BAB 3

Dari markas besar ke Ngarai Besar Yuan, waktu terbang kira-kira dua setengah jam. Xuan Ji, sebagai seseorang yang benar-benar miskin di era modern, sepanjang hidupnya hanya pernah sekali duduk di kelas satu—itu pun karena tiket pesawat terjual habis dan ia mendapat upgrade gratis sebagai kompensasi dari maskapai. Sekarang, ia berada di pesawat khusus departemen, sendirian menempati sofa besar yang bisa direbahkan sepenuhnya. Ia menutup mata, bersandar, mendengarkan deru mesin yang bergemuruh, dan sejenak merasa seolah-olah dirinya telah mencapai "target kecil satu miliar" yang ia impikan.

Pertama kali menikmati fasilitas perjalanan dinas dengan pesawat khusus, Xuan Ji tidak ingin terlihat terlalu norak. Maka, diam-diam ia mengamati bagaimana rekan-rekannya duduk di pesawat ini.

Dia melihat Senior Bi Chunsheng sudah menyiapkan perlengkapan untuk menghabiskan waktu—dari tas besarnya, dia mengeluarkan segulung benang rajut berwarna hijau rumput laut. Setelah menyiapkan semuanya, dia mulai merajut dengan lincah. Jarum-jarum rajut di tangannya bergerak dengan kecepatan luar biasa, sampai mata manusia biasa hampir tidak bisa menangkap jalur gerakannya. Sebagian besar sweter sudah terbentuk, hanya tinggal dua lengan yang belum selesai.

Senior berambut "barcode" segera bergegas ke cermin kecil di dekat toilet begitu pesawat stabil. Dia mengeluarkan sekaleng gel rambut dan mulai dengan teliti merapikan gaya rambutnya, hingga seluruh kabin dipenuhi dengan aroma wangi.

Gadis Ping Qianru relatif tenang. Dia menyusut di sudut, diam tanpa sepatah kata, lalu mengeluarkan camilan dari sakunya dan mulai makan. Xuan Ji mencurigai bahwa sakunya mungkin seperti kantong Qiankun*, yang bisa membawa setengah isi sebuah Walmart. Satu demi satu, dia terus mengeluarkan camilan tanpa henti, hingga tempat sampah penuh sesak dengan kemasan kosong, namun dia masih belum menunjukkan tanda-tanda berhenti.

*"乾坤袋" (Qiánkūn dài) adalah istilah dalam mitologi Tiongkok yang merujuk pada kantong ajaib yang dapat menyimpan berbagai benda dalam jumlah besar, jauh melebihi ukuran fisiknya.

Melihat bahwa dua rekannya sibuk dengan urusan masing-masing, Xuan Ji pun terlebih dahulu mengajak Bi Chunsheng berbincang. Dia tahu bahwa kemunculan tiba-tiba seorang anak muda entah dari mana sebagai pemimpin pasti menimbulkan berbagai pemikiran di benak para senior. Oleh karena itu, dia sengaja merendahkan sikapnya dan berkata, "Sudah lama aku tidak melihat orang merajut sweter secara manual. Tanganmu sungguh terampil. Apakah ini untuk anakmu?"

"Ini untuk suamiku," ujar Bi Chunsheng dengan sikap yang cukup ramah, tanpa menunjukkan tanda-tanda keberatan terhadapnya. "Anak muda zaman sekarang lebih suka membeli sendiri di luar. Mereka menganggap hasil rajutan ibu mereka terlalu kuno!"

Bermodalkan kepiawaiannya dalam membujuk pelanggan saat masih bekerja sebagai tenaga pemasaran, Xuan Ji mengikuti alur pembicaraan dan dengan beberapa kata saja berhasil memahami keadaan keluarga Bi Chunsheng—tiga generasi tinggal bersama, merawat ibu mertua bersama suaminya, serta memiliki seorang putra yang baru lulus universitas dan belum hidup mandiri. Dia tetap bersikap tenang, terlebih dahulu memuji selera sederhana Bi Chunsheng, lalu dengan sengaja meremehkan jabatannya sendiri. Dia bercerita bahwa dirinya merantau ribuan kilometer dari kampung halaman, berjuang sendirian di kota besar, serta setiap hari hanya memberi kabar baik kepada orang tuanya tanpa pernah mengeluhkan kesulitan.

Xuan Ji berhasil membangkitkan rasa keibuan dalam diri Bi Chunsheng hingga cara wanita itu memandangnya pun berubah. "Benar sekali, anak muda yang merantau pasti tidak mudah!" katanya dengan nada penuh simpati. "Aduh, kau ini orang Selatan, ya? Kampung halamanmu di mana? Musim dingin di Yong'an pasti sulit ditahan, bukan? Kebetulan, aku beli terlalu banyak benang kali ini. Setelah selesai merajut sweter, masih cukup untuk membuatkanmu sebuah topi—suka model yang seperti apa?"

"Tidak, tidak... tidak perlu, mana bisa aku menerimanya?" Xuan Ji dengan hati-hati melirik gulungan benang rajut berwarna "ramah lingkungan" itu, merasa ngeri karena sadar dirinya terlalu berlebihan dalam mengasihani diri sendiri. Dia segera berusaha menarik kembali ucapannya. "Aku tidak takut dingin. Kampung halamanku tidak jauh dari tempat kita dinas hari ini. Di daerah terpencil itu, musim dingin bahkan tidak ada pemanas, satu-satunya cara untuk melawan dingin hanyalah dengan gemetar."

Bi Chunsheng meliriknya dari atas kacamata baca dan bertanya, "Chiyuan?"

"Bukan Chiyuan, tapi kota kecil di sebelahnya, jaraknya sekitar puluhan kilometer," jawab Xuan Ji dengan nada santai, seolah tidak terlalu memedulikannya. Kemudian, dia mengubah topik dan bertanya, "Apakah setiap perjalanan dinas di departemen kita selalu mendesak seperti ini?"

"Tidak juga, hari ini hanya kebetulan. Dalam situasi normal, petugas lapangan selalu berusaha menghindari keterlibatan orang biasa. Bagaimanapun, jika ada warga sipil yang terseret ke dalam, justru merekalah yang paling ketakutan. 'Garis merah 15 poin', kan?" Bi Chunsheng berhenti sejenak, lalu menatap Xuan Ji. "Kau tahu apa maksud 'garis merah 15 poin' dalam tugas lapangan, bukan?"

Xuan Ji pernah berurusan dengan petugas lapangan Biro Pengendalian Anomali sebelumnya, ditambah lagi hubungannya cukup akrab dengan Xiao Zheng, sehingga dia memang mengetahui peraturan tersebut.

Dalam insiden yang melibatkan kekuatan supranatural, warga sipil sangat rentan. Untuk mencegah petugas lapangan bertindak terlalu jauh dan mengabaikan keselamatan publik, Biro Pengendalian Anomali menetapkan aturan yang ketat dan mutlak. Terlepas dari niat atau kesalahan teknis, selama tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian berat, jika dalam suatu operasi ada warga sipil yang tewas—bahkan jika seseorang hanya kebetulan melintas, melihat petugas lapangan bertarung melawan monster, lalu panik dan menabrak tiang listrik hingga mengalami kecelakaan—maka setiap petugas yang hadir akan dikurangi satu poin, sementara pemimpin operasi akan dikenai pengurangan dua kali lipat.

Setiap petugas lapangan memiliki total 15 poin. Jika seluruh poin tersebut habis, maka mereka akan dicabut izin kerjanya dan dikenai sanksi berat. Hukuman paling ringan adalah skorsing serta pemeriksaan internal. Namun, jika ditemukan sedikit saja indikasi kelalaian, mereka bisa menghadapi tuntutan pidana. Meskipun tidak sampai dijatuhi hukuman penjara, masa depan karier mereka tetap akan hancur.

Inilah yang disebut sebagai "garis merah 15 poin." Karena itu, hal pertama yang selalu dilakukan petugas lapangan saat menjalankan misi adalah berusaha sekuat tenaga untuk "mengosongkan area" terlebih dahulu.

Bi Chunsheng melanjutkan, "Mereka selalu memastikan area benar-benar bersih, sehingga kita jarang berurusan langsung dengan warga sipil. Sebenarnya, pekerjaan yang paling sering kita lakukan di departemen ini adalah meminta maaf. Saat para petugas lapangan menjalankan misi, kadang mereka tidak berhati-hati—merobohkan jembatan, meledakkan jalan, lalu setelahnya mereka pergi begitu saja. Sementara kita yang harus sibuk ke sana kemari, merendahkan diri, mengurus kompensasi, dan membahas rencana perbaikan."

Setelah mendengar penjelasan itu, Xuan Ji mulai memahami situasinya—ternyata, dia telah berpindah dari posisi tenaga penjualan menjadi layanan pelanggan.

"Hal lain masih bisa diatasi, tapi begitu menyangkut uang, urusannya jadi rumit. Masalah ekonomi jika sudah diperdebatkan, tidak akan ada habisnya," kata Bi Chunsheng sambil mendekat ke arah Xuan Ji, lalu menurunkan suaranya. "Pemimpin departemen sebelum ini, Direktur Gong, belum mencapai usia pensiun tapi sudah pulang ke rumah. Katanya 'pensiun dini karena sakit', tapi sebenarnya ada masalah. Sekarang biro sedang menyelidikinya."

Xuan Ji: "..."

Sama sekali tidak disangka, posisi remeh seperti ini—mirip pengurus istana tua—ternyata juga memiliki risiko terkait integritas!

"Selain perjalanan dinas, kita juga harus memperhatikan opini publik," kata Bi Chunsheng sambil menyelesaikan satu putaran rajutan, menarik seutas benang, lalu dengan terampil melilitkannya di jari kelingking. Sambil tetap merajut, dia melanjutkan penjelasannya kepada Xuan Ji, "Beberapa forum dan akun publik bertema supranatural yang memiliki banyak pengikut berada dalam pantauan kita. Begitu ada topik yang viral, kita harus segera memastikan apakah itu hanya karangan belaka atau memang ada masalah nyata. Jika ditemukan dugaan insiden anomali, kita harus segera meneruskannya ke departemen keamanan. Urusan ini ditangani oleh Lao Luo. Dia membawahi beberapa anak muda yang bekerja dalam sistem shift, menyaring informasi selama dua puluh empat jam tanpa henti."

"Itu aku, Direktur. Aku Lao Luo. Namaku Luo Cuicui." Si pria beraroma wangi dengan gaya rambut "barcode" mendekat. Begitu dia membuka mulut, semerbak harum langsung menyebar—wangi bunga dan tumbuhan bercampur dengan sedikit aroma mint.

Xuan Ji menggerakkan hidungnya sedikit, merasa bahwa ini adalah barcode yang menyegarkan.

Si "barcode," Luo Cuicui, berkata, "Jangan remehkan tugas kita. Terlihat sepele, tapi harus sangat berhati-hati. Jika ternyata tidak ada masalah, tapi kita malah melaporkannya sebagai insiden, petugas lapangan akan berangkat sia-sia. Kemudian mereka pulang dan pasti akan memaki kita. Mereka itu seperti leluhur—kita tidak bisa menyinggung mereka."

Xuan Ji bertanya, "Jika sampai ada insiden yang terlewat dan tidak dilaporkan, bukankah masalahnya akan lebih serius?"

"Tidak juga. Mana mungkin ada begitu banyak insiden supranatural? Kasus yang benar-benar memerlukan keterlibatan petugas lapangan biasanya berasal dari kepolisian. Di internet, lebih banyak orang asal bicara atau menakut-nakuti diri sendiri. Lihat ini—" Luo Cuicui berkata sambil menyerahkan ponselnya kepada Xuan Ji, membuka sebuah forum untuk ditunjukkan padanya.

Di bagian teratas forum, terdapat sebuah unggahan dengan judul: "Butuh bantuan: Aku merasa anakku bukan lagi anakku."

"Begitulah gaya postingan di forum ini." Luo Cuicui melanjutkan, "Tugas kita bukan mencari prestasi, tapi menghindari kesalahan. Saat Direktur Gong masih menjabat, dia selalu menekankan bahwa departemen kita bertanggung jawab untuk meredakan masalah, bukan mencari masalah. Apa pun yang kita lakukan, prinsip ini harus selalu diingat." Sampai di sini, mungkin merasa dirinya sudah terlalu banyak bicara dan terkesan menggurui pemimpin baru, Luo Cuicui segera mengalihkan pembicaraan dengan nada menjilat. "Tapi Direktur Gong juga tipe yang suka bermain aman. Sekarang... ah, sudahlah, tak perlu membahas dia lagi. Menurutku, kau berbeda. Sebagai pemuda berbakat seperti ini, jelas sekali kau sangat kompeten, bahkan Direktur Xiao begitu mempercayaimu. Pasti kau bukan orang biasa, kan? Kau berasal dari garis keturunan kekuatan khusus yang mana?"

Senyum di wajah Xuan Ji seketika membeku. Ia mengangkat kelopak matanya sedikit dan melirik Luo Cuicui. "Coba tebak?"

Dia memiliki sepasang mata phoenix yang tidak khas—setiap kali tersenyum, matanya melengkung, seolah menyimpan segudang rencana licik, sering kali membuat orang keliru mengira itu adalah mata yang ramah. Namun, saat ini, tanpa senyum atau kata-kata, tatapannya mengarah lurus ke Luo Cuicui. Barulah Luo Cuicui menyadari bahwa kelopak matanya tipis, warna bola matanya sedikit terang, dan di ujung matanya yang sedikit naik terdapat sebuah tahi lalat kecil yang nyaris tak terlihat. Ketika senyumnya menghilang, ada kesan aneh yang sulit diungkapkan, seperti sesuatu yang asing dan menggoda perlahan muncul ke permukaan.

Luo Cuicui tiba-tiba merinding, tatapan Xuan Ji barusan membuatnya tanpa alasan merasa gemetar. Namun, sebelum sempat bereaksi, Xuan Ji sudah kembali bersandar dengan santai, lalu dengan sedikit kelicikan, dia mengedipkan mata ke arahnya. Kesan tajam dan aura aneh yang tadi seperti bilah pisau lenyap tanpa jejak, seolah hanya efek sudut pandang semata. Dalam sekejap, dia kembali menjadi sosok biasa yang tampak penuh kebiasaan duniawi. "Bro, menurutmu, di mana aku terlihat tidak biasa? Kira-kira cukup tampan untuk jadi idol, kan?"

Meskipun rambut Luo Cuicui tidak banyak, ia cukup cerdik. Merasa bahwa atasan barunya ini bukan sosok yang bisa ditebak dengan mudah, ia pun tak berani lagi mencoba mengorek lebih jauh—lalu mencari alasan untuk kabur.

Setelah mengusir Luo Cuicui, Xuan Ji menghubungkan ponselnya ke Wi-Fi pesawat, lalu membuka halaman web untuk menguji kecepatan internet. Sekaligus, ia juga membuka kembali forum yang tadi ditunjukkan oleh Lao Luo dan mengeklik unggahan aneh yang berada di posisi teratas.

Pembuat unggahan itu menulis dengan kalimat yang kacau dan tidak nyambung, isinya sama sekali tidak jelas. Dari cara bicaranya, orang ini lebih terlihat seperti sedang kerasukan.

Xuan Ji membaca cukup lama sebelum akhirnya memahami maksud di balik deskripsi yang berantakan itu. Singkatnya, si pembuat unggahan memiliki seorang anak yang selalu bertingkah liar dan tidak bisa diatur—dulu sering merokok, bolos sekolah, dan menghabiskan waktu di warnet. Namun, entah kenapa, belakangan ini anak itu tiba-tiba berubah total, mulai rajin bersekolah, dan bahkan mendapatkan nilai yang cukup lumayan dalam ujian bulanan, naik ke peringkat menengah di kelas. Perubahan yang terlalu drastis ini membuat sang ibu merasa sulit mempercayainya. Karena terlalu terkejut, pikirannya mulai berkelana ke mana-mana, bahkan sampai curiga bahwa anaknya terkena pengaruh supranatural.

Saat melihat kolom komentar, hampir semua isinya adalah "Bocah titipan dari sekolah rehabilitasi kecanduan internet, pergi sana!"

Ketika Xuan Ji menyegarkan halaman, unggahan itu sudah menghilang—kemungkinan besar telah dilaporkan dan dihapus.

Dia lalu membolak-balik postingan lain di forum, benar saja, seperti yang dikatakan Lao Luo, tidak ada hal serius, selain beberapa penderita delusi dan yang menulis novel daring, sisanya adalah clickbait, membuat judul yang sensasional, yang bisa dibicarakan di dalamnya tetaplah tiga 'harta karun lalu lintas'*—urusan keluarga, hubungan pria dan wanita, gosip selebritas."

* "流量宝" (liúliàng bǎo) diterjemahkan sebagai "harta karun lalu lintas". Istilah ini mengacu pada topik-topik yang menarik banyak perhatian dan lalu lintas daring.

Xuan Ji membalik-balik sebentar, merasa agak bosan. Matanya lelah setelah membaca, dan pandangannya sedikit kabur. Di sampingnya, Lao Luo dan Senior Bi sedang berdiskusi tentang spekulasi properti di Kamboja. Sebagai seorang kartu budak bulan terang*, Xuan Ji tidak bisa ikut serta dalam topik yang begitu mewah dan berkelas. Maka, ia pun mengenakan earphone, mengabaikan kedua raksasa finansial yang sedang merancang strategi di Asia Tenggara, lalu menutup mata untuk beristirahat sejenak.

*Kartu budak bulan terang (月光卡奴) adalah istilah dalam bahasa Mandarin yang mengacu pada seseorang yang selalu menghabiskan seluruh gajinya setiap bulan dan bergantung pada kartu kredit untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Mungkin karena kursi pesawat khusus ini terlalu nyaman, atau mungkin juga getaran pesawat membantu tidur, begitu ia memejamkan mata, ia justru tertidur.

Dan lagi, ia bermimpi.

Xuan Ji bermimpi dirinya berada di sebuah bangunan kecil bergaya klasik, dengan struktur balok kayu. Mungkin itu semacam rumah penginapan atau pos peristirahatan. Ruangan itu tidak besar, dan samar-samar ia bisa mendengar suara keramaian dari lantai bawah.

Seseorang membelakanginya, bersandar miring di tepi jendela, memandang ke luar.

Orang itu bertubuh tinggi dan tegap, mengenakan pakaian hitam sepekat bulu gagak.

Ini bukan pertama kalinya Xuan Ji bermimpi tentang ini. Sejak ia bisa mengingat, sosok dengan bayangan punggung itu selalu muncul di tengah malam dari waktu ke waktu. Xuan Ji tidak tahu siapa dia, juga tidak pernah melihat wajahnya secara langsung. Dalam mimpi, setiap kali ia mencoba mendekat dalam jarak satu meter, ia akan langsung terbangun, seolah sosok itu adalah suatu tabu yang tidak boleh disentuh.

"Kau juga datang merasakan pesawat khusus ini?" Karena sering bermimpi tentangnya, Xuan Ji secara sepihak menganggap tamu dalam mimpinya ini sebagai teman lama. Tetap menjaga jarak aman satu meter, ia dengan akrab mengajak sosok itu mengobrol. "Bagaimana? Pekerjaan baruku keren, kan?"

Sosok itu tidak menjawab, seperti biasa—diam dan tak bergerak, seolah sebuah patung indah yang diukir dengan sempurna. Dalam mimpi ini, selain dirinya sendiri, semuanya hanyalah latar belakang. Entah Xuan Ji ingin berulah atau berguling-guling di dalamnya, tetap saja ini hanyalah pertunjukan seorang diri.

"Meskipun mungkin ini adalah masalah yang cukup besar," Xuan Ji mundur dua langkah, lalu duduk di atas meja kayu di sampingnya, terus mengoceh kepada "teman lamanya." "Mantan kepala departemen penanganan akhir tiba-tiba 'pensiun karena sakit' tanpa alasan yang jelas, Xiao Zheng juga terlihat sangat tertutup... Hmm, seharusnya ini bukan sekadar masalah ekonomi. Korupsi biasa atau suap tidak mungkin membuat seluruh departemen benar-benar bungkam, dan Lao Xiao juga tidak akan berputar-putar hanya untuk merekrutku, kan? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di Chiyuan? Bagaimana bisa tiba-tiba ada sekumpulan pohon yang mengamuk? Dan yang lebih aneh, aku sama sekali tidak merasakan apa-apa..."

Saat mengatakan itu, ia tiba-tiba terdiam, matanya membelalak—angin kecil tiba-tiba berembus melalui jendela, mengangkat ujung pakaian sosok di hadapannya. Lengan jubah orang itu bergetar halus tertiup angin. Gerakan kecil itu membuat sosok yang selama ini seperti patung tiba-tiba tampak "hidup." Hati Xuan Ji berdegup kencang, seakan ia telah melangkah ke dimensi lain. Ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam mimpinya!

Lalu, sosok yang membelakanginya itu menghela napas pelan dan—tak disangka—perlahan berbalik menghadapnya.

"Direktur!"

Xuan Ji tersentak, langsung bangkit dari kursinya. Hampir saja matanya silau oleh lip balm mengilap di bibir Luo Cuicui.

Luo Cuicui berteriak di telinganya, suaranya nyaris tenggelam dalam deru mesin pesawat, "Cepat bangun! Kita akan segera mendarat!"

Saat mereka mendarat di dekat Chiyuan, hari sudah terang. Kantor cabang Chiyuan sedang sibuk mengepung pohon-pohon mutan di seluruh perbukitan, wajah mereka penuh debu dan kelelahan, tak sempat mengurus tim logistik seperti mereka. Akhirnya, mereka hanya mengirim seorang pekerja magang bermarga Li untuk menjemput dengan mobil.

Beberapa turis ilegal ditempatkan di Rumah Sakit Pertama Chiyuan. Rumah sakit itu berada di dataran tinggi, dan dari area parkir, pemandangan pegunungan di sekitar ngarai besar bisa terlihat. Saat ini, langit tampak suram, kabut air menyelimuti sekeliling. Meskipun AC di dalam mobil sudah dinyalakan untuk mengurangi kelembapan, sepanjang perjalanan pakaian mereka tetap terasa lembap dan lengket di tubuh.

Rambut Ping Qianru mengembang seperti gulungan kawat. Begitu turun dari mobil, ia berjalan sambil terus merapikannya dengan kesal. Tiba-tiba, angin bertiup pelan. Gerakan tangannya berhenti sejenak, lalu ia mengernyit, mengendus udara dengan ragu. Dengan suara pelan, ia bertanya kepada Bi Chunsheng di sebelahnya, "Bi Jie, apakah kau mencium sesuatu?"

Pendengaran Xuan Ji sangat tajam. Meskipun berjarak beberapa langkah, ia tetap menangkap percakapan itu dan menoleh sambil menyela, "Bau apa?"

Ping Qianru terkejut oleh suara Xuan Ji, seperti murid yang tiba-tiba dipanggil oleh guru saat kelas berlangsung. Secara refleks, ia berdiri tegak dan menjawab dengan gugup, "Itu... itu seperti bau di kuil... bau dupa... lilin wangi."

Dia terdiam sejenak, melirik ekspresi Xuan Ji, lalu dengan suara pelan seperti dengungan nyamuk, ia menambahkan, "Tertiup angin ke sini... sepertinya juga ada sedikit bau amis."

Angin bertiup dari arah Ngarai Besar Chiyuan. Mengikuti arah pandangan gadis itu, Xuan Ji menoleh untuk melihat. Seketika, pegunungan di kejauhan tampak menggelap di matanya, seolah dikelilingi oleh bayangan samar yang menyeramkan, seperti kabut berisi aura kematian. Xuan Ji terkejut, langkahnya sedikit tertahan. Ia menekan jemarinya di antara alis, mencoba mengumpulkan fokus. Namun, saat ia melihat kembali, gunung-gunung itu tetap hijau, kabut masih menyelimuti seperti biasa, tanpa ada tanda-tanda aneh. Seolah yang tadi hanyalah ilusi semata.

Pemandu mereka, si magang Xiao Li, bertanya, "Direktur, ada apa?"

Xuan Ji menggelengkan kepala, mengalihkan pandangannya, lalu memberi isyarat pada Xiao Li untuk melanjutkan perjalanan. Dalam hati, ia sudah memutuskan—setelah urusan pekerjaan selesai, ia harus pergi ke ngarai itu dan melihatnya sendiri.

.....

Target mereka kali ini—beberapa turis yang terjebak—semuanya mengalami luka ringan. Masing-masing tampak lesu dan tertunduk malu. Kabarnya, setelah keluar dari rumah sakit, mereka masih harus dibawa ke kantor polisi untuk menerima sanksi administratif. Dokumen, ponsel, dan barang pribadi mereka telah disita, semuanya diserahkan kepada Ping Qianru untuk diperiksa, guna memastikan tidak ada rekaman atau foto yang tidak boleh dipublikasikan.

Bi Chunsheng dengan sigap mengambil alih tugas wawancara. Sebagai orang baru, Xuan Ji tidak ingin sembarangan mencampuri pekerjaan rekannya, jadi dia hanya berdiri di samping, diam-diam mengamati cara kerja Bi Chunsheng. Tak butuh waktu lama, dia menyadari bahwa percakapan antara Bi Chunsheng dan para target berlangsung dengan cara yang cukup menarik.

Xuan Ji sebelumnya juga bekerja dengan orang-orang. Meski tidak terlalu ambisius, dia setidaknya memiliki dasar dalam keterampilan komunikasi. Dari sudut pandangnya, Bi Chunsheng sebenarnya tidak bisa dikatakan mahir dalam "skill berbicara." Meskipun dia sangat ramah, sikapnya terkadang terlalu akrab, bahkan beberapa gerakan tubuhnya jelas melewati batas zona sosial, membuatnya tampak kurang sopan.

Seandainya orang lain berbicara seperti itu, kemungkinan besar target akan merasa curiga atau tidak nyaman. Namun anehnya, setiap orang yang diajak bicara olehnya justru tampak seperti "dipengaruhi"—tanpa sadar mereka mulai berbincang dengan santai.

Setelah beberapa putaran percakapan, Bi Chunsheng akhirnya mulai menanyai para target tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam ngarai.

Lalu terdengar seorang gadis dengan kaki patah mengenang, "Saat itu sepertinya ada ular piton besar mengejar kami. Ular itu sangat aneh, berwarna tanah, seperti diselimuti kulit kayu. Sungguh menakutkan!"

Bi Chunsheng tersenyum sambil berkata, "Apa yang kau sebut 'ular' itu seharusnya sebenarnya adalah sulur yang sebelumnya melilit di pohon besar. Gempa bumi mengguncang pohon itu hingga tumbang, membuat sulur-sulur berayun liar, tampak seolah bergerak sendiri. Mana mungkin ada ular piton besar di kawasan wisata ini?"

"Bukan begitu," gadis yang dikoreksinya tampak agak bingung, berusaha membantah, tetapi nada bicaranya terdengar ragu, seolah tiba-tiba tidak yakin lagi. "Menurutku, itu seharusnya bukan sulur yang berayun... Ular itu bergerak sangat cepat, benar-benar mengejar kami, dan juga..."

Bi Chunsheng menatap matanya dengan tenang dan mengulang dengan suara datar, "Bukan, itu hanya sulur."

Xuan Ji merasa bahwa Bi Chunsheng hampir seperti sedang berdebat—jika bertemu orang yang temperamental, mungkin mereka sudah saling adu mulut. Namun, ekspresi gadis itu justru semakin ragu, dan suaranya semakin lemah.

Percakapan mereka berulang dua hingga tiga kali, dan anehnya, gadis itu akhirnya seolah "terpengaruh." Dia sepenuhnya menerima perkataan Bi Chunsheng. Setelah itu, saat orang lain bertanya, dia tidak lagi menyebut "ular piton berwarna tanah" atau "dikejar sesuatu," seakan-akan ingatannya tentang kejadian itu telah menghilang.

Xuan Ji, sedikit terkejut, bertanya kepada Luo Cuicui di sebelahnya, "Bi Dajie* punya kemampuan khusus? Dia itu... hmm, bagaimana kalian mengklasifikasikan silsilah kekuatan itu?"

*"Dàjiě" (大姐) secara harfiah berarti "kakak perempuan tertua" dalam bahasa Mandarin.

"Ya, dia termasuk 'kategori kekuatan dan mental' dalam kemampuan khusus, lebih condong ke aspek mental," Luo Cuicui berkata dengan bangga, menegakkan dadanya. "Di departemen logistik kita, hanya sedikit yang punya kemampuan khusus—semuanya ada di sini."

Xuan Ji tak bisa menahan diri untuk menatapnya lebih teliti. "Oh, maaf, jadi kau juga punya kemampuan khusus?"

"Aku tidak sehebat itu, masih jauh," Luo Cuicui berkata dengan nada merendah yang justru terdengar bangga. "Kemampuan khususku sama sekali tidak praktis. Aku termasuk dalam 'kategori tumbuhan' dari enam silsilah utama. Kemampuanku adalah mengubah sebagian anggota tubuh menjadi tumbuhan—jari tangan dan jari kakiku memiliki karakteristik tanaman."

Xuan Ji terus bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, "Karakteristik tanaman itu maksudnya seperti apa?"

"Ah, maksudnya terus tumbuh! Kalau tidak dipangkas tepat waktu, dalam setahun aku bisa merusak banyak sekali sepatu!"

Xuan Ji: "..."

Kamerad Luo sebaiknya mencari rumah sakit untuk mengobati "kemampuan khususnya" itu.

Pemandu mereka, si magang Xiao Li, tak bisa menahan tawa. Namun, mungkin merasa itu kurang sopan, ia segera berdeham untuk menutupi, lalu mengalihkan pembicaraan dengan berkata kepada Xuan Ji, "Orang keenam yang berhasil diselamatkan tidak mengalami cedera, jadi kami sementara menempatkannya di ruang istirahat keluarga. Letaknya di depan sana."

Xuan Ji baru saja mengangkat pandangannya mengikuti arah jari Xiao Li, namun entah bagaimana, tepat pada saat itu, lampu di lorong berkedip sekali lalu mendadak padam. Di saat yang sama, ia merasakan sensasi dingin di ujung jarinya. Ketika melihat ke bawah, sebuah cincin tiba-tiba muncul di jari telunjuk kanannya. Batu cincin itu berwarna merah darah ayam, seukuran butiran beras, tanpa sedikit pun noda atau corak lain.

Jantung Xuan Ji berdebar. Tanpa menarik perhatian siapa pun, ia buru-buru menyelipkan tangan kanannya ke dalam saku jaketnya.

Cincin ini, seperti "Panduan Seribu Iblis", sudah ada bersamanya sejak lahir, seolah tumbuh menyatu dengan jarinya dan tak bisa dilepaskan. Namun, dibandingkan "Panduan Seribu Iblis", cincin ini lebih misterius. Tidak pernah menunjukkan kekuatan gaib, juga tidak pernah menimbulkan masalah. Ia hanya ada di sana, seperti rambut atau kuku tambahan—tidak sakit, tidak gatal, dan hingga kini, Xuan Ji masih belum tahu apa kegunaannya.

Selain desainnya yang agak kuno, Xuan Ji sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkannya. Lagipula, cincin ini biasanya bisa menghilang dari pandangan dan hanya muncul saat "dipanggil." Selama itu, dia bisa menganggapnya seolah tidak pernah ada.

Pohon-pohon di Chiyuan tiba-tiba memberontak tanpa alasan, sosok "manusia batu" dalam mimpinya mendadak berbalik, dan cincin tak kasatmata itu muncul sendiri tanpa seizinnya...

Xuan Ji merasa hatinya tenggelam sedikit. Terlalu banyak kejadian aneh terjadi dalam satu hari ini.

"Bohlamnya mati," gumam Xiao Li, si magang, tanpa menyadari apa pun. Ia terus berjalan ke depan sambil berkata, "Orang ini… hmm… agak aneh. Nanti setelah melihat sendiri, kau akan mengerti."

Rumah sakit sudah dikarantina oleh Biro Pengendalian Anomali, dan di ruang istirahat keluarga hanya ada satu orang.

Seorang pria duduk di kursi plastik, membelakangi pintu yang setengah terbuka. Ia tampak begitu fokus menonton iklan yang diputar di televisi di depan dinding.

Punggungnya tegak lurus namun tidak kaku, duduk dengan postur yang tampak seperti hasil latihan khusus. Hanya dari punggungnya saja, sudah terasa enak dipandang. Yang paling mencolok adalah rambutnya—panjang hingga melewati pinggang, luar biasa tebal dan lebat. Ia hanya mengikatnya secara sederhana di tengkuk dengan seutas tali, namun rambut itu tetap menggumpal begitu penuh, setebal lengan anak kecil.

Xuan Ji begitu melihat pria itu, pandangannya tiba-tiba berpendar. Setelah cincin, kini "Panduan Seribu Iblis" juga muncul sendiri, seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun, setelah menunggu cukup lama, halaman-halaman buku itu tetap kosong.

"Ini kartu identitas yang dia serahkan," kata Xiao Li, mengeluarkan sebuah kartu dari dalam map arsip. "Tidak ada ponsel, katanya ponselnya hilang."

Luo Cuicui menatap rambut pria itu sejenak, lalu dengan penuh rasa iba meraba "barcode" di kepalanya sendiri dan bergumam, "Sekarang bahkan anak muda pun mulai pakai wig, pasti karena polusi udara…." Kemudian ia bertanya, "Direktur, boleh aku bicara dengannya sebentar?"

"Tunggu." Xuan Ji mengangkat tangan, menghentikannya. Saat itu juga, "kartu" di tangan Xiao Li berubah menjadi sehelai daun kering, lalu tiba-tiba whoosh—terbakar begitu saja.

Nyala api yang mendadak muncul itu membuat Xiao Li dan Luo Cuicui terlonjak kaget.

Saat itu, pintu ruang istirahat keluarga, yang sebelumnya hanya terbuka sedikit, tiba-tiba berderit perlahan, berputar di engselnya yang berkarat seperti helaan napas panjang dan parau. Udara lembap dan berbau busuk menyembur keluar dari dalam, membuat orang tanpa sadar teringat pada peti mati lapuk yang memeluk tulang belulang. Televisi di dinding mendadak mati, layarnya yang hitam seperti cermin memantulkan sepasang mata—mata itu menatap langsung ke arah Xuan Ji yang sudah bersiap siaga.

Di dalam mata yang menyerupai arwah gentayangan itu, perlahan muncul jejak senyuman.