Bab 21 - Menembus Batas Pemahaman

Malam itu sunyi. Hanya suara angin yang berbisik di antara reruntuhan batu yang tertutup lumut. Kael dan Eldoria melangkah hati-hati, menyusuri jalur berbatu yang membawa mereka lebih dalam ke dalam peninggalan kuno yang telah lama ditinggalkan oleh peradaban yang hilang.

"Tempat ini… terasa berbeda," gumam Eldoria, matanya menyapu sekeliling. Ia bisa merasakan getaran samar di udara, seakan ada sesuatu yang hidup di dalam reruntuhan ini.

Kael mengangguk. Ia menutup matanya sesaat, membiarkan pikirannya menyatu dengan sekeliling. Di balik kegelapan, ia bisa merasakan jalinan energi yang mengalir seperti sungai tak terlihat. Itu bukan sekadar energi biasa—itu adalah hukum yang membentuk tempat ini.

"Eldoria, tempat ini tidak mati. Ada hukum yang masih aktif di sini," katanya pelan.

Eldoria merapatkan jubahnya, merasa sedikit tidak nyaman dengan suasana yang semakin menegangkan. "Kau yakin kita harus melanjutkan?"

Kael tidak menjawab, hanya melangkah lebih jauh ke dalam, melewati gerbang batu yang dipenuhi ukiran kuno. Begitu mereka melewatinya, udara tiba-tiba berubah. Tekanan tak kasatmata menyelimuti mereka, membuat napas terasa lebih berat.

Dari dalam reruntuhan, cahaya biru mulai menyala perlahan, membentuk sosok yang berdiri tegap di hadapan mereka. Itu adalah bayangan dari seorang pria berjubah panjang, matanya bersinar seperti bintang yang jauh.

"Kalian yang melangkah ke dalam wilayah ini… apakah kalian mencari kebijaksanaan, atau kehancuran?"

Suara itu menggema di udara, seakan tidak berasal dari makhluk fisik. Eldoria secara refleks mencengkeram gagang pedangnya, namun Kael mengangkat tangan, memberi isyarat untuk tidak bertindak gegabah.

"Aku mencari pemahaman," kata Kael dengan mantap. "Aku ingin melampaui batas, memahami hukum yang mengatur dunia ini."

Sosok berjubah itu tersenyum tipis. "Pemahaman adalah jalan yang penuh bahaya. Jika kau melangkah terlalu jauh tanpa kesiapan, kau bisa hancur oleh kebodohanmu sendiri."

Kael tetap berdiri tegak. "Aku siap menghadapi apa pun."

Tiba-tiba, tekanan di udara semakin meningkat. Cahaya biru berkumpul, menciptakan pusaran energi yang berputar cepat. Dalam sekejap, Kael merasakan tubuhnya tertarik masuk ke dalam dimensi yang berbeda.

Ia kini berdiri di tengah ruang tanpa batas, di mana cahaya dan kegelapan bercampur menjadi satu. Di sekelilingnya, garis-garis bercahaya membentuk pola aneh, seperti aliran waktu dan realitas yang dipadatkan dalam satu titik.

Lalu, di hadapannya, muncul sosok yang sangat familiar—dirinya sendiri.

Namun, versi dirinya yang ini berbeda. Matanya bersinar seperti ledakan bintang, auranya lebih padat dan murni. Ia memancarkan ketenangan yang tidak dimiliki Kael saat ini.

"Jika kau ingin memahami hukum, kau harus membuktikan dirimu," kata sosok itu. "Kau harus menaklukkan batasan yang ada dalam dirimu sendiri."

Kael menggenggam erat pedangnya. Ia sadar bahwa pertarungan ini bukan sekadar fisik, melainkan ujian bagi tekad dan pemahamannya sendiri.

Sosok di depannya melangkah maju, mengangkat tangan, dan seketika ruang di sekitar mereka berubah. Hukum gravitasi seakan tidak berlaku, waktu terasa melambat dan mempercepat dalam pola yang tidak bisa diprediksi.

Kael langsung melompat mundur, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan ini. Namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, sosok kembarannya sudah menghilang dari pandangan.

Tebasan!

Pedang energi melesat dari arah yang tidak terlihat, hampir saja menembus dadanya. Kael berhasil menghindar di detik terakhir, namun sebelum ia bisa membalas serangan, gravitasi mendadak berubah dan menariknya ke bawah dengan kecepatan luar biasa.

Ia menghantam tanah keras, tubuhnya sedikit gemetar akibat dampak tersebut.

"Tidak cukup cepat," suara sosok itu terdengar, bergema di seluruh ruang.

Kael mengertakkan giginya. Ini bukan sekadar pertarungan kekuatan—ini adalah ujian pemahaman. Ia harus lebih dari sekadar bertarung. Ia harus mengerti hukum yang mengendalikan ruang ini.

Ia memejamkan mata dan membiarkan pikirannya menyatu dengan realitas di sekitarnya. Perlahan, ia mulai melihat pola dalam perubahan hukum ini. Ada ritme tersembunyi di balik setiap distorsi gravitasi dan manipulasi waktu.

Lalu, sesuatu dalam dirinya terbuka. Ia tidak lagi melihat hukum sebagai sesuatu yang harus ia lawan, melainkan sesuatu yang bisa ia pahami dan kendalikan.

Ia mengangkat tangannya, dan seketika gravitasi di sekitarnya berhenti berubah-ubah. Ia telah menyelaraskan dirinya dengan hukum tempat ini.

Sosok kembarannya tersenyum. "Sekarang kau mengerti."

Seketika, ruang itu bergetar. Cahaya biru yang mengelilinginya mulai memudar, dan dalam sekejap, Kael kembali ke dunia nyata.

Eldoria berlari ke arahnya dengan wajah khawatir. "Kael! Kau baik-baik saja?"

Kael mengangguk, namun matanya bersinar dengan pemahaman baru. Ia telah melangkah lebih jauh ke dalam jalannya.

Di sekeliling mereka, reruntuhan mulai berubah. Ukiran-ukiran di dinding kini bersinar dengan cahaya emas, seakan merespons keberhasilannya.

Dan di dalam dirinya, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Sebuah kekuatan baru, yang bukan sekadar kekuatan biasa—melainkan pemahaman yang telah menjadi bagian dari dirinya sendiri.