Bab 15: Ujian di Dalam Kegelapan

Saat Kael melangkah melewati gerbang Kuil Kehampaan, seluruh tubuhnya terasa seperti tenggelam ke dalam kehampaan mutlak. Tidak ada cahaya, tidak ada suara, bahkan tidak ada sensasi apa pun selain kehampaan yang dingin merayap di kulitnya.

Langkah-langkah mereka bergema tanpa arah, seolah-olah tidak ada lantai yang benar-benar menopang mereka. Udara di sekitar terasa berat, menekan dada mereka seperti berada di dasar lautan.

Eldoria menggenggam lengan Kael erat. "Aku… tidak bisa melihat apa-apa."

Kael merasakan detak jantung gadis itu sedikit lebih cepat dari biasanya. Dia juga bisa merasakan ketegangan dari Zelphyr dan Ragnar yang berada tak jauh darinya.

Zelphyr berbicara dengan suara rendah, mencoba mempertahankan ketenangan. "Ini seperti yang dikatakan dalam kitab kuno. Kuil Kehampaan bukan hanya sebuah tempat, tapi sebuah ruang di mana hukum dunia menjadi tidak stabil. Semua yang kita ketahui mungkin tidak akan berlaku di sini."

Ragnar tertawa pelan, tapi ada sedikit kecemasan dalam nada suaranya. "Ya… dan itulah yang membuat tempat ini menarik."

Kael tetap diam, fokus merasakan keadaan di sekitarnya.

Lalu, tiba-tiba…

Duum!

Sebuah suara berat menggema dari segala arah. Tidak jelas dari mana asalnya, seolah-olah muncul langsung dari dalam kesadaran mereka sendiri.

"Sebutkan hukum yang kau pahami."

Suara itu terdengar dalam dan bergema di dalam pikiran mereka, seolah-olah bukan hanya berbicara kepada telinga mereka, tetapi langsung menembus ke dalam jiwa.

Kael terdiam sesaat. Ini adalah ujian pertama.

Dia menarik napas dalam dan menjawab dengan tenang, "Hukum eksistensi."

Hening.

Lalu, sesuatu berubah.

Dari dalam kehampaan, bayangan-bayangan mulai muncul, bergerak seperti kabut yang hidup. Mereka berputar di sekitar Kael, membentuk sosok samar yang semakin lama semakin jelas.

Lalu, dari kegelapan itu, terciptalah sosok dirinya sendiri.

Kael menatap sosok itu—bayangan dirinya yang identik. Tapi ada sesuatu yang berbeda… sosok itu tidak memiliki mata, hanya dua lubang kosong yang menganga dalam kegelapan.

"Jika kau memahami eksistensi," suara bayangan itu berbicara, "maka buktikan."

Kael menatap sosok itu dengan tajam. Ini bukan hanya sekadar pertanyaan, tetapi tantangan.

Dia menarik napas dalam dan mulai fokus.

Eksistensi…

Apa yang membuat sesuatu ada? Bagaimana kesadaran terbentuk? Apakah eksistensi hanya sesuatu yang bisa dilihat, atau ada lebih dari itu?

Saat pemikirannya semakin dalam, tubuh bayangan itu mulai berubah. Awalnya, hanya distorsi kecil yang hampir tidak terlihat. Namun, seiring dengan pemahaman Kael yang semakin tajam, sosok itu mulai menjadi lebih nyata—perlahan berubah menjadi cerminan sempurna dirinya.

Kael menyadari sesuatu. Bayangan ini bukan sekadar ilusi. Ia adalah hasil dari pemahamannya sendiri.

Dia melangkah maju, menatap langsung ke arah sosok itu.

"Jadi ini ujianmu?" tanyanya.

Bayangan itu tersenyum tipis. "Bukan."

Seketika, dunia di sekitar mereka berubah.

Dari kegelapan tanpa batas, mereka kini berdiri di atas sebuah daratan luas yang dipenuhi reruntuhan kuno. Pilar-pilar tinggi menjulang di sekeliling mereka, beberapa di antaranya sudah runtuh dan ditutupi lumut keunguan.

Di langit, bintang-bintang tidak diam—mereka bergerak dalam pola yang tidak wajar, seolah-olah ada kekuatan yang mengatur jalannya secara langsung.

Dan di depan mereka, berdiri sebuah sosok berjubah hitam dengan mata berkilau perak.

Ragnar bersiul pelan. "Kurasa kita baru saja sampai pada bagian yang menarik."

Sosok berjubah itu mengangkat tangannya, dan dunia kembali bergetar.

Ujian sebenarnya baru saja dimulai.