Bab 39: Penjara Waktu dan Keabadian

Kael berdiri di tengah kehampaan, merasakan sisa-sisa energi dari hukum yang baru saja ia ciptakan. Pemahamannya tentang keberadaan dan ketiadaan telah melangkah ke tingkat yang lebih tinggi, tetapi ia tahu bahwa ini hanyalah awal.

Sosok misterius yang mengujinya masih ada di sana, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Kau telah memahami celah dalam hukum nihilisme, tetapi apakah kau siap untuk melangkah lebih jauh?" tanyanya.

Kael tidak langsung menjawab. Ia menatap tangannya, merasakan hukum yang baru saja ia ciptakan. Existence Override—hukum yang menegaskan keberadaan di atas kehampaan.

Namun, ia tahu bahwa hanya memahami satu aspek dari hukum tidaklah cukup.

"Apa yang akan kau tunjukkan padaku kali ini?" tanyanya akhirnya.

Sosok itu tersenyum tipis. "Sesuatu yang jauh lebih kompleks... Waktu."

Dalam sekejap, dunia di sekeliling Kael berubah.

Ia kini berdiri di dalam sebuah ruang tanpa batas, tetapi kali ini, ia tidak merasakan kehampaan. Sebaliknya, ia merasakan sesuatu yang jauh lebih aneh—seakan setiap detik yang berlalu tidak mengikuti aturan yang ia kenal.

Ia melangkah maju, tetapi saat ia melangkah, ia melihat dirinya sendiri di kejauhan, seolah-olah ia berjalan menuju masa lalunya sendiri.

"Ini..."

Sebelum ia bisa menyelesaikan pemikirannya, suara sosok misterius itu kembali terdengar.

"Selamat datang di Penjara Waktu."

Kael menoleh ke belakang, tetapi sosok itu tidak terlihat di mana pun. Hanya suara yang bergaung di seluruh dimensi ini.

"Apa yang kau maksud dengan Penjara Waktu?" Kael bertanya.

Suara itu terdengar tenang. "Ini adalah tempat di mana waktu tidak berjalan linier. Masa lalu, masa kini, dan masa depan terjadi secara bersamaan, terperangkap dalam siklus yang tak berujung. Dan satu-satunya cara untuk keluar dari sini adalah dengan memahami esensi sejati dari waktu itu sendiri."

Kael mengerutkan kening.

Ia melangkah lagi, tetapi kali ini, ia melihat dirinya yang lain berdiri di depannya, menatapnya dengan mata yang penuh kebingungan.

"Apa yang terjadi di sini...?"

Sebelum ia bisa bereaksi, tubuhnya sendiri tiba-tiba berubah menjadi bayangan, lalu kembali ke wujud normalnya dalam hitungan detik.

Ia merasakan sesuatu yang aneh—seolah-olah keberadaannya sendiri sedang dipermainkan oleh hukum yang tidak bisa ia kendalikan.

"Jadi ini ujian berikutnya?" gumamnya.

Kael mencoba memahami apa yang terjadi.

Ia menutup matanya dan mencoba merasakan aliran waktu di tempat ini. Biasanya, ia bisa merasakan aliran energi dari hukum-hukum lain, tetapi di sini, tidak ada aliran yang bisa ia ikuti.

Waktu tidak mengalir.

Ia membuka matanya kembali dan melihat sesuatu yang mengejutkan—dirinya sendiri, tetapi kali ini dalam wujud yang jauh lebih tua.

Sosok itu menatapnya dengan tatapan tajam.

"Kau pikir bisa memahami waktu hanya dengan menyentuh permukaannya?" tanya sosok itu.

Kael tidak langsung menjawab. Ia tahu bahwa ini bukan ilusi. Ini adalah dirinya sendiri dari masa depan.

"Jika kau ingin keluar dari sini," lanjut sosok itu, "maka kau harus memahami sesuatu yang bahkan para penguasa hukum pun sulit mengerti."

Kael menatap dirinya yang lebih tua.

"Dan apa itu?"

Sosok itu tersenyum. "Bahwa waktu bukanlah sesuatu yang kau lalui... tetapi sesuatu yang bisa kau bentuk."

Kael terdiam.

Pemahaman itu terasa asing, tetapi pada saat yang sama, masuk akal.

Jika ia bisa menciptakan hukum yang menyangkal nihilisme, maka mengapa ia tidak bisa membentuk waktu sesuai kehendaknya?

Kael menutup matanya lagi, mencoba merasakan hukum waktu itu sendiri.

Namun, yang ia rasakan bukanlah sesuatu yang tetap.

Waktu bukanlah seperti air yang mengalir ke satu arah, melainkan seperti lautan yang bergerak tanpa pola yang jelas.

Kadang waktu berjalan cepat, kadang berjalan lambat, dan terkadang, waktu bahkan tidak bergerak sama sekali.

Ia mulai memahami...

Bahwa waktu bukanlah sesuatu yang absolut.

Ia mengambil napas dalam dan mencoba melangkah, tetapi kali ini, bukan dengan mengikuti aliran waktu, melainkan dengan menciptakan jalannya sendiri.

Saat ia membuka matanya, ia sudah berada di tempat yang berbeda.

Sosok misterius itu kembali muncul, menatapnya dengan ekspresi penuh arti.

"Jadi, kau berhasil menemukan jalan keluar."

Kael tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap tangannya sendiri, merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya.

Ia tidak hanya memahami hukum waktu.

Ia kini bisa membentuknya.

Dan dengan pemahaman itu, ia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai.