Bab 2: Fondasi Kekuasaan

Gua itu dipenuhi dengan keheningan yang begitu dalam, seolah-olah dunia menahan napasnya di hadapan sesuatu yang tak seharusnya terjadi. Kael Veyron, yang sebelumnya hanyalah seorang pemuda biasa, kini berdiri di ambang sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Tangan kanannya masih menempel pada monumen raksasa itu. Denyut energi yang sebelumnya tak kasat mata kini terasa beresonansi di sekelilingnya, menembus tulangnya, menyatu dengan pikirannya.

Namun, tidak seperti para penyihir yang menggunakan mantra atau para ilmuwan yang mengandalkan perhitungan kompleks, Kael memahami sesuatu yang berbeda.

"Jika dunia ini memiliki hukum, maka hukum itu bukan sesuatu yang harus ditaati... tetapi sesuatu yang bisa diubah."

Pemahaman itu tumbuh di dalam dirinya, berkembang dari sekadar teori menjadi kebenaran mutlak yang hanya dia sendiri yang dapat pahami.

Dan saat itulah, dunia merespons.

Guncangan Realitas

Tanpa peringatan, monumen raksasa itu mulai bergetar hebat. Retakan muncul di permukaannya, menyebar seperti jaring laba-laba. Udara di dalam gua tiba-tiba menjadi berat, seolah-olah gravitasi bertambah sepuluh kali lipat.

Kael menyipitkan mata. Tidak ada kekuatan eksternal yang menekannya—ini adalah konsekuensi dari pemahamannya sendiri.

"Jadi ini harga dari memahami hukum dunia? Dunia tidak akan tinggal diam jika seseorang mencoba menulis ulang aturannya sendiri."

Kael bisa merasakan bagaimana keberadaannya sendiri seakan-akan dipertanyakan oleh realitas. Seolah-olah dunia mencoba menghancurkannya sebelum dia bisa melangkah lebih jauh.

Tetapi dia tidak gentar.

Alih-alih melawan kekuatan itu, dia menutup matanya dan memahami lebih dalam.

> "Aku tidak menantang hukum dunia. Aku hanya menyesuaikannya dengan kehendakku."

Saat dia membuka matanya, gravitasi yang menekannya tiba-tiba menghilang. Udara kembali normal. Gua yang bergetar berhenti seketika.

Dan monumen yang sebelumnya kokoh... hancur berkeping-keping.

Di tempatnya, hanya tersisa sebuah bola cahaya berwarna keemasan, mengambang di udara.

Warisan dari Dunia Lama

Kael menatap bola cahaya itu. Itu bukan sekadar energi biasa. Itu adalah sesuatu yang lebih purba, lebih fundamental dari sekadar sihir atau teknologi.

Tangan kanannya terulur secara naluriah. Begitu jari-jarinya menyentuh bola cahaya itu, kilatan informasi mengalir ke dalam pikirannya.

> "Hukum pertama: Materi bukanlah sesuatu yang tetap. Itu hanyalah ekspresi dari pemahaman. Jika aku memahami sesuatu lebih dalam, aku bisa mengubahnya sesukaku."

Mata Kael membelalak. Itu bukan sekadar teori. Itu adalah kepastian.

Dia mengangkat tangannya dan menatap batu kecil di tanah.

Di dalam pikirannya, dia membayangkan batu itu berubah menjadi debu, bukan dengan mantra atau alkimia, tetapi dengan pemahamannya sendiri.

Dan dalam sekejap, batu itu berubah menjadi partikel halus dan menghilang tertiup angin.

Kael menarik napas dalam. Ini bukan sihir. Ini bukan teknologi. Ini adalah sesuatu yang lebih besar dari keduanya.

Dia tidak hanya memahami hukum dunia... Dia telah mulai menulis ulang hukumnya sendiri.

Namun, sebelum dia bisa mencerna sepenuhnya apa yang baru saja terjadi, suara langkah kaki terdengar dari pintu masuk gua.

Kael menoleh.

Di sana, seorang gadis berdiri. Rambut panjangnya tergerai, matanya menatapnya dengan keheranan bercampur ketakutan. Dia mengenakan jubah hitam dengan simbol yang melambangkan salah satu keluarga bangsawan dari Kerajaan Eldoria.

Kael mengerutkan kening. Mengapa seseorang dari keluarga bangsawan ada di tempat ini?

Namun, sebelum dia bisa bertanya, gadis itu berbicara dengan suara gemetar.

"Apa yang baru saja kau lakukan... itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan manusia biasa."

Kael hanya tersenyum tipis. "Aku bukan manusia biasa."

Dan dengan kata-kata itu, roda takdir mulai berputar.

---