Pergi

Sekarang sudah seminggu semenjak aku terdampar ke dunia ini, meski aku masih belum bisa membiasakan diri melihat orang tua pemilik tubuh ini, setidaknya aku sudah tidak secanggung itu ketika mengobrol dengan mereka.

Diakhir pekan ini, aku berencana untuk mengumpulkan lebih banyak informasi lingkungan sekitar, jika beruntung, aku juga ingin menambah rekan yang bisa aku andalkan dimasa depan.

"Pandang, cepat makan sarapanmu sebelum dingin!" panggil ibu Pandang yang sedang sibuk mencuci peralatan masak yang kotor.

"Iya, bu...!" sahutku dari kamar, tengah heboh bersiap dengan pakaian terbaik untuk berpergian seharian penuh.

Pakaian mulus, cek, parfum setengah harga, cek. Saat aku membuka pintu dengan perasaan yang agak bersemangat, aku melihat ayah Pandang yang keluar dari kamar mandi tepat bersebrangan dari kamar ini.

Moodku yang sebelumnya lebih baik dari kemarin-kemarin, runtuh seketika, bau semerbak yang menutupi aroma minyak wangi tidak dapat aku tahan lagi.

Aku hanya tersenyum menatap orang di depanku, dan dia pun membalas tersenyum tanpa menyadari dosanya. "Bu, aku langsung berangkat, tidak usah sarapan, tapi nanti malam aku makan!" ujarku yang berlari sesaat aku sudah tidak tahan dengan aroma itu.

"Ah, Pandang, setidaknya bawa bekal..!? Dan dia pergi begitu saja," ibu Pandang terduduk lesu di depan meja makan, sedangkan anaknya berlari keluar rumah tanpa mengucapkan salam perpisahan. "Huh... Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak itu, ya? Tiba-tiba saja dia berubah dalam semalam seperti itu...?"

Pria itu, yang merusak mood-ku pun duduk disebelah ibu Pandang, "Mungkin dia hanya sedang dalam masa memberontak? Lagipula dia itu selalu menjadi anak penurut, setidaknya kita harus bisa membiarkannya bermain bebas bersama teman-temannya bukan?" ujar pria itu sembari merangkul bahu ibu Pandang.

"Tapi tetap saja..."

Demi mengurangi rasa khawatir istrinya, pria itu membiarkan istrinya menyenderkan kepalanya ke bahunya, "Tenang saja, dia itu kan anak kita, dia pasti sudah bisa membedakan yang baik dan buruk,"

Dengan sedikit keraguan, perempuan itu mengangguk pelan, melihat kearah pintu depan yang dibiarkan terbuka lebar.

***

Jam 6 pagi, jalan besar terlihat sibuk seperti biasanya, Kota Jakarta namanya. Dengan suasana yang familier itu, aku berjalan di tepi sungai, diatas trotoar yang masih jelek.

Karena sekarang Pandang masih anak kelas tiga SMP, itu berarti umurnya sekitar lima belas tahun, artinya, sekarang adalah waktu dimana hoax payah itu muncul, tahun 2012.

Namun, itu hanya terjadi di dunia asli, sedangkan di dunia novelku, 2012 benar-benar menjadi tahun dimana banyak kejadian penting yang dapat mengubah alur cerita disetiap pengulangan dari karakter utama.

Hari ini, aku mencoba mencari salah satu dalang dari kejadian-kejadian penting yang akan terjadi tahun ini.

Selagi menelusuri jalan-jalan kota, aku juga mengecek ke berbagai gang perumahan, ruko-ruko, hingga tanpa sadar sang mentari telah meninggalkan cakrawala.

"Hah... Sepertinya memang tidak akan mudah untuk menemukan petunjuk keberadaan orang-orang gila itu," keluhku sembari terus berjalan menelusuri gang-gang sempit, daerah itu tidak jauh dari rumahku, "Hmm...?" Kakiku terhenti, seketika perhatianku telah direnggut sepenuhnya oleh pemandangan menjijikan yang pertama kali aku alami.

Di dalam gang sempit dan minim penerangan, aku dengan jelas melihat seorang wanita terbaring diatas plastik sampah hitam.

Aku tidak mengerti apa isi pikiranku saat itu, namun karena merasa sulit melihat detail pemandangan itu, aku pun dengan bodohnya mendekati wanita itu.

Perlahan mataku beradaptasi dengan kegelapan, tubuh wanita itu kini terpampang jelas, terpatri pada lensa mataku.

Suaraku tercekik melihat mulutnya yang robek, terlihat tersenyum. Pupil mataku bergetar melihat bola mata wanita itu memerah, dan hilang sebelah. Hampir-hampir saja aku muntah kalau bukan karena adanya anggapan bahwa aku berada di dunia novel.

Selama seminggu ini, aku tidak pernah mengakui dunia ini sebagai tempat tinggalku, aku selalu melihat dunia ini sebagai ilusi yang bisa aku amati dari perspektif orang ketiga, namun apalah daya, jika orang normal menemui pemandangan mengerikan ini, mereka pasti akan berteriak histeris, bahkan bisa sampai muntah-muntah dan pingsan.

Namun bagaimanapun, aku hanya seorang mahasiswa biasa, bahkan saat ini kakiku tidak dapat lagi menopang berat tubuhku, bersandar disisi dinding gang dengan tangan gemetar yang menutupi mulut.

Secara berangsur, semua kondisi memuakkan itu berakhir, aku menelusuri lebih banyak mengenai kondisi mayat itu. Lalu seperti yang sudah aku duga, kalau ini bukanlah pembunuhan biasa.

Pembunuh menjijikan ini memiliki ciri-ciri, semua anggota tubuh korbannya disisakan setengah, mulai dari jumlah mata yang tersisa satu, hingga ginjalnya yang juga hanya diambil satu, lalu disisakan satunya.

"Ugh... Satu-satunya bajingan gila yang melakukan hal seperti ini di Indonesia, sudah pasti dia, aku benar-benar tidak menyangka, diantara banyaknya penyebab dari kericuhan 2012, tidak aku sangka, dialah orang pertama yang justru aku dapatkan petunjuk keberadaannya."

Bagaimanapun, aku harus bersyukur karena dia belum begitu berpengalaman, dan masih memegang kebanggaan bodohnya sebagai serial killer paling sulit untuk ditangkap di Indonesia.

Dimasa depan, mustahil bagiku untuk bisa menemukannya tanpa menjadi seorang kontraktor dari sebuah mitos, masalahnya, dalam waktu beberapa bulan, dia akan segera membentuk kontrak dengan mitos yang cukup merepotkan, karena mitos itu berspesialisasi dalam bersembunyi.

Setelah memikirkan ini dan itu, aku menginvestigasi tubuh korban dengan lebih seksama, agar aku tidak kehilangan petunjuk sekecil apapun.

Dari apa yang aku dapatkan, ada tiga poin menarik tentang TKP ini. Pertama, tubuh nya masih hangat, artinya pembunuhan ini bahkan belum berakhir lebih dari setidaknya 20 jam, tapi, karena darah yang keluar terus menerus dari terpotongnya bagian tubuh, setidaknya butuh 5 menit sebelum dia meninggal, kemungkinan pembunuhan ini baru terjadi sekitar....

"10 menit!" gumamku dengan wajah serius, meskipun sebenarnya aku tidak begitu tahu tentang dunia medis.

Namun, jika benar ini baru terjadi seawal itu, maka kemungkinan saat ini aku sedang diperhatikan oleh bajingan itu. Bagaimanapun, aku tidak boleh menurunkan kewaspadaanku saat sedang menginvestigasi.

"Huh... Poin kedua sebenarnya hanya kebenaran tentang cara kematian orang ini, tapi sepertinya dia memang punya selera yang jelek, alih-alih menusuk atau menyayat tubuh korban dengan alat kebanggaannya itu, ia justru lebih memilih membenturkan kepala korban dari samping."

Aku berdiri sembari mengusap dinding gang yang samar-samar memiliki warna coklat kehitaman, layaknya bekas darah yang telah mengering. Saat aku menoleh kearah pelipis bagian kiri wanita itu, dapat dengan jelas terlihat lecet yang cukup parah.

"Tampaknya, pendarahan dikepala yang membuatnya meninggal, orang gila itu pasti ingin membuat korbannya mengalami rasa sakit yang lebih lama."

Selain itu, sepertinya korban diserang dari belakang, kejadiannya sangat cepat, korban tidak sempat melawan, maka dari itu TKP selain jasad itu sendiri, semuanya bersih.

Poin ketiga, ini adalah yang paling menarik. Bajingan itu selalu bekerja sendiri, dan jika aku tidak salah ingat, ia sekarang hanya seorang pemuda kurus yang kekurangan gizi. Namun, lucunya, ia bisa menaruh korbannya tepat di atas kantung plastik sampah.

Tidak ada tanda-tanda diseret, dan dia tidak akan mampu mengangkat seorang wanita dewasa yang kisaran beratnya 56 kg dilihat dari tinggi badannya yang 173 cm, dan massa ototnya yang cukup kencang untuk ukuran wanita.

Lalu, apakah dia menaruh kantung sampah itu sebelum membunuh korban? Tapi jika begitu, seharusnya korban akan menyadari itu, karena dia akan menginjak kantung sampahnya....

Tanpa sadar, aku tersenyum sinis, begitu menyadari runtutan kejadian yang paling memungkinkan untuk terjadi, "Dasar sinting, tapi harus kuakui, sebagai ciptaanku dia memang cukup cerdas."

Kebingungan. Itulah momen dimana manusia bisa dimanipulasi sesuka hati, saat pikiran lengah, dan tidak berada pada lingkungan sekitarnya, maka pembunuhan ini 100 persen memungkinkan.

Salah satu syarat pembunuhannya ada disini. Meski tidak begitu jauh, namun tinggi darah pada dinding jelas tidak cocok dengan tinggi badan wanita ini, berarti, setidaknya wanita ini sedang menunduk.

Karena perbedaan tinggi, tidak mungkin bajingan itu bisa meraih kepala korbannya, jika begitu, ia hanya harus membuatnya merunduk. Dengan plastik sampah yang membuatnya kebingungan, wanita itu pasti akan mencoba untuk menyingkirkan plastik itu, meski ada kemungkinan untuk menendangnya, tapi dia tidak bisa, gang ini terlalu sempit, jika ditendang, kakinya yang panjang akan langsung menabrak ke dinding. Selain itu....

Mataku tertuju pada sebuah logo yang tertutup darah pada rompi bajunya, namun tulisannya masih cukup bisa memberikan informasi.

"Seorang aktivis lingkungan. Bajingan ini tidak membunuh korbannya secara acak, dia kemungkinan sudah tahu hampir semua hal tentang korbannya, apalagi, ia beruntung karena korbannya tinggal di daerah ini, sehingga tidak sulit baginya untuk melihat kesehariannya. Hah... Kuakui, dia cerdas, namun gila."

Sekarang, setelah aku mengkonfirmasi tempat tinggalnya ketika masih muda, aku harus segera membuat rencana untuk menjebaknya. Melaporkan hal ini kepada polisi tidak akan berguna, bahkan jika aku menyebutkan ciri-ciri fisiknya, karena bagaimanapun, ia juga pandai dalam melakukan penyamaran.

Satu-satunya cara agar dapat melenyapkannya sebelum ia membuat kontrak, adalah dengan membuatnya merasakan situasi dimana dialah yang akan dibunuh, dengan begitu, sifat aslinya sebagai psikopat akan muncul dengan sendirinya.

"Huft... Baiklah, waktunya pulang, aku sepertinya sudah agak terlalu lama pergi, mereka berdua bisa khawatir nanti."

Dengan begitu, aku pun memutuskan untuk kembali, tentunya, tak lupa aku menggiring seseorang kearah TKP itu tanpa membocorkan identitasku, agar kepolisian bisa mengurus jasadnya sebelum membusuk.