.

"Jika kau menyerahkan Riddle padaku, aku akan menyelamatkan nyawamu. Kau tahu bahwa berbohong tidak akan berhasil."

"Itu… tidak pernah…"

"Kesepakatan batal."

Dengan suara keras, kursi tempat Leon duduk terjatuh ke belakang. Begitu dia berdiri, Fred langsung tersentak.

Leon meletakkan penjepit di atas meja dengan kasar, lalu melepas jaket perwiranya.

Saat Campbell ikut berdiri, dia mengambil jaket itu dan menggantungnya di dinding sebelum membuka kancing mansetnya dan menggulung lengan bajunya. Tidak mungkin seorang pemuda yang telah mengamati dari samping tidak tahu apa yang akan dilakukan Winston saat menyiksa seseorang.

Orang yang sudah bisa meramalkan nasibnya mulai menggelengkan kepala dan menangis ketakutan.

"T-tolong—"

"Sekarang, aku akan memberikan pelatihan yang tidak dilakukan oleh panglima besarmu."

Saat Leon mengambil kembali penjepit yang tadi ia lempar ke meja, pemuda itu langsung mengepalkan tangannya dan berusaha menyembunyikan kukunya.

"Pelatihan agar kebal terhadap rasa sakit. Ketika hari itu tiba—saat kau akan ditembus oleh puluhan peluru—kau akan berterima kasih padaku."

"Tolong…! Aku tidak melakukan apa-apa!"

Dia masih keras kepala dan hanya mengucapkan kata-kata tak berguna.

"Orang lain yang membocorkan informasi itu…"

Saat mengatakan itu, dia tiba-tiba terdiam. Bahunya bergetar hebat saat dia menundukkan kepala.

"Lalu, siapa yang melakukannya? Hantu di paviliun?"

Sebuah tawa pendek keluar dari bibir Leon yang menyeringai.

"Ingat sopir itu? Aku mengikatnya di kursi tempat kau duduk sekarang dan mencabut kukunya satu per satu."

Membayangkan apa yang akan terjadi padanya, mata-mata itu gemetar hebat seolah darahnya benar-benar menghilang. Leon menyipitkan mata ketika melihat pemuda itu mulai tampak seperti ingin muntah.

"Uhhup—Heuk, hu-huuk…"

"Kau ingat, kan? Hari itu, kau muntah di pojokan. Pelayan sampai kesulitan membersihkannya. Aku peringatkan, jangan muntah kali ini. Aku tidak ingin dia membersihkan kotormu sampai hari terakhir."

Winston berbicara sambil mengetuk-ngetukkan penjepit di satu tangan, lalu berkeliling meja untuk mendekatinya. Dengan setiap langkah pelan yang diambil, Fred menggeliat dan memutar tubuhnya di kursinya.

Tidak berguna.

"UWAACK!"

Baru satu langkah, pria itu sudah mulai berteriak. Dia mungkin akan mengungkap lokasi Riddle bahkan sebelum mata penjepit menyentuh kuku pertamanya.

"Tidak! Bukan aku! Aku tidak melakukannya…!"

"Pegang dia."

Akhirnya, begitu para prajurit di belakangnya mencengkeram tangannya dan menekannya ke meja, pemuda itu akhirnya membuka mulut.

"Sally…! Sally Bristol!"

Saat nama yang seharusnya tidak boleh keluar justru teriakannya pecah di ruangan, tangan yang sedari tadi mengetuk-ngetukkan penjepit tiba-tiba terhenti.

"...Apa?"

Sejak hari itu, Leon Winston menjadi bajingan menyedihkan yang tergila-gila pada seorang pelayan… tidak, seorang mata-mata.