Langit di atas Xenthar tampak kelabu, seolah-olah menandakan sesuatu yang besar akan terjadi. Di tengah reruntuhan kota yang masih berusaha pulih dari peristiwa besar sebelumnya, Kael berdiri dengan tatapan lurus ke utara. Di sanalah tujuan berikutnya berada—Kuil Kehampaan.
Di sampingnya, Zelphyr berdiri dengan tangan disilangkan, ekspresinya serius. "Kael, kau yakin ingin melakukan ini?"
Kael menoleh padanya. "Jika Menara Hukum benar-benar ada, maka aku harus melewati ini. Tidak ada jalan lain."
Ragnar, yang duduk di salah satu pilar yang sudah retak, terkekeh kecil. "Menara Hukum itu bukan sekadar legenda, tapi tidak semua orang bisa melihatnya. Kau harus membuktikan bahwa pemahamanmu tentang hukum dunia lebih dari sekadar teori."
Eldoria, yang berdiri sedikit lebih jauh dengan tangan memegang jubahnya, tampak cemas. "Tapi kenapa harus Kuil Kehampaan? Tidak ada yang tahu pasti bagaimana tempat itu bekerja."
Kael menarik napas dalam. "Justru karena itu. Aku ingin tahu apa yang ada di sana."
Zelphyr menatap Kael dengan dalam, lalu akhirnya menghela napas. "Baiklah. Kita berangkat besok pagi."
---
Pagi itu, kelompok mereka meninggalkan Xenthar dan mulai berjalan ke utara.
Jalan menuju Kuil Kehampaan bukanlah rute biasa. Hutan lebat membentang di hadapan mereka, pohon-pohon yang tampak sekarat dengan cabang-cabang berpilin seperti tangan yang ingin mencengkeram sesuatu. Angin di tempat ini tidak berembus seperti biasanya—kadang terasa diam seolah dunia berhenti, lalu tiba-tiba bertiup kencang tanpa peringatan.
Setiap langkah yang mereka ambil semakin terasa aneh.
Kael mulai memperhatikan perubahan yang hampir tidak kentara pada gravitasi di sekitar mereka. Kadang-kadang, dia merasa lebih ringan, seperti berjalan di udara. Kemudian, dalam sekejap, tubuhnya terasa berat, seolah-olah ada sesuatu yang menariknya ke bawah.
Eldoria juga merasakannya. "Apa kau merasakan ini juga?" tanyanya pelan.
Kael mengangguk. "Sepertinya kita semakin dekat."
Zelphyr, yang berjalan di depan, berhenti mendadak. "Di sana."
Mereka semua menoleh.
Di antara pohon-pohon kering, sebuah gerbang batu besar berdiri kokoh, meski terlihat sudah berusia ribuan tahun. Kabut hitam tipis menyelimuti sekelilingnya, berputar-putar seperti makhluk hidup.
Ragnar berjalan mendekat dan meletakkan tangannya di permukaan gerbang. "Ini dia. Gerbang menuju Kuil Kehampaan."
Kael maju selangkah, merasakan aura aneh yang menyelimuti tempat itu.
"Begitu kita masuk," Ragnar melanjutkan, "tidak akan ada jalan keluar sampai ujian selesai."
Kael tidak ragu. Jika ini adalah jalan menuju pemahaman sejati, maka dia akan melaluinya.
Dia melangkah ke depan.
Gerbang perlahan terbuka, dan kegelapan yang tak berujung menyelimuti mereka semua.