Sore itu, kelima sahabat berjalan menuju rumah Baskara, tempat mereka biasa menonton TV bersama. Anisa berjalan di depan, merasa campuran penasaran, gugup, dan deg-degan.
"Gue mulai curiga ini cuma keisengan Bayu," gumam Rizky dengan nada datar.
"Eh, jangan nuduh sembarangan, bro!" protes Bayu. "Gue kalau suka sama cewek, langsung bilang!"
Dimas tertawa kecil.
"Makanya gak ada yang mau sama lo."
Bayu melotot, tapi sebelum bisa membalas, mereka sudah sampai di rumah Baskara.
Baskara membuka pintu dan membiarkan mereka masuk.
"Cari aja kalau kalian mau."
Tanpa basa-basi, Anisa langsung mulai mencari di ruang. Jika petunjuk sebelumnya ditemukan di tempat-tempat favoritnya, maka pasti ada sesuatu yang disembunyikan di sini.
Bayu merogoh sela-sela sofa. Dimas memeriksa bawah meja. Rizky, seperti biasa, hanya duduk santai sambil mengawasi.
Saat Anisa melirik rak kecil di samping TV, matanya menangkap sesuatu. Di antara tumpukan kaset video, ada sebuah amplop cokelat.
Dengan tangan sedikit gemetar, ia menarik amplop itu dan membukanya.
Anisa,
Aku sudah melihatmu sejak lama. Aku tahu bagaimana kamu selalu berusaha keras, meskipun keluargamu jarang memperhatikan.
Aku melihat bagaimana kamu peduli pada teman-temanmu.
Aku menyukaimu bukan karena kamu masuk TV, tapi karena kamu adalah kamu.
Aku harap kamu tidak marah setelah tahu siapa aku.
Jika kamu ingin tahu jawabannya, tataplah aku sekarang.
Anisa membaca surat itu berulang kali.
Tataplah aku sekarang?
Perlahan, ia mengangkat wajah dan melihat ke arah teman-temannya.
Dimas, Bayu, Rizky... lalu akhirnya ke Baskara.
Baskara sedang menatapnya balik. Wajahnya tetap datar seperti biasa, tapi ada sesuatu dalam tatapannya. Sesuatu yang selama ini tidak pernah Anisa perhatikan.
Anisa tersentak.
"Lo?"
Baskara tidak menjawab. Hanya tersenyum tipis -senyum yang sangat jarang ia tunjukkan.
Ruangan itu terasa sunyi. Yang lain juga terkejut. Bahkan Bayu yang biasanya cerewet hanya bisa melongo.
"Gue gak nyangka," gumam Dimas pelan.
Anisa masih berdiri terpaku. Ia tidak pernah membayangkan bahwa Baskara -sahabatnya yang pendiam, jenius catur, dan selalu terlihat tenang -adalah orang yang selama ini mengaguminya secara diam-diam.
Ia menggenggam surat itu lebih erat, merasa jantungnya berdegup lebih kencang.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tidak tahu harus berkata apa.