Hari senin pagi, suasana di SMA KEMUNING lebih ramai dari biasanya. Semua siswa masih membicarakan Upacara Pembukaan SEA Games yang disiarkan di TVRI beberapa hari lalu.
Di antara kerumunan itu, Anisa Pratama berjalan menuju kelasnya dengan penuh percaya diri. Setelah tampil sebagai pembawa bendera, ia merasa sedikit lebih terkenal. Beberapa teman sekelasnya bahkan memujinya saat masuk kelas.
"Eh, Nisa! Gue lihat lo di TV! Keren banget!" kata Rina, teman sebangkunya.
Anisa menyeringai bangga.
"Ya dong! Kapan lagi gue masuk TV?"
Namun, kejutan sebenarnya datang saat Rina menunjuk sebuah amplop cokelat yang tergeletak di atas meja Anisa.
"Eh, lo dapet surat cinta?" goda Rina.
Anisa mengernyit. Ia mengambil amplop itu dan membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya, ada selembar kertas dengan tulisan tangan yang rapi.
Untuk Anisa Pratama,
Kamu terlihat sangat luar biasa saat membawa bendera di SEA Games. Aku selalu memperhatikanmu, tapi mungkin kamu tidak menyadarinya. Suatu hari nanti, aku harap bisa memberanikan diri untuk mengatakannya langsung.
_Dari seseorang yang mengagumimu..
Mata Anisa membesar.
"Hah? Siapa yang ngirim ini?"
Rina langsung berteriak, "Woi! Nisa dapet surat cinta!"
Seluruh kelas langsung ribut. Beberapa siswa mulai berspekulasi siapa pengirimnya, sementara Anisa hanya bisa menutupi wajahnya yang mulai memerah.
Tiba-tiba, suara tawa khas Bayu Wiranata terdengar dari pintu kelas.
"Surat cinta? Wah, jangan-jangan dari penggemar berat lo!"
Anisa mendelik ke arahnya.
"Bukan urusan lo, Bay!"
Bayu tetap tertawa.
"Gue yakin lo bakal ngebahas ini sama geng nanti."
~~~~
Sore hari, di rumah Baskara
Seperti biasa, kelima sahabat itu berkumpul. Kali ini, mereka duduk melingkar di ruang tamu rumah Baskara, yang dipenuhi bau khas teh hangat yang diseduh ibunya.
"Ayo, ayo, kasih lihat suratnya," kata Dimas sambil menyorongkan tangannya.
Dengan enggan, Anisa menyerahkan surat itu. Semua anak mulai membaca dengan ekspresi berbeda-beda.
Bayu langsung bersiul.
"Wah, nih orang serius banget. Kayak pujangga."
Baskara hanya menatap surat itu dengan ekspresi datar, lalu menyerahkannya ke Rizky, yang membacanya tanpa banyak bicara.
"Jadi, menurut lo semua siapa yang ngirim?" tanya Anisa, menatap mereka satu persatu.
Bayu mengangkat bahu.
"Bisa siapa aja di sekolah. Lo baru masuk TV, bisa aja ada yang naksir gara-gara itu."
Dimas mengangguk.
"Mungkin dari kelas sebelah?"
Rizky tetap diam, hanya menyandarkan tubuhnya ke sofa.
"Atau..." Bayu menatap Anisa dengan tatapan penuh arti. "Jangan-jangan seseorang di antara kita?"
Ruangan mendadak sunyi. Anisa menatap mereka dengan curiga, tetapi tak ada yang mengaku.
Baskara akhirnya berkata dengan tenang,
"Mungkin lo harus tunggu surat selanjutnya, Nis. Kalau dia benar-benar serius, dia pasti bakal kirim lagi."
Anisa mengangguk pelan. Meskipun ia masih penasaran, dalam hati kecilnya, ada perasaan aneh yang mulai muncul.
Siapa sebenarnya pengirim surat itu?