Langit masih kelam ketika Kael dan Eldoria berdiri di atas reruntuhan, napas mereka terengah setelah pertempuran yang baru saja usai. Para musuh yang bisa menghapus keberadaan mereka telah mundur, tapi Kael tahu ini bukan akhir—melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Eldoria menyarungkan pedangnya, matanya masih menyapu sekeliling dengan waspada. "Mereka terlalu kuat untuk sekadar kaki tangan biasa," gumamnya.
Kael mengangguk, masih memikirkan apa yang baru saja dia lakukan. Menutup celah dalam hukum ruang bukanlah hal yang mudah, tetapi dia berhasil. Itu berarti pemahamannya telah berkembang lebih jauh—hanya saja, dia belum tahu seberapa jauh.
"Eldoria," katanya sambil menatap langit, "aku harus mencari tahu lebih dalam tentang hukum ini. Jika mereka bisa menghapus keberadaan seseorang, itu berarti ada hukum yang lebih tinggi yang belum aku pahami."
Eldoria menatapnya dalam-dalam. "Apa kau yakin ini bukan jebakan?"
Kael menghela napas. "Mungkin, tapi aku tidak bisa hanya menunggu mereka datang lagi tanpa persiapan."
Eldoria mengangguk. "Baiklah. Lalu, apa rencanamu?"
Sebelum Kael sempat menjawab, sebuah suara dari belakang mereka membuat keduanya menoleh.
"Kalian berdua cukup mengesankan," ujar seseorang dengan suara tenang.
Dari balik bayangan, seorang pria bertubuh tinggi muncul, jubah hitamnya berkibar tertiup angin. Rambutnya panjang berwarna perak, dan matanya memancarkan cahaya biru yang aneh.
Kael langsung mengangkat kewaspadaannya. "Siapa kau?"
Pria itu tersenyum tipis. "Seseorang yang mengawasi dari kejauhan. Aku tidak berniat bertarung… setidaknya, belum."
Eldoria mencengkeram gagang pedangnya. "Apa maksudmu?"
Pria itu berjalan mendekat dengan tenang. "Aku sudah lama mengamati pergerakan kalian. Kael, kau telah melangkah ke jalur yang sangat berbahaya. Jika kau terus maju, tidak akan ada jalan untuk kembali."
Kael menatapnya tajam. "Aku tidak pernah berniat untuk kembali."
Pria itu tersenyum kecil. "Bagus. Maka, izinkan aku memberikan sedikit petunjuk."
Dia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, ruang di sekitar mereka bergetar. Cahaya keunguan muncul di udara, membentuk simbol-simbol aneh yang tampaknya bukan dari dunia ini.
"Ini adalah pecahan hukum yang mereka gunakan," kata pria itu. "Sebuah teknik yang tidak hanya menyembunyikan eksistensi, tetapi juga menulis ulang realitas itu sendiri."
Kael mengamati simbol-simbol itu dengan penuh konsentrasi. Ada sesuatu yang terasa familiar, seolah dia hampir bisa memahaminya… tapi belum cukup.
"Kenapa kau menunjukkan ini padaku?" tanyanya.
Pria itu menatapnya dengan serius. "Karena kau adalah satu-satunya yang mungkin bisa menghancurkan mereka. Tapi kau masih terlalu lemah."
Eldoria menggeram. "Jika kau hanya ingin menghina kami, lebih baik pergi."
Pria itu tertawa kecil. "Bukan hinaan. Ini adalah fakta. Jika kau ingin melawan mereka, kau harus melampaui batas yang ada."
Kael mengepalkan tangannya. "Dan bagaimana caranya?"
Pria itu menyeringai. "Kau harus memahami hukum di balik asal-usul segala sesuatu. Kau harus melangkah ke tingkat yang lebih tinggi."
Kael terdiam. Kata-kata itu bergema dalam pikirannya.
Eldoria melirik Kael dengan khawatir. "Apa maksudnya?"
Kael menghela napas dalam. "Dia berbicara tentang sesuatu yang lebih dari sekadar hukum ruang atau materi… Dia berbicara tentang hukum penciptaan."
Mata Eldoria membesar. "Itu berarti…"
Kael menatap pria di depannya. "Siapa kau sebenarnya?"
Pria itu tersenyum tipis. "Seseorang yang pernah berada di posisi sepertimu… dan gagal."
Tanpa berkata lagi, pria itu berbalik dan mulai berjalan menjauh.
"Tunggu!" Kael memanggilnya, tapi pria itu hanya mengangkat tangan.
"Kita akan bertemu lagi, Kael. Sampai saat itu, bersiaplah… karena yang akan datang lebih mengerikan dari yang kau bayangkan."
Dan dengan itu, dia menghilang dalam sekejap.
Kael terdiam, pikirannya berputar-putar memproses informasi yang baru saja dia dapatkan.
Eldoria menyentuh lengannya. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Kael menarik napas dalam, matanya penuh dengan tekad. "Aku harus belajar lebih dalam… dan menemukan hukum yang bahkan mereka takuti."
Dia menatap ke arah horizon yang gelap. Perjalanannya baru saja dimulai, dan dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan jawabannya.
---