BAB 4

Layar hitam televisi tiba-tiba memercikkan bunga api "pat"—gambar kembali muncul, tepat saat sebuah iklan perkemahan musim panas sedang tayang. Sekelompok anak bermain dan bercanda di lapangan, seharusnya menjadi pemandangan yang ringan dan ceria. Namun, entah karena sinyal buruk atau alasan lain, gambar di televisi tersendat parah, suara tawa anak-anak terdengar terputus-putus, lalu tiba-tiba menjadi aneh.

Ha… ha…

Di televisi, seorang gadis kecil bermain terlalu heboh, ekspresinya lepas kendali, tepat terhenti pada wajah yang entah sedang menangis atau tertawa, tampak menyeringai. Di dalam mulutnya yang terbuka lebar, satu gigi depan hilang.

Luo Cuicui mendadak lemas, terhuyung mundur, tanpa sengaja menendang sebuah tong sampah dari logam. "Brak!"—suara benturan logam terdengar nyaring, bergema jauh di lorong yang berkelok-kelok.

Xiao Li baru tersadar, lalu dengan mata melotot, ia berkata kepada pria berambut panjang itu, "Apa-apaan kau? Hei, kau itu seorang teneng ren, kan? Membuat kartu identitas palsu dengan kekuatan jalur spiritual*, benar-benar mengira orang lain tidak bisa melihatnya?"

Pria berambut panjang di ruang istirahat itu dikejutkan oleh teriakan Xiao Li dan perlahan menoleh. Xuan Ji segera mengangkat tangan, menekan dada Xiao Li, lalu dengan keras mendorong pemuda ceroboh itu ke belakangnya. Hampir bersamaan, pria yang tadi duduk di ruang istirahat tiba-tiba lenyap dari tempatnya. Dalam sekejap kilat, Xuan Ji mengangkat tangan kanan untuk melindungi lehernya. Sekilas, kilatan perak melintas di sela-sela jarinya.

"Ding!"

Pria berambut panjang yang misterius itu berpindah dalam sekejap dari ruang istirahat ke pintu, langsung mendesak ke depan Xuan Ji. Sebuah tangan pucat, sehalus giok kuno, mengarah lurus ke tenggorokan Xuan Ji. Di sela-sela jarinya, Xuan Ji menjepit sebuah koin, tepat menahan tangan lawan.

Koin berbenturan dengan jari, membuat Xuan Ji seolah merasa menabrak batu. Lalu, dia melihat dengan jelas wajah yang kini berada sangat dekat di depannya.

Orang itu memiliki alis yang terangkat dan ujung mata yang sedikit menurun. Tulang alisnya yang seperti terukir membawa kesan dingin yang menjauhkan orang, namun matanya justru seperti "mata kekasih"—dalam seperti kolam gelap, tatapannya lembut dan penuh perasaan.

Sesaat, Xuan Ji tiba-tiba merasakan keakraban yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Di telinganya terdengar suara pelan—batu cincin di tangan kanannya ternyata retak!

Cincin ini tidak rusak terbakar, tidak larut dalam asam, bisa menahan peluru dan menangkis pisau. Sudah menemaninya hampir sepanjang hidup, pergi ke mana pun bersamanya. Xuan Ji selalu berpikir, kelak saat dirinya mati dan jasadnya menjadi abu, cincin ini mungkin akan berubah menjadi semacam relik suci.

Tak disangka, hanya dengan satu sentuhan ringan, cincin itu retak!

Batu merah darah yang semula cerah seolah kehilangan kehidupannya. Dari celah retakan, warna karat samar-samar menyebar, dan rasa dingin menusuk tulang dengan cepat merambat dari jari yang mengenakan cincin itu. Darah di seluruh tubuhnya seakan hendak membeku. Sebagai reaksi naluriah untuk melindungi diri, koin di tangan Xuan Ji meledak, lapisan tipis warna logam menyelimuti tangannya, dan dari telapak tangannya melesat keluar nyala api kecil, menggigit jari lawan. Pria berambut panjang itu dengan cekatan menarik kembali tangannya, tetapi api yang semula hanya seukuran biji kacang tiba-tiba membesar berkali-kali lipat, menjulur seperti naga api dan melingkari lengannya.

Pria berambut panjang itu menghela napas pelan, seolah sedikit kelelahan. Setengah lengannya sudah terbakar, tetapi dia tetap tenang. Dengan gerakan santai, dia membalik pergelangan tangannya dan menangkap "naga api" itu. Dalam satu tarikan dan genggaman, api yang membakar lengan bajunya seperti ular yang dicekik di titik lemahnya—tak berdaya menggeliat, lalu mengecil menjadi gumpalan kecil yang dia remas ke dalam telapak tangannya. Jari-jarinya bahkan tidak terkena abu sedikit pun. Api yang terpantul di kulit telapak tangannya hanya memberikan sedikit rona hangat. Satu-satunya yang berubah adalah pakaiannya—jaket hitam yang ia kenakan di bagian atas tubuhnya mulai "mencair" dari ujung lengan, berubah menjadi tumpukan ranting kering dan dedaunan layu yang kusut dan berantakan, melilit di pergelangan tangan pucat dan kurusnya.

Pria berambut panjang itu meremas api hingga padam, lalu menundukkan kepala dan mengusap lengannya dengan satu gerakan ringan. Pakaian yang sebelumnya terbakar, memperlihatkan setengah lengannya, segera kembali ke bentuk semula.

Pakaian yang dikenakannya jelas meniru beberapa orang di sebelah, bahkan robekan pada jaket mereka pun ditiru persis, hanya saja warnanya dan beberapa detail diubah dengan sangat halus, sehingga sekilas tidak terlihat sama. Namun, jika diperhatikan lebih saksama, semua warna pada pakaiannya berasal dari para wisatawan laki-laki yang terjebak, tanpa satu pun jahitan atau benang yang "melampaui" referensinya.

Pria berambut panjang itu dengan sopan mengangguk pada Xuan Ji, lalu membuka mulut dengan aksen yang aneh: "Sungguh memalukan, pakaianku tak layak menutupi tubuh."

Itu bukan bahasa Mandarin standar, juga tidak terdengar seperti dialek daerah mana pun. Xuan Ji sedikit terkejut. Pria berambut panjang itu tampaknya mengira dia tidak mengerti, lalu, seolah merasa agak kesulitan, menoleh sekilas ke televisi yang tergantung di dinding, kemudian beralih ke bahasa Mandarin yang terpatah-patah: "Pakaianku adalah…"

Kata terakhir seharusnya merupakan kata yang tidak biasa, dan mungkin tidak disebutkan di TV atau oleh turis yang terjebak, jadi dia berhenti sejenak: "Pohon... um..."

Xuan Ji: "Ilusi optik."

Pria itu tersenyum ramah dan mengangguk, seperti seorang tuan rumah, dengan sopan memberi isyarat "silakan" kepada Xuan Ji: "Asal kau paham sudah cukup, silakan masuk dan duduk."

Xuan Ji tidak mengalihkan pandangannya dari pria berambut panjang itu, sambil menyembunyikan tangannya di belakang, dia memberi isyarat kepada magang Xiao Li dan Luo Cuicui agar tidak ikut masuk, lalu menutup pintu ruang tunggu keluarga dengan santai.

Pria ini tadi berbicara dalam bahasa kuno. Xuan Ji pernah berurusan dengan banyak benda kuno sebelumnya, beberapa di antaranya memiliki spiritualitas dan bisa mengucapkan beberapa kata. Karena sering mendengarnya sejak kecil, dia bisa mengenali bahasanya.

Menurut perkiraannya yang tidak terlalu profesional, bahasa yang tadi diucapkan oleh pria berambut panjang itu terdengar agak mirip dengan Yayan* dari sekitar tiga ribu tahun lalu, pada masa kekacauan besar di Jiuzhou. Namun, Xuan Ji juga tidak bisa memastikan, karena dalam sejarah, evolusi bahasa terkadang berlangsung cepat, terkadang lambat. Ada kalanya satu kali pergolakan saja sudah cukup untuk mengubah bahasa resmi dalam kurun tiga hingga lima puluh tahun, tetapi ada juga masa di mana beberapa dinasti berlalu, dan aksen masyarakat tetap tidak banyak berubah. Selain itu, orang-orang di zaman kuno pun memiliki berbagai dialek, jadi belum tentu yang mereka gunakan saat itu adalah guanhua (bahasa resmi) pada masanya.

*"Yayan" (雅言) secara harfiah berarti "bahasa yang elegan" atau "bahasa standar." Dalam konteks sejarah Tiongkok, istilah ini merujuk pada bahasa yang digunakan oleh kaum terpelajar dan kalangan resmi di zaman dahulu, terutama sebelum terbentuknya sistem guanhua (官话), yang kemudian berkembang menjadi bahasa Mandarin modern.

Satu-satunya hal yang bisa dipastikan adalah, di masyarakat modern tidak ada lagi orang yang berbicara seperti ini.

Orang ini... anggap saja "orang", sebenarnya merangkak keluar dari hutan belantara mana?

Saat itu, "Panduan Seribu Iblis" yang sempat macet di mata Xuan Ji akhirnya kembali normal. Halamannya bergetar pelan, lalu muncul sederet huruf kecil yang tampak ragu-ragu dan sedikit bergetar dalam pandangannya, memberi keterangan di samping pria berambut panjang itu: "Boneka Rumput Tongxin*."

*"通心" (tōngxīn) berarti "berkomunikasi secara batiniah" atau "terhubung pikiran."

Xuan Ji tercengang sejenak. Segera setelah itu, keterangan tadi menghilang, dan "Panduan Seribu Iblis" memberinya penjelasan yang lebih rinci:

"Rumput Tongxin" adalah ilmu kutukan pengganti. Dengan mengukir Mantra Tongxin pada boneka, sang pemilik mantra dapat mengendalikannya dari beberapa li jauhnya. Gerak-geriknya, tidurnya, bicaranya—semuanya seperti manusia sungguhan, dan keenam indranya terhubung dengan sang pemilik mantra. Boneka ini bisa berupa ukiran kayu atau patung tanah liat, dan hanya dengan mematahkan kutukan, wujud aslinya dapat terlihat.

Xuan Ji tiba-tiba menyadari—ternyata orang ini bukan manusia sungguhan, pantas saja rambutnya begitu luar biasa lebat.

Seiring tatapannya terfokus pada pria berambut panjang... tubuh boneka itu, "Panduan Seribu Iblis" kembali memberikan catatan kecil yang informatif: Boneka ini dipahat dari batu giok spiritual berusia seribu tahun.

Xuan Ji: "..."

Boneka setinggi model pria yang dipahat dari batu giok spiritual berusia seribu tahun… dengan ukiran yang begitu halus!

Ini pasti setara dengan harga sebuah siheyuan?*

*Siheyuan (四合院) adalah kompleks rumah tradisional Tiongkok dengan halaman tertutup.

Siheyuan memiliki fitur wajah yang tampan dan tegas, tetapi entah kenapa, seperti diselimuti semacam ilmu hitam. Setelah menatapnya sebentar, Xuan Ji merasa dadanya sesak dan sulit bernapas. Dia menenangkan diri, lalu menurunkan pandangannya ke bahu dan leher pihak lain, dengan sopan bertanya, "Halo, ini bagian dari tugasku, jadi aku perlu menanyakan identitasmu. Selain itu, kau mengirim 'utusan' yang begitu berharga ke wilayah Chiyuan kami, bolehkah aku tahu apakah ada sesuatu yang bisa kami bantu?"

Siheyuan berkedip, tetap diam, menatapnya dengan ekspresi seolah berkata, "Kucing ini mengeong dengan cukup baik." Oh, bahasanya terlalu berbelit. Dengan tingkat pemahaman Mandarin orang ini, dia tidak mengerti.

Xuan Ji tidak berdaya, jadi dia terpaksa mengganti dengan cara yang lebih sederhana dan langsung, "Maksudnya, aku bertanya asalmu dari mana dan ada keperluan apa—gunakan saja bahasamu sendiri, aku bisa menangkap intinya."

Siheyuan bersandar santai di dinding, mengangkat tangannya, lalu dengan lembut mencium jari yang tadi bersentuhan dengan Xuan Ji. Dengan nada tenang dan perlahan, dia balik bertanya, "Siluman kecil, darahmu murni. Kenapa kau bercampur di antara manusia?"

Saat Siheyuan berbicara, beberapa helai rambut panjang yang terurai jatuh di bahunya. Suaranya lembut dan tenang. Mungkin karena merasa kesulitan dengan bahasa Mandarin, Xuan Ji melihat dari ujung matanya bahwa tatapan orang itu sangat fokus—bahkan sampai membawa kesan sayang yang sulit dijelaskan, sama sekali tidak seperti sebuah siheyuan yang layak.

Apa maksudnya ini? Xuan Ji waspada dalam hati. Apakah tren 'figura'* zaman sekarang sudah sebegitu buruk, langsung menggoda orang begitu saja?

*Figur di sini mengacu pada shouban (手办), istilah untuk figur koleksi.

"Maaf, sekarang giliranku yang bertanya," kata Xuan Ji. "Nama 'Sheng Lingyuan' yang kau berikan itu asli atau palsu?"

"Tidak ingat."

"Di mana wujud aslimu?"

Siheyuan entah tidak memahami pertanyaan ini atau memang tidak ingin menjawab. Dia sedikit memiringkan kepala, tersenyum tanpa berkata apa-apa.

"Kau berasal dari mana?"

"Di bawah tanah."

"Di bawah tanah?" Xuan Ji tidak tahu apakah itu harus diartikan secara harfiah atau memiliki makna khusus. Dia hanya merasa merinding, lalu mengejar dengan pertanyaan, "Apa maksudnya 'di bawah tanah'?"

"Aku terbangun dari sebuah peti mati tipis di bawah tanah," kata Siheyuan yang mengaku bernama Sheng Lingyuan. "Peti itu sudah lapuk, sepertinya ketika masih hidup, aku berasal dari keluarga miskin."

Keluar merangkak dari peti mati...

Xuan Ji tanpa sengaja melirik wajah pihak lain, lalu jantungnya kembali berdebar tak beraturan. Dia tidak berani melihat lagi.

Komunikasi di antara mereka sangat sulit, keduanya hanya bisa menebak-nebak maksud satu sama lain. Jika dia tidak salah paham, orang ini sepertinya adalah hantu tua—dari aksennya, sudah "mati" selama bertahun-tahun.

Jadi, apa ini? Mayat hidup?

Xuan Ji bertanya, "Yang 'terbangun' di dalam peti mati itu wujud aslimu, atau boneka rumput tongxin ini?"

Sheng Lingyuan, entah karena salah paham atau sengaja menghindari jawaban, hanya berkata, "Aku dipaksa bangun oleh seseorang. Di luar sangat berisik."

"Siapa? Kenapa mereka membangunkanmu?"

"Orang itu berbicara dengan cara yang gila, dengan aksen yang belum pernah kudengar. Saat itu, pikiranku tidak begitu jernih, jadi aku tidak memahaminya," kata Sheng Lingyuan dengan tatapan penuh pemikiran yang terus tertuju pada Xuan Ji. Dengan nada lambat dan santai, dia melanjutkan, "Setelah keluar dari peti, kebetulan aku bertemu beberapa teman di luar. Karena pakaianku tidak rapi, aku merasa tidak pantas muncul langsung di hadapan mereka, jadi aku diam-diam mengikuti mereka sebentar. Tak disangka, ada siluman pohon yang membuat onar. Melihat mereka sama sekali tidak menyadarinya, aku terpaksa meniru cara berpakaian mereka, mengubah pakaianku dengan sihir, lalu membimbing mereka masuk ke dalam gua."

Xuan Ji merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan orang ini. Matanya sedikit menyipit. Sambil memutar-mutar koin di jarinya dengan gerakan lincah, dia bertanya, "Kau bisa mengerti ucapan mereka?"

"Tidak sepenuhnya, tetapi beberapa kata memiliki pola yang bisa diikuti. Lagi pula, mereka tidak terlalu waspada terhadapku. Dengan mengamati ekspresi mereka, aku bisa menebak sebagian maknanya. Aku khawatir terlalu banyak bicara akan menimbulkan kesalahan, jadi aku hanya meniru nada bicara mereka dan mengucapkan beberapa sapaan yang maknanya bisa kutebak. Untungnya, situasinya kacau saat itu, jadi aku tidak sampai ketahuan. Tapi alat sihir itu—" Sheng Lingyuan menunjuk ke televisi. Saat ini, televisi tidak lagi macet dan sedang menayangkan sebuah drama dengan teks terjemahan. "Orang-orang di dalamnya berbicara dengan jelas dan lancar, dan setiap kata di bawahnya diberi tanda. Apakah ini digunakan untuk anak-anak belajar menulis?"

"Kau bisa membaca huruf sederhana?"

"Huruf sederhana," Sheng Lingyuan dengan penuh minat mengulang kata itu, menirukan nada dan pelafalan Xuan Ji dengan sempurna—kemampuannya meniru terasa agak menyeramkan. Sambil tersenyum, dia menjawab, "Memahami setiap kata tentu tidak bisa, tapi dengan melihat orang dan situasi, serta menebak dari bentuk huruf, aku masih bisa memahami sekitar lima puluh persen."

Orang ini, saat berdiri di sana, mungkin karena tubuhnya terbuat dari batu giok spiritual, seluruh auranya terasa lembut dan hangat seperti giok. Begitu melihatnya, orang akan secara naluriah merasa simpatik.

Dipaksa bangun dari peti mati, tapi sama sekali tidak menunjukkan amarah saat bangun tidur. Mendengar ocehan burung yang tidak dimengerti satu kata pun. Pakaiannya bahkan hanya rumput yang langsung dianyam dari daun, tapi masih sempat sibuk menolong orang. Apa ini, pahlawan tanpa tanda jasa versi dunia manusia? Xuan Ji berpikir dalam hati, Sial, aku hampir saja percaya.

Xuan Ji tiba-tiba menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan "Sheng Lingyuan"—yaitu nada bicaranya.

Selain beberapa pertanyaan yang sengaja atau tidak sengaja dihindari, orang ini menjawab semuanya—jawabannya terperinci dan sabar. Nada bicaranya santai, tetapi isinya sangat meluas, seperti seseorang yang mengobrol santai dengan orang asing saat mengantre panjang, hanya untuk membunuh waktu.

Jika dia benar-benar baru saja dikubur selama ribuan tahun dan merangkak keluar dari bawah tanah, dikelilingi oleh orang-orang yang tidak dikenalnya dan bahasa yang tidak dipahaminya, bukankah hal pertama yang seharusnya dia lakukan adalah mencari orang yang membangunkannya? Bahkan jika dia tidak bisa menemukan orang itu, setidaknya dia harus berusaha memahami era apa ini, lalu mencari sesuatu yang familiar—bukan malah bersantai di rumah sakit, menonton televisi, dan mengobrol tanpa tujuan dengan orang asing!

Apa yang sebenarnya sedang dia tunggu?

Terjebak di luar, Xiao Li mungkin merasa ada sesuatu yang tidak beres, jadi dia memanggil tim lapangan yang berjaga di rumah sakit. Saat itu, tim lapangan yang menerima pemberitahuan tiba di depan ruang istirahat keluarga. Mereka mengetuk pintu dan bertanya, "Direktur Xuan, butuh bantuan? Bagaimana situasinya?"

Mendengar suara itu, Sheng Lingyuan secara naluriah menoleh ke arah pintu. Pada saat dia memalingkan wajah, koin di ujung jari Xuan Ji tiba-tiba melesat, menembak langsung ke arah glabelanya. Di permukaan koin itu, tampak jelas sebuah mantra yang diukir dengan ujung kuku.

Menurut "Panduan Seribu Iblis", "roh" dari boneka rumput tongxin berada di glabelanya—bisa dianggap sebagai "CPU" dari boneka itu. Jika seseorang menyerangnya dengan "mantra pemecah kutukan" tepat di glabelanya, boneka itu akan kehilangan kemampuan bergerak, menampakkan wujud aslinya, serta memperlihatkan mantra pengendali yang terukir di tubuhnya. Selama mantra asli itu ditemukan, maka dengan "mantra pelacak" seseorang bisa menelusuri keberadaan pemilik boneka tersebut. Akhirnya, buku contekan serba tidak berguna yang sudah menemani Xuan Ji selama ribuan tahun ini membuktikan manfaatnya. Di dalamnya, ada catatan rinci tentang bentuk "mantra pemecah kutukan" dan "mantra pelacak". Meskipun dia tidak bisa memahaminya, dia bisa menyalinnya dengan cukup akurat.

"Kau sebenarnya apa? Jangan bersembunyi di balik boneka—"

Sheng Lingyuan bereaksi dengan sangat cepat. Dia mengangkat tangannya untuk menangkis koin itu. Namun, tepat saat jari-jarinya terbuka untuk menangkapnya, koin itu meledak di udara—lidah api menyembur lebih dari satu meter, membungkus hampir setengah tubuhnya. Di dinding putih di belakangnya, beberapa baris mantra "pemecah kutukan" terpanggang jelas. Tubuhnya yang terukir dari giok tak terpengaruh oleh api, tetapi tali rumput yang mengikat rambutnya langsung hangus, membuat rambut panjangnya terurai seketika. Pakaian semu yang sebelumnya tersusun dari dedaunan layu pun kembali ke bentuk aslinya. Namun, anehnya, dia ternyata tidak dalam keadaan telanjang.

Di dalamnya masih ada satu lapisan lagi!

Hanya dalam sekejap, pakaian palsu yang tercipta dari ilusi dilalap api hingga lenyap, menampakkan jubah panjang berwarna putih di baliknya. Di atas jubah itu, pola totem yang digambar dengan darah hampir sepenuhnya terbentuk, menyebarkan aroma anyir yang menusuk. Kulit pria itu, yang sebelumnya tampak hidup, kini memperlihatkan tekstur seperti batu—putih dengan semburat kebiruan. Warna merah samar di bibirnya tampak seperti sesuatu yang sengaja dilukiskan, dan senyumannya yang penuh kehangatan tiba-tiba menjadi aneh.

Tunggu, bukankah di Panduan Seribu Iblis tertulis bahwa boneka tidak akan bergerak jika terkena serangan?

Mantra komunikasi*? Kode sumber*?

*Mantra komunikasi (通心咒文): Terjemahan harfiah, merujuk pada mantra yang memungkinkan komunikasi batiniah.

*Kode sumber (源代码): Istilah serapan dari dunia pemrograman, berarti kode asli dari suatu program atau sistem.

Totem darah di tubuhnya itu apa?

Sheng Lingyuan menghela napas, dengan santai melambaikan tangan dan memadamkan api kecil yang melilit tubuhnya, lalu perlahan berdiri tegak: "Bocah kecil, cukup cerdik juga. Gambar pemecah kutukan itu lumayan bagus. Siapa yang mengajarkanmu?"

Begitu suku kata terakhir diucapkan, pria berambut panjang itu sudah melesat seperti kilat ke hadapan Xuan Ji. Tepi koin di tangan Xuan Ji setajam pisau, menangkis tangan lawan yang menerkamnya. Dalam sekejap mata, mereka telah bertukar tujuh hingga delapan jurus. Koin beterbangan, asap hitam di ruang istirahat keluarga belum sempat menyebar, sementara suara benturan logam bergema di seluruh ruangan.

Beberapa koin terjatuh dari lengan baju Xuan Ji, berputar kacau di sekitar kaki Sheng Lingyuan. Xuan Ji mengulurkan tangannya di udara dan menekannya ke bawah. Seketika, koin-koin itu tertanam ke dalam lantai marmer, membentuk sebuah formasi. Dengan bunyi renyah "crash" di udara, beberapa rantai besi yang terbakar tiba-tiba muncul entah dari mana, meraung dan membelit pria berambut panjang itu di tengah.

Sialan, Panduan Seribu Iblis tadi lupa ditutup. Saat melihatnya lagi, catatan tentang "boneka rumput tongxin" telah menguap seperti embun di bawah sinar matahari, lenyap tanpa jejak. Di antara halaman-halaman buku, perlahan muncul dua karakter berdarah—

"Ren Mo" (Manusia-Iblis).