Bab 16: Hakikat Kehampaan

Langit di atas mereka bergerak dalam pola yang aneh—bintang-bintang yang seharusnya tetap diam berputar perlahan, membentuk formasi yang mustahil. Seolah-olah ada tangan tak terlihat yang mengatur pergerakan mereka dengan hukum yang tidak dikenal.

Di bawah kaki mereka, tanah terasa nyata, tetapi tidak stabil. Setiap langkah yang mereka ambil terasa seperti menapaki sesuatu yang bisa lenyap kapan saja. Seperti berdiri di batas antara keberadaan dan ketiadaan.

Di hadapan mereka, sosok berjubah hitam berdiri tanpa bergerak. Matanya berkilauan seperti dua permata perak di tengah kehampaan.

Suara berat menggema dari sosok itu.

"Kael."

Namanya disebut, bukan sebagai panggilan biasa, tetapi sebagai pernyataan.

Kael melangkah maju, menatap sosok itu tanpa gentar. "Siapa kau?"

Tidak ada jawaban langsung. Sosok itu mengangkat tangannya, dan seketika, ruang di sekitar mereka berubah.

Pilar-pilar kuno yang menjulang tinggi di sekeliling mereka mulai bergetar. Beberapa mulai melayang ke udara, bergerak tanpa pola yang jelas. Potongan reruntuhan melayang, lalu tiba-tiba hancur berkeping-keping tanpa suara, seolah-olah realitas itu sendiri tidak memiliki aturan.

Zelphyr menyipitkan matanya, satu tangannya tetap di gagang pedangnya. "Ini bukan ilusi. Hukum ruang dan waktu di sini… kacau."

Eldoria merapat ke sisi Kael. "Aku merasakannya juga. Ini seperti tempat di luar konsep yang kita pahami."

Ragnar melangkah maju, sedikit tertawa, meskipun ekspresinya penuh kewaspadaan. "Jadi… mau bertarung atau bagaimana? Aku sudah bosan hanya berdiri di sini."

Tetapi sosok berjubah hitam itu tetap diam. Ia hanya menatap Kael, seolah menunggu sesuatu darinya.

Kael menyadari sesuatu. Ini bukan ujian kekuatan fisik. Ini adalah ujian pemahaman.

Jika dia mencoba menyerang langsung, kemungkinan besar dia akan gagal. Tetapi jika dia bisa memahami hakikat tempat ini…

Kael menutup matanya dan mulai berpikir.

Kehampaan.

Apa itu kehampaan?

Banyak orang berpikir bahwa kehampaan adalah ketiadaan mutlak. Kosong. Tidak ada apa-apa. Tetapi jika itu benar, maka kehampaan seharusnya tidak bisa mempengaruhi dunia nyata.

Tapi di sini, di tempat ini, kehampaan memiliki wujud. Ia mengubah ruang. Ia memanipulasi waktu. Ia tidak hanya kosong, tetapi potensial.

Kehampaan bukan hanya ketidakadaan.

Kehampaan adalah asal mula sesuatu.

Saat pemikiran itu mengalir dalam benaknya, sesuatu mulai berubah dalam dirinya.

Sosok berjubah hitam itu akhirnya berbicara. "Kau mulai memahami."

Tiba-tiba, sosok itu melesat ke arah Kael.

Gerakannya tidak seperti manusia—tidak ada langkah, tidak ada hentakan, hanya perpindahan seketika.

Zelphyr langsung mencabut pedangnya, bersiap menebas. Eldoria mengangkat tangannya, bersiap dengan sihirnya. Ragnar juga menegang, siap menyerang.

Tetapi Kael mengangkat satu tangan, menghentikan mereka. "Jangan."

Dia tidak mundur. Tidak bergerak. Tidak mencoba menghindar.

Sosok berjubah hitam itu menembus tubuhnya.

Dan seketika itu juga, segala sesuatu berubah.

Kael tidak merasakan sakit. Tidak ada luka. Tetapi kesadarannya terasa seakan melayang di dalam lautan informasi yang luar biasa luas.

Dia melihat fragmen-fragmen cahaya, seperti memori yang bukan miliknya.

Dia melihat dunia terbentuk dari kehampaan.

Dia melihat hukum pertama diciptakan.

Dia melihat bagaimana eksistensi lahir, berkembang, dan akhirnya musnah kembali ke dalam kehampaan.

Dan dia menyadari…

Hukum Kehampaan bukan tentang ketiadaan.

Hukum Kehampaan adalah tentang transisi.

Sesuatu yang lahir, pasti akan lenyap.

Dan sesuatu yang lenyap, akan melahirkan sesuatu yang baru.

Kael membuka matanya.

Dia sekarang berdiri di tempat yang berbeda—ruang kosong yang tak terbatas, dikelilingi oleh kegelapan yang bukan hanya gelap, tetapi juga penuh kemungkinan.

Sosok berjubah hitam itu masih ada di depannya. Tapi kali ini, ia tersenyum tipis.

"Kau lulus ujian pertama."