Bab 17

Di dalam markas pusat yang masih diselimuti kesunyian pagi, Alcard menerima panggilan dari Oldman. Langkah kakinya mantap saat melangkah menuju ruangan pemimpin tertinggi para outcast itu. Ruangan sederhana yang dipenuhi tumpukan dokumen dan peta-peta strategis menyambutnya begitu ia masuk. Tidak ada kemewahan di dalamnya, hanya atmosfer serius yang langsung menyelimuti setiap sudut, menandakan bahwa pertemuan ini bukanlah sekadar percakapan biasa.

Oldman menatap Alcard dengan sorot mata tajam, seperti seorang pria yang telah menyusun strategi selama berhari-hari. Dengan nada berat dan tanpa basa-basi, ia membuka pembicaraan. "Aku punya misi yang harus kau jalankan, Alcard. Misi ini jauh lebih penting daripada yang sebelumnya."

Alcard berdiri tegak, ekspresinya serius. Ia bisa merasakan ketegangan dalam kata-kata Oldman. "Apakah ini tentang Tanivar?" tanyanya, mengingat diskusi mereka sebelumnya tentang lord yang semakin berani melanggar batas.

Oldman mengangguk pelan, ekspresinya semakin mengeras. "Benar. Selama beberapa hari terakhir, gerakannya semakin mencurigakan. Aku ingin kau mencari tahu apa yang sebenarnya dia rencanakan sebelum semuanya terlambat."

Alcard menyilangkan tangannya di dada, berpikir sejenak. "Jadi, kita tidak akan langsung menyingkirkannya?" tanyanya dengan nada setengah kecewa. Ia sudah lama menunggu kesempatan untuk menumpas Tanivar, seseorang yang ia anggap sebagai pengkhianat terhadap kestabilan The Wall.

Oldman menggeleng, tatapannya penuh perhitungan. "Bukan sekarang. Kita butuh bukti yang tak terbantahkan. Jika kita bertindak terlalu cepat tanpa dasar yang kuat, para lord lain bisa memutarbalikkan keadaan dan menjadikan kita pihak yang bersalah. Jika itu terjadi, posisi kita akan semakin lemah, dan kita bisa kehilangan kepercayaan yang tersisa dari Middle Earth."

Alcard mendengarkan dengan saksama. Ia mengerti maksud Oldman, meskipun dalam hatinya ada dorongan kuat untuk segera menyingkirkan Tanivar. Namun, ia tahu bahwa tanpa rencana matang, mereka bisa terjebak dalam permainan politik yang jauh lebih berbahaya.

"Tugasmu sederhana, tapi berisiko," lanjut Oldman. "Cari tahu pergerakannya. Temukan bukti bahwa dia memang menghinatai kita—apakah itu melalui aliansi rahasia, transaksi gelap, atau bahkan rencana untuk menyerang kita dari dalam. Begitu kita memiliki cukup bukti, kita akan menyingkirkannya dengan cara yang tidak bisa dibantah oleh siapa pun."

Alcard menyeringai tipis, ekspresinya menunjukkan bahwa ia menerima tantangan ini. "Akhirnya, kita bergerak. Tanivar sudah terlalu lama bermain api, mencoba mengadu domba kita dengan dunia luar. Aku sudah lama menunggu saat ini."

Namun, sebelum semangatnya membara lebih jauh, Oldman mengangkat tangannya, memberikan peringatan. "Hati-hati, Alcard. Tanivar bukan lawan sembarangan. Dia lebih dari sekadar lord biasa. Dia licik, punya banyak sekutu, dan tidak akan ragu menggunakan cara apa pun untuk melindungi dirinya sendiri. Jangan buat gerakan yang terlalu mencolok. Jangan sampai dia tahu bahwa kita sedang mengawasinya."

Alcard menatap Oldman dengan penuh keyakinan. "Aku mengerti. Aku akan bergerak dalam bayangan, memastikan tidak ada yang mencurigai pergerakanku. Aku akan membawa cukup bukti untuk memastikan dia tidak bisa lolos dari ini."

Oldman mengangguk, lalu meraih beberapa dokumen dari tumpukan di mejanya. Ia menyerahkannya kepada Alcard. "Ini laporan dari beberapa outcast di wilayah lain. Ada beberapa hal mencurigakan dalam aktivitas Tanivar. Ini akan memberimu gambaran awal tentang apa yang sedang terjadi."

Alcard menerima dokumen-dokumen itu, matanya segera memindai isi ringkasnya. Beberapa laporan menyebutkan transaksi rahasia, pengiriman pasukan kecil ke lokasi yang tidak diketahui, dan rumor tentang pertemuan dengan individu yang tidak jelas identitasnya. Semua ini adalah potongan-potongan kecil dari rencana yang lebih besar.

"Ini akan cukup untuk memulai," kata Alcard, menyimpan dokumen itu ke dalam jubahnya. "Selebihnya, aku akan mengandalkan instingku di lapangan."

Setelah memeriksa persenjataannya dan mengenakan jubah perjalanan, Alcard bersiap untuk berangkat. Udara dingin menyambutnya saat ia keluar dari markas pusat, namun semangat dalam dirinya tetap membara. Ia melangkah menuju kandang kuda, memilih kuda hitamnya yang setia, dan menaikinya dengan gerakan yang mantap.

Saat kuda mulai melangkah menyusuri jalan setapak yang sunyi, Alcard membiarkan pikirannya dipenuhi dengan rencana dan kemungkinan yang akan ia hadapi. Ia tahu betapa berbahayanya misi ini. Tanivar bukan hanya seorang lord dengan kekuatan militer dan kekayaan, tetapi juga seorang manipulator ulung yang mampu memutarbalikkan keadaan sesuai keinginannya.

"Tanivar, kau sudah bermain terlalu lama di dalam bayangan," pikirnya dalam hati, tangannya menggenggam kendali kuda lebih erat. "Kali ini, aku akan memastikan bahwa kau tak akan bisa lolos."

Langit mulai menggelap seiring perjalanan Alcard berlanjut. Malam yang kelam menjadi saksi atas tekadnya yang semakin membaja. Ia tahu bahwa dirinya telah melangkah ke dalam permainan yang jauh lebih besar daripada sekadar pertarungan pedang di medan perang. Ini adalah dunia penuh intrik, pengkhianatan, dan persekongkolan, di mana satu kesalahan bisa berakibat fatal.

Namun, ia bukanlah seorang outcast biasa. Ia adalah Alcard, seorang pejuang yang telah kehilangan segalanya tetapi tetap berdiri. Dan kali ini, ia akan memastikan bahwa keadilan berpihak padanya. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan strategi dan niat yang semakin kuat, ia memacu kudanya lebih cepat, menyongsong malam yang akan membawanya ke jantung kegelapan.

****

 

Perjalanan panjang yang penuh kewaspadaan akhirnya membawa Alcard ke depan gerbang besar benteng milik Lord Tanivar. Lima hari ia habiskan untuk menempuh perjalanan ini, menyusuri jalur-jalur tersembunyi agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan. Sekarang, di hadapannya, berdiri sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi, dikelilingi tembok kokoh yang seolah ingin menunjukkan kekuasaan dan keagungan penguasanya. Benteng ini bukan hanya tempat tinggal seorang bangsawan biasa, melainkan pusat kekuatan politik dan militer yang mengendalikan banyak wilayah di Middle Earth.

Gerbang utama dijaga ketat oleh sekelompok prajurit bersenjata lengkap. Tatapan mereka penuh kewaspadaan saat melihat Alcard mendekat. Mereka bukan prajurit biasa—setiap gerakan mereka menunjukkan disiplin dan pengalaman. Alcard tahu bahwa satu kesalahan kecil saja bisa membuat misinya berakhir sebelum dimulai. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah, tetap melangkah dengan percaya diri, dan berhenti tepat di depan para penjaga.

"Dari Oldman," katanya singkat, suaranya datar tanpa emosi. Ia menyodorkan sebuah dokumen yang telah dipalsukan dengan sangat rapi, dokumen yang tampak seperti perintah resmi dari pemimpin tertinggi para outcast. Isinya menyatakan bahwa Alcard dikirim untuk membantu Lord Tanivar dalam urusan keamanan tertentu.

Salah satu penjaga menerima dokumen itu dan membacanya dengan saksama. Mata mereka mengamati Alcard dengan lebih tajam, mencari tanda-tanda kebohongan. Beberapa saat berlalu dalam ketegangan sebelum mereka akhirnya saling bertukar pandang, lalu mengangguk.

"Kau bisa masuk," kata salah satu penjaga, suaranya tetap waspada. "Tapi jangan coba-coba membuat masalah, outcast."

Alcard tidak menanggapi ancaman halus itu, hanya melangkah melewati gerbang dengan tenang. Begitu ia berada di dalam benteng, matanya segera bergerak, mengamati setiap detail di sekitarnya. Bangunan ini dipenuhi oleh aktivitas yang menggambarkan kehidupan kaum bangsawan—pelayan berjalan tergesa-gesa membawa nampan berisi makanan mewah, prajurit tengah berlatih di halaman dengan disiplin tinggi, dan beberapa bangsawan terlihat berbincang di taman yang dipenuhi patung marmer serta kolam kecil.

"Di permukaan, tempat ini tampak seperti simbol kemegahan," pikirnya, menyembunyikan senyum sinis. "Tapi aku tahu bahwa semakin indah sebuah istana, semakin banyak rahasia kotor yang tersembunyi di balik dindingnya."

Ia tetap bersikap netral, tidak menarik perhatian siapa pun. Kehadiran seorang outcast dalam benteng para bangsawan bukanlah hal yang asing. Para outcast sering dimanfaatkan untuk tugas-tugas tertentu—dari pekerjaan kasar hingga misi yang tidak ingin dilakukan oleh tangan kerajaan sendiri. Tidak ada yang benar-benar peduli padanya, selama ia tidak melanggar batas yang tidak seharusnya.

Malam mulai turun, dan suasana benteng perlahan menjadi lebih tenang. Prajurit tetap berjaga, tapi mereka sudah masuk ke pola patroli yang lebih mudah diprediksi. Alcard mengamati dari bayang-bayang, menandai jalur yang bisa ia gunakan untuk bergerak tanpa terdeteksi.

"Ini saatnya," pikirnya. Ia mengenakan jubah gelap yang telah dipersiapkannya, menyamarkan dirinya di dalam kegelapan.

Langkah pertamanya adalah menemukan ruang arsip atau ruang kerja pribadi Tanivar. Tanpa suara, ia bergerak melewati lorong-lorong sempit, menghindari penjaga dengan ketelitian yang sudah terlatih selama bertahun-tahun. Ia mengandalkan bayangan dan sudut-sudut buta untuk berlindung. Setelah beberapa waktu, ia menemukan sebuah ruangan yang tampak seperti tempat penyimpanan dokumen penting. Ruangan itu dipenuhi rak kayu yang tinggi, dipenuhi gulungan kertas, buku-buku tebal, serta peta yang digantung di dinding.

Tanpa membuang waktu, ia mulai menggeledah dengan cepat namun sistematis. Ia membuka beberapa gulungan dokumen, mencari sesuatu yang mencurigakan—sesuatu yang bisa digunakan untuk menjatuhkan Tanivar.

"Dia terlalu licik untuk membiarkan semuanya bersih. Pasti ada sesuatu di sini," gumamnya dalam hati sambil membuka lembaran demi lembaran.

Matanya segera menangkap sesuatu yang menarik. Beberapa dokumen mencatat transaksi keuangan yang tidak biasa—jumlah uang yang sangat besar mengalir ke akun-akun rahasia, mengarah ke berbagai pihak yang tidak disebutkan namanya. Beberapa laporan lain menyebutkan pertemuan rahasia dengan para bangsawan yang dikenal bersekutu dalam skema politik yang mencurigakan. Lalu, ada satu dokumen yang paling mencolok: sebuah daftar pembayaran untuk pembunuh bayaran, dengan beberapa nama yang sudah dicoret—nama orang-orang yang telah mati dalam keadaan misterius dalam beberapa bulan terakhir.

Senyum tipis terukir di wajahnya. "Ini awal yang bagus," gumamnya pelan.

Namun, sebelum ia bisa menggali lebih dalam, suara langkah kaki mendekat dari lorong. Tanpa berpikir dua kali, Alcard dengan sigap menyembunyikan dokumen-dokumen penting itu di balik jubahnya dan bergerak cepat ke belakang salah satu rak buku besar. Ia menahan napas, tubuhnya tetap diam seperti bayangan.

Seorang pelayan masuk, matanya menyapu ruangan. Ia tampak sedang memeriksa sesuatu, mungkin sekadar memastikan bahwa ruangan tetap rapi. Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, pelayan itu akhirnya pergi, menutup pintu di belakangnya.

Alcard menunggu beberapa detik sebelum memastikan situasi benar-benar aman. "Aku harus keluar sebelum ada yang menyadari sesuatu," pikirnya.

Dengan langkah hati-hati, ia menyelinap kembali melalui jalur yang telah ia tandai sebelumnya. Setiap gerakannya terencana dengan baik, memastikan bahwa tidak ada jejak yang tertinggal. Ia akhirnya berhasil mencapai kamarnya tanpa insiden.

Begitu berada dalam keamanannya sendiri, ia segera mengeluarkan dokumen-dokumen yang ia bawa dan memeriksanya lebih teliti. Semua bukti yang ia butuhkan mulai terbentuk di hadapannya—sebuah skema besar yang akan menjatuhkan Tanivar jika diungkap ke publik. Ini hanyalah langkah awal, tetapi ia tahu bahwa dengan informasi ini, dominasi Tanivar di Middle Earth mulai goyah.

Sambil menyusun strategi untuk langkah selanjutnya, Alcard menyandarkan punggungnya ke dinding, matanya menatap langit-langit. "Ini baru permulaan, Tanivar," pikirnya. "Kau sudah bermain terlalu lama di dalam bayangan. Sekarang, aku akan memastikan permainanmu berakhir."

****

 

Begitu kembali ke kamar kecil yang ia sewa di penginapan umum dalam benteng, Alcard segera memastikan bahwa pintunya terkunci rapat. Ia menekan gagangnya beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa sepengetahuannya. Dengan gerakan hati-hati, ia menyalakan lentera kecil di sudut meja kayu yang sudah tua dan mulai mengeluarkan dokumen-dokumen yang berhasil ia ambil dari ruang arsip Lord Tanivar. Lembaran-lembaran itu ditumpuk dengan rapi di atas meja, sementara matanya menyapu setiap halaman dengan penuh konsentrasi.

Sebagian besar dokumen yang ia periksa menunjukkan ketidakwajaran dalam laporan keuangan. Ada transaksi mencurigakan yang tidak tercatat secara resmi, pembayaran dalam jumlah besar yang dialihkan ke berbagai nama yang tidak dikenal, serta aliran dana gelap yang sepertinya digunakan untuk membiayai kegiatan di luar jalur hukum. Semakin dalam ia menyelami laporan-laporan ini, semakin jelas bahwa Tanivar telah mengatur permainan yang sangat berbahaya—memanfaatkan posisinya sebagai salah satu lord berpengaruh di Middle Earth untuk memperkaya dirinya sendiri dengan cara-cara yang tidak sah.

"Jadi, ini wajah aslimu, Tanivar," gumam Alcard pelan, nada suaranya penuh kebencian. "Kau bukan hanya bangsawan licik, tapi juga pencuri yang menyamar di balik gelar kebangsawanan."

Ia terus membalik halaman demi halaman, mencatat dalam pikirannya setiap informasi yang mungkin berguna. Namun, saat sedang meneliti salah satu tumpukan dokumen, sebuah kertas kecil terlepas dari sela-sela halaman dan jatuh ke lantai. Dengan cepat, Alcard menunduk untuk mengambilnya. Kertas itu tampak berbeda dari dokumen-dokumen lainnya—lebih kecil, lebih tipis, dan tampak seperti pesan rahasia yang ditinggalkan dengan sengaja.

Ketika ia membukanya, hanya ada satu kalimat singkat yang tertulis di sana:

"Pertemuan di menara kastil selatan, tengah malam."

Alcard mengernyitkan dahi. Pesan ini tidak memiliki tanda tangan, tidak ada stempel, bahkan tidak ada petunjuk tentang siapa yang mengirim atau siapa yang seharusnya menerimanya. Sebuah misteri lain dalam benaknya yang sudah penuh dengan tanda tanya.

"Apakah ini semacam undangan?" pikirnya dalam hati. "Atau mungkin catatan untuk seseorang yang seharusnya menemui Tanivar?"

Ia menggenggam kertas itu erat-erat, pikirannya mulai menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang ada. Jika ini benar-benar pesan rahasia, maka pertemuan yang dimaksud bisa saja memiliki kaitan langsung dengan aktivitas ilegal Tanivar. Jika beruntung, mungkin ia bisa mendapatkan lebih banyak informasi yang bisa digunakan untuk menjatuhkan lord licik itu.

Ia melirik jam kecil di sudut meja. Malam masih panjang, memberikan cukup waktu baginya untuk menyusun rencana. Jika pertemuan ini benar-benar penting, maka tidak ada salahnya menyelidiki lebih jauh.

"Kalau ini memang berkaitan dengan Tanivar, aku harus tahu," gumamnya pelan sambil menyembunyikan kertas itu di balik jubahnya.

Dengan cepat dan penuh kehati-hatian, ia menyimpan kembali dokumen-dokumen lainnya ke tempat yang aman, memastikan bahwa tidak ada bukti keberadaannya di dalam ruangan. Setelah itu, ia mengenakan jubah gelapnya, memastikan bahwa pedangnya tersembunyi dengan baik di balik lipatan kain. Jika sesuatu berjalan tidak sesuai rencana, ia harus siap bertarung.

Dengan gerakan sunyi, Alcard keluar dari kamar penginapannya. Ia menyelinap melewati lorong sempit tanpa menimbulkan suara, memastikan tidak ada yang memperhatikan pergerakannya. Begitu sampai di luar, ia menelusuri gang-gang benteng dengan hati-hati, menghindari para penjaga yang sedang berpatroli. Cahaya obor yang menerangi jalan utama cukup membantu, tetapi ia tetap memilih jalur yang lebih gelap, memanfaatkan setiap bayangan untuk tetap tersembunyi.

Dalam perjalanannya menuju menara kastil selatan, Alcard semakin waspada. Benteng Tanivar cukup luas, dan meskipun ia sudah menghafal sebagian besar rutenya, tetap ada risiko bertemu dengan seseorang yang bisa mengenalinya. Namun, sejauh ini, semuanya berjalan lancar. Malam yang sunyi memberikan perlindungan baginya, memungkinkan ia bergerak tanpa menarik perhatian.

Saat menara kastil mulai terlihat di kejauhan, suasananya tampak ganjil. Bangunan itu berdiri dalam keheningan yang hampir menakutkan, berbeda dengan bagian lain dari benteng yang masih memiliki aktivitas meski malam telah larut. Tidak ada cahaya yang menyala di jendela-jendela atas, tidak ada suara yang keluar dari dalamnya. Seolah-olah menara itu telah lama ditinggalkan, atau sengaja dibiarkan kosong untuk alasan tertentu.

Namun, ketika Alcard mendekat, matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa. Di sudut bayangan dekat pintu masuk, sesosok bayangan bergerak cepat. Orang itu tampaknya baru saja memasuki menara, langkahnya hati-hati, seakan tidak ingin diketahui oleh siapa pun.

"Jadi memang ada seseorang di sini," pikir Alcard, menghentikan langkahnya sejenak untuk mengamati.

Bayangan itu tidak terlihat jelas, tetapi cukup bagi Alcard untuk mengetahui bahwa ia bukan satu-satunya yang tertarik pada pertemuan ini. Mungkin ini adalah seseorang yang menerima pesan itu, atau mungkin orang yang memiliki urusan langsung dengan Tanivar. Apa pun itu, ia harus mencari tahu.

Dengan hati-hati, ia mendekati pintu masuk menara. Ia menempelkan tubuhnya ke dinding dingin dan kasar, mendengarkan dengan seksama. Tidak ada suara percakapan, tidak ada tanda-tanda aktivitas di dalam. Hanya desiran angin malam yang berhembus melewati bebatuan tua kastil, membawa aroma lembap khas bangunan tua yang jarang digunakan.

"Ini bisa jadi jebakan," pikirnya, tetapi rasa penasarannya mengalahkan keraguannya.

Menarik napas dalam, ia menguatkan tekadnya. Apa pun yang terjadi di sini, ia harus tahu. Jika ini adalah bagian dari rencana licik Tanivar, maka setiap informasi yang bisa ia dapatkan sangat berharga.

Dengan langkah pelan dan penuh kewaspadaan, Alcard memasuki menara. Kegelapan menyelimutinya, tetapi ia sudah terbiasa bergerak di bawah bayangan. Setiap langkahnya ringan dan nyaris tanpa suara, memastikan bahwa ia tetap tidak terdeteksi.

Saat ia semakin dalam ke dalam bangunan itu, perasaannya semakin gelisah. Ia bisa merasakan bahwa sesuatu sedang terjadi di tempat ini—sesuatu yang tersembunyi dari mata dunia. Dan dalam kegelapan yang membungkusnya, ia bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan ia temukan.

****

 

Pintu kayu besar yang menjadi akses masuk ke menara itu sedikit terbuka, membiarkan celah kecil yang cukup bagi Alcard untuk mengintip ke dalam tanpa menarik perhatian. Dari balik bayangan, ia melihat Tanivar yang tampak gelisah, melangkah tergesa-gesa menaiki tangga spiral yang berliku menuju puncak menara. Cahaya obor yang redup di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan panjang yang bergetar di setiap langkahnya. Wajahnya tampak tegang, mencerminkan beban berat yang tengah menghimpitnya.

"Apa yang dia rencanakan?" pikir Alcard, matanya tajam mengikuti pergerakan lord licik itu. Dengan langkah ringan dan penuh kehati-hatian, ia menyelinap masuk, menjaga jarak agar tetap tersembunyi dalam gelap. Ia bergerak tanpa suara, membiarkan keheningan menjadi sekutunya.

Setibanya di puncak menara, Tanivar berhenti sejenak di ambang ruangan berbentuk lingkaran yang hanya diterangi oleh cahaya bulan yang masuk melalui jendela sempit di atasnya. Ia menarik napas panjang, seperti seseorang yang sedang bersiap untuk menghadapi situasi sulit. Dengan langkah lamban, ia melangkah ke sudut gelap ruangan, di mana bayangan pekat tampak lebih menekan dibanding bagian lain dari menara.

Alcard, yang kini berada di anak tangga terakhir, bersembunyi di balik salah satu pilar batu besar, memastikan dirinya tetap tak terlihat. Ia menajamkan pendengarannya, berusaha menangkap setiap kata yang keluar dari mulut Tanivar.

Setelah keheningan yang cukup lama, suara Tanivar akhirnya terdengar, dipenuhi dengan rasa penyesalan yang mendalam. "Maafkan aku. Aku gagal membunuh Life-Seer Arwen."

Nada suaranya terdengar hampir putus asa ketika ia melanjutkan, "Aku tidak menyangka pengawalnya adalah seorang outcast yang begitu tangguh. Aku seharusnya mengerahkan pasukan pribadiku, tetapi aku memilih untuk bertindak lebih halus. Itu adalah kesalahan besar, dan aku mengerti jika kau kecewa."

Keheningan yang menyelimuti ruangan itu semakin berat, seolah-olah ada sesuatu di dalam bayangan yang sedang menilai kata-kata Tanivar dengan cermat. Alcard merasakan ketegangan yang menyelimuti atmosfer menara, seperti ada kehadiran yang tidak terlihat tetapi sangat nyata.

Tanivar tampak semakin gelisah. Ia melanjutkan dengan nada yang lebih mendesak, mencoba membalikkan keadaan. "Tapi aku punya sesuatu yang lebih berharga. Informasi. Aku telah menghabiskan banyak sumber daya untuk mendapatkannya, dan aku yakin ini akan sangat berguna bagi The Veil."

Alcard menegang. "The Veil?" pikirnya, napasnya tertahan sesaat. Nama itu bukan sekadar rumor atau legenda. Organisasi bayangan yang dikatakan bergerak di balik layar kekuasaan, memanipulasi kerajaan, menciptakan konflik demi keuntungan mereka sendiri. The Veil selalu berada dalam kegelapan, mengendalikan dunia tanpa pernah menampakkan diri secara langsung. Jika Tanivar berhubungan dengan mereka, maka ini jauh lebih besar dari yang ia duga sebelumnya.

Tanivar semakin berusaha keras untuk meyakinkan sosok yang ada dalam kegelapan. "Dengan informasi ini, aku yakin aku layak mendapatkan tempat di kursi kelima dalam Council of Shadow. Bukankah itu yang kau janjikan jika aku membuktikan kemampuanku?"

Meskipun kata-kata itu penuh ambisi, sosok di dalam bayangan tetap diam. Tidak ada jawaban, tidak ada reaksi, hanya keheningan yang semakin mempertegas betapa menakutkannya situasi ini. Tanivar menelan ludah, tubuhnya menegang, seperti seseorang yang tiba-tiba sadar bahwa ia sedang berbicara dengan kekuatan yang jauh lebih besar darinya.

Alcard memproses semuanya dengan cepat. Jika ia bisa mendapatkan cukup informasi dari percakapan ini, maka ia bisa membawa bukti yang kuat kepada Oldman. Tanivar bukan hanya seorang lord yang korup, tetapi juga pengkhianat yang bersekutu dengan organisasi paling berbahaya di Middle Earth. Ini bukan lagi sekadar masalah pribadi atau permainan politik para bangsawan. Ini adalah ancaman bagi keseimbangan kekuatan yang jauh lebih besar.

Tetap tersembunyi di balik pilar batu yang dingin, Alcard menahan napasnya, telinganya tetap fokus mendengarkan. Setiap kata yang keluar dari mulut Tanivar bisa menjadi kunci untuk menjatuhkannya. Namun, sosok di dalam bayangan tetap menjadi misteri yang belum terungkap, membuat ketegangan semakin menebal di dalam menara.

Apa pun yang akan terjadi selanjutnya, Alcard tahu bahwa ia harus siap menghadapi sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari yang pernah ia duga.

****

 

Di tengah malam yang dingin, di puncak menara yang diterangi cahaya bulan samar, Tanivar mengeluarkan sebuah gulungan peta besar dari sakunya. Dengan gerakan hati-hati, ia membuka lembaran itu dan meratakannya di atas meja kecil di hadapannya. Peta itu terlihat sangat rinci, mencakup perbatasan antara Middle Earth dan wilayah elf, dengan beberapa tanda mencurigakan yang digoreskan di beberapa lokasi penting. Beberapa titik merah dan simbol aneh menghiasi bagian tertentu dari peta, menandakan tempat-tempat yang jelas memiliki arti khusus bagi Tanivar.

Dari tempat persembunyiannya di balik pilar batu besar, Alcard memperhatikan dengan penuh kewaspadaan. Matanya dengan cepat menangkap salah satu tanda di peta yang tampak lebih mencolok dibanding yang lain. Tanda itu menunjuk ke sebuah lokasi di perbatasan selatan wilayah elf—sebuah reruntuhan yang selama ini dianggap tak lebih dari sisa-sisa peradaban kuno yang ditelan waktu.

"Apa yang dia rencanakan sekarang?" pikir Alcard, tetap menahan napas dan memastikan gerakannya tidak menimbulkan suara yang dapat menarik perhatian.

Tanivar menunjuk salah satu tanda di peta dengan jari telunjuknya, ekspresi wajahnya dipenuhi keyakinan. "Di sini," katanya dengan nada penuh tekad, suaranya mencerminkan keyakinan mutlak pada informasi yang dimilikinya.

"Tempat ini lebih dari sekadar reruntuhan biasa," lanjutnya, suaranya kini penuh gairah. "Menurut sumberku, sesuatu yang luar biasa tersembunyi di sini, sesuatu yang dapat mengubah segalanya."

Tanivar tampak semakin bersemangat, seolah kata-kata yang ia ucapkan semakin memperkuat keyakinannya sendiri. "Tempat ini berbahaya," lanjutnya. "Vegetasi liar telah tumbuh tanpa kendali, menjadikan daerah ini hampir tidak bisa ditembus. Hewan-hewan di sana berubah menjadi lebih liar dan buas dibanding biasanya. Tidak ada pemburu harta karun yang pernah kembali hidup-hidup dari tempat ini." Ia berhenti sejenak, lalu menatap sosok di bayangan dengan tatapan tajam. "Tapi ada desas-desus yang beredar, bahwa reruntuhan ini menyimpan sesuatu yang tak ternilai harganya… sebuah fragment."

Kata itu—fragment—menggantung di udara seperti petir yang menyambar dalam keheningan.

Sosok di dalam bayangan yang selama ini diam akhirnya memberikan tanggapan. Suara rendahnya terdengar tajam dan dingin, penuh perhatian. "Fragment?" ulangnya, nada suaranya mengisyaratkan minat yang mendalam. "Apa kau yakin dengan informasi ini?"

Tanivar mengangguk cepat, ekspresinya penuh keseriusan. "Aku tidak akan membuang waktumu jika aku tidak yakin," katanya dengan nada penuh keyakinan. "Fragment ini adalah kunci. Jika aku berhasil mendapatkannya dan menyerahkannya kepada kalian, itu akan membuktikan kesetianku kepada The Veil. Dengan itu, aku layak mendapatkan kursi kelima dalam Council of Shadow."

Sosok misterius itu kembali terdiam sejenak, seolah sedang menimbang kata-kata Tanivar. Keheningan itu terasa begitu berat, nyaris menekan udara di dalam ruangan. Kemudian, dengan nada yang lebih tegas, ia akhirnya berkata, "Informasi ini menarik. Jika fragment itu memang ada, dan jika kau berhasil mendapatkannya, maka tempat di kursi kelima bisa dipertimbangkan. Namun, satu hal yang harus kau ingat—kami tidak memberikan kesempatan kedua. Jika kau gagal lagi, kau tidak akan mendapatkan kesempatan untuk memperbaikinya."

Tanivar menelan ludah, wajahnya serius meskipun tampak sedikit lega karena kata-kata itu menunjukkan bahwa ia masih memiliki peluang. Ia mengangguk dalam-dalam, seolah bersumpah dalam hatinya untuk tidak gagal kali ini.

Di balik pilar batu yang dingin, Alcard merasakan tubuhnya menegang. Kata 'fragment' yang disebutkan Tanivar berulang kali kini memenuhi pikirannya, mengguncang semua pemahamannya tentang dunia. Ia pernah mendengar cerita-cerita tentang fragment—artefak kuno yang konon memiliki kekuatan besar, kekuatan yang bisa mengubah nasib dunia. Namun, selama ini, ia menganggapnya sebagai sekadar legenda yang diwariskan turun-temurun, mitos yang tidak lebih dari dongeng pengantar tidur.

Namun, kenyataan yang baru saja ia saksikan malam ini membuktikan sebaliknya.

"The Veil menginginkan fragment? Kenapa?" pikirnya dengan ngeri. "Dan bagaimana Tanivar bisa tahu tentang ini? Apakah dia hanya alat mereka, atau dia sendiri memiliki tujuan lain?"

Pikirannya berputar cepat, mencoba menghubungkan titik-titik informasi yang baru saja ia dengar. Jika fragment itu benar-benar ada dan jatuh ke tangan yang salah, maka dampaknya bisa lebih besar dari apa pun yang pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Aku harus segera menyampaikan ini kepada Oldman," pikirnya, kesadarannya kini tertuju pada betapa gentingnya situasi ini. "Ini bukan hanya tentang Tanivar dan ambisinya. Ini adalah ancaman yang jauh lebih besar. Jika The Veil berhasil mendapatkan fragment itu, dunia bisa berada dalam bahaya yang tak terbayangkan."

Namun, Alcard juga tahu bahwa ia tidak bisa bertindak gegabah. Informasi ini harus ia bawa keluar dari benteng tanpa menimbulkan kecurigaan. Ia menahan napas, tetap diam di tempatnya, menunggu saat yang tepat untuk mundur tanpa menarik perhatian.

Sementara itu, Tanivar dan sosok misterius itu terus berdiskusi, merancang rencana untuk memperoleh fragment tersebut. Setiap kata yang mereka ucapkan terasa semakin berat di telinga Alcard. Ia tahu bahwa perburuan fragment ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja.

Ini bukan lagi hanya sekadar misi untuk menjatuhkan seorang lord yang korup. Ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar—sesuatu yang bisa mengguncang dunia.

Alcard mengepalkan tangannya, hatinya dipenuhi ketegangan.

"Jika mereka berhasil mendapatkan fragment itu sebelum aku bisa menghentikan mereka… apa yang akan terjadi pada dunia ini?"

****