Rizky dan Perasaan yang Terpendam

Malam itu, Rizky duduk di teras rumahnya, menatap langit gelap di atas komplek Kemuning Permai. Udara malam terasa dingin, tapi pikirannya lebih kacau dari biasanya.

Sejak kecil, ia sudah terbiasa melihat Anisa dan Baskara bersama. Mereka selalu punya cara untuk memahami satu sama lain tanpa banyak bicara. Tetapi, sebelum hari itu, Rizky tidak pernah benar-benar memikirkannya.

Sekarang, setelah semua ini terjadi, dadanya terasa sesak.

Ia menyesap teh hangat buatan ibunya, mencoba mengalihkan pikirannya. Namun, kata-kata Anisa tadi siang terus terngiang di kepalanya:

> "Gue… gak tahu."

Kenapa ia merasa lega sekaligus kesal mendengarnya?

~~~

(Keesokan harinya, di sekolah)

Seperti biasa, Rizky masuk kelas tanpa banyak bicara. Anisa duduk tak jauh darinya, terlihat sibuk mengerjakan sesuatu.

Ia ingin bersikap biasa, tapi saat Anisa menoleh dan tersenyum ke arahnya, hatinya terasa aneh.

Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, Dimas menepuk pundaknya.

"Bro, lo kenapa? Dari kemarin keliatan diem banget."

Rizky menggeleng.

"Gak apa-apa."

Dimas menatapnya lama, lalu menyeringai.

"Jangan bilang lo…"

Rizky melotot, membuat Dimas buru-buru menutup mulutnya. Tapi ekspresinya menunjukkan bahwa ia sudah paham segalanya.

"Anjir… Lo juga, ya?" gumam Dimas pelan, cukup hanya Rizky yang mendengar.

Rizky mengalihkan pandangan, tidak menyangkal, tapi juga tidak mengiyakan.

Dimas menghela napas panjang.

"Gawat sih ini."

Rizky tahu. Ia tahu lebih dulu daripada siapa pun bahwa ia menyukai Anisa. Tapi, karena selama ini ia selalu berpikir perasaan itu tidak akan berarti apa-apa, ia memilih diam.

Namun, sekarang… setelah Baskara lebih dulu mengungkapkan perasaannya, ia mulai bertanya-tanya apakah ia seharusnya tetap diam selamanya.