Begitu Alcard kembali ke markas pusat, ia segera membubarkan timnya dan memastikan bahwa masing-masing kembali ke tugas mereka tanpa pertanyaan lebih lanjut. Meski mereka telah melalui perjalanan yang panjang dan pertempuran yang melelahkan, ia tidak ingin ada yang mempertanyakan lebih jauh tentang apa yang mereka temukan di reruntuhan. Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju ruang kerja Oldman, membawa sebuah rahasia yang bisa mengubah keseimbangan dunia.
Di dalam ruangan yang sederhana namun dipenuhi peta, dokumen, dan berbagai laporan strategi, Oldman sudah duduk di balik meja kayunya. Tatapannya tajam, penuh dengan rasa ingin tahu dan kewaspadaan. Ia sudah memperkirakan bahwa misi ini akan membawa sesuatu yang penting, tetapi ia tidak menyangka bahwa Alcard akan kembali dengan ekspresi yang begitu serius.
"Apa yang kau temukan?" suara Oldman terdengar dalam, penuh ketegangan yang tersembunyi.
Tanpa banyak bicara, Alcard merogoh kantong kulit yang terikat erat di pinggangnya, lalu mengeluarkan prisma hijau berbentuk segi delapan yang ujung-ujungnya runcing. Cahaya redup dari prisma itu tampak berdenyut pelan, seolah benda itu memiliki kehidupan sendiri. Dengan hati-hati, ia meletakkannya di atas meja kayu yang sedikit usang.
Oldman membelalak, tubuhnya menegang begitu melihat benda itu dari dekat. Ia perlahan berdiri, mendekati meja dengan penuh kehati-hatian, matanya tidak lepas dari prisma yang kini bersinar samar di ruangan yang remang-remang.
"Ini..." gumamnya nyaris tak terdengar. Ia mengulurkan tangan, menyentuh permukaan prisma dengan ujung jarinya. Namun, seketika itu juga ia menarik tangannya kembali, ekspresi wajahnya berubah. Ada sesuatu dalam sentuhan itu yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Benda ini... terasa hidup," kata Oldman dengan suara yang lebih pelan, tetapi sarat dengan ketidakpastian.
Alcard tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan bagaimana ekspresi Oldman berubah dari keterkejutan menjadi kekhawatiran. "Di reruntuhan, benda ini disegel di dalam sebuah ruangan yang dijaga oleh golem tumbuhan," jelasnya. "Aku mencoba menghancurkannya, tetapi seranganku justru terpental oleh kekuatannya."
Oldman mendengarkan dengan seksama saat Alcard menjelaskan lebih lanjut tentang medan perang di reruntuhan, bagaimana mereka menemukan prisma ini di atas podium akar yang seolah telah menunggu seseorang untuk menemukannya. Ia juga menjelaskan bahwa begitu ia menyentuhnya, ruangan seakan bereaksi, dan gerbang yang semula terkunci akhirnya terbuka sendiri.
"Jadi, benda ini bukan hanya sekadar artefak kuno," ujar Alcard dengan nada serius. "Aku tidak tahu pasti apakah ini yang disebut fragment dalam legenda, tetapi satu hal yang pasti—benda ini terlalu berbahaya untuk dibiarkan tanpa pengawasan."
Oldman menyipitkan matanya, berpikir dalam-dalam. "Legenda memang menyebutkan bahwa fragment adalah pecahan dari kekuatan primordial, sesuatu yang bahkan para dewa sendiri waspadai," katanya, suaranya mengandung nada kehati-hatian. "Tapi jika benar ini adalah fragment, bagaimana cara kerjanya? Apa tujuan penciptaannya? Tidak ada yang tahu dengan pasti."
Ruangan itu dipenuhi keheningan. Keduanya terjebak dalam pusaran pemikiran yang sama—jika benda ini benar-benar fragment, maka dunia berada dalam ancaman yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan.
"Jika The Veil tahu kita memiliki ini..." Oldman akhirnya berbicara, suaranya terdengar lebih berat daripada sebelumnya. "Mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkannya. Dan kau tahu, Alcard, bahwa kita tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan mereka secara langsung."
Alcard mengangguk, menyadari bahaya yang kini menghantui mereka. The Veil adalah organisasi yang bekerja di balik bayangan, mengendalikan kekuasaan dari kejauhan, dan tidak ada satu pun kerajaan di Middle Earth yang bisa menghadapi mereka tanpa mengalami kehancuran.
"Jadi, apa langkah kita selanjutnya?" tanya Alcard, nada suaranya penuh ketegangan.
Oldman menarik napas panjang, seolah tengah menimbang risiko yang ada. Ia menatap prisma hijau di atas meja dengan sorot mata penuh beban, seakan benda itu bukan sekadar artefak, tetapi sebuah keputusan yang akan menentukan masa depan.
"Langkah pertama, kita harus menyembunyikan benda ini," ujarnya akhirnya. "Tidak boleh ada yang tahu keberadaannya selain kita berdua. Aku akan menyimpannya di tempat yang paling aman di The Wall."
Alcard mengangguk, setuju dengan keputusan itu. Jika ada satu tempat di dunia ini yang cukup aman dari mata-mata The Veil, maka itu adalah ruang tersembunyi di bawah markas pusat The Wall, tempat yang hanya diketahui oleh Oldman.
"Dan langkah kedua?" tanya Alcard.
Oldman melipat tangannya di dada, ekspresinya semakin serius. "Kita perlu lebih banyak informasi. Tapi masalahnya, siapa yang bisa kita percayai? Pengetahuan tentang fragment telah hilang selama berabad-abad."
Alcard terdiam sejenak, berpikir keras. Kemudian, ia mengingat satu nama yang mungkin memiliki jawaban atas semua pertanyaan ini. "Reinhard," katanya perlahan. "Jika ada seseorang yang mengerti tentang fragment, itu pasti dia."
Mendengar nama itu, Oldman menatap Alcard dengan campuran harapan dan skeptisisme. "Reinhard... Jika dia benar-benar seorang Jotun, maka mungkin kau benar. Tapi menemukan dia bukan hal yang mudah."
Untuk saat ini, mereka sepakat untuk menjaga rahasia prisma ini. Oldman mengambil prisma dari meja, membawanya dengan hati-hati menuju ruang bawah tanah yang tersembunyi di dalam markas. Tempat itu hanya bisa diakses olehnya sendiri, tersembunyi di balik lapisan baja dan segel perlindungan.
Saat pintu ruangan tertutup dan prisma itu dikunci dengan aman, Alcard meninggalkan ruangan Oldman dengan perasaan yang masih diliputi oleh banyak pertanyaan. Ia melangkah keluar, menatap langit yang mulai mendung, merasakan tekanan yang menggantung di dadanya.
Ia tahu bahwa ini bukan akhir dari masalah—ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar dan berbahaya. The Veil masih di luar sana, mencari fragment ini. Dan jika mereka menemukannya lebih dulu, tidak ada yang tahu bencana seperti apa yang akan menimpa dunia ini.
Untuk saat ini, yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu dan bersiap. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa waktu tidak akan berpihak padanya.
****
Alcard berdiri tegak di depan meja kerja Oldman, menyerahkan prisma hijau yang ia dan timnya bawa dari reruntuhan. Benda itu masih memancarkan cahaya samar, seolah memiliki kesadaran sendiri, membuat ruangan yang sudah cukup suram semakin terasa berat.
Oldman menerima prisma itu dengan kedua tangan, matanya menatapnya dengan seksama. Sorot wajahnya mencerminkan perpaduan antara kewaspadaan dan rasa penasaran yang mendalam. Ia tidak berkata apa-apa selama beberapa saat, hanya meneliti benda itu seolah mencoba memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata biasa.
"Aku akan memastikan benda ini disimpan di tempat yang tidak bisa ditemukan siapa pun, bahkan oleh outcast lain," ucapnya akhirnya dengan nada serius. Suaranya penuh keyakinan, menunjukkan bahwa ia memahami betapa berbahayanya benda ini jika jatuh ke tangan yang salah. Ia beranjak dari kursinya, matanya masih terpaku pada prisma itu.
Alcard mengangguk pelan. "Baik," jawabnya singkat, meskipun pikirannya masih dipenuhi pertanyaan yang belum menemukan jawaban.
Dengan penuh kehati-hatian, Oldman memasukkan prisma itu ke dalam sebuah kotak besi kecil yang dihiasi segel rumit. Ia tidak hanya menguncinya dengan mekanisme biasa, tetapi juga menempatkan lapisan perlindungan yang hanya bisa dibuka olehnya sendiri. Setelah memastikan semuanya terkunci rapat, ia membawa kotak itu ke ruang bawah tanah yang hanya diketahui oleh segelintir orang di The Wall. Tempat itu adalah salah satu bagian paling rahasia dari markas mereka, di mana benda-benda berharga atau berbahaya disimpan jauh dari jangkauan siapa pun.
Sementara Oldman menangani penyimpanan fragment, Alcard kembali ke rutinitasnya sebagai seorang outcast. Ia menghabiskan waktunya membantu memperbaiki senjata, melatih para rekrutan baru, dan melakukan patroli rutin di sekitar benteng. Namun, meskipun tubuhnya sibuk dengan berbagai tugas, pikirannya terus melayang ke prisma hijau yang kini tersembunyi di bawah tanah.
Saat sedang duduk di atas dinding benteng, mengawasi hutan selatan di kejauhan, Alcard tanpa sadar menggenggam tangannya, mengingat kembali sensasi aneh yang ia rasakan saat pertama kali menyentuh prisma itu. Ada sesuatu dalam sentuhan itu—sesuatu yang berbeda dari sekadar menyentuh batu atau logam biasa. Ia merasa seolah-olah energi dingin mengalir masuk ke dalam tubuhnya, memberikan sensasi yang menenangkan sekaligus mengusik pikirannya.
"Apa itu hanya imajinasiku?" gumamnya pelan, matanya tetap terpaku ke kejauhan. Angin berembus lembut, membawa suara dedaunan yang bergesekan satu sama lain. Namun, perasaan yang menyertainya masih sulit ia lupakan.
Ia mengingat jelas bagaimana tubuhnya merasakan sesuatu yang mirip dengan angin sejuk yang datang tiba-tiba di tengah panasnya gurun. Itu bukan sesuatu yang berbahaya, tetapi juga bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Sensasi itu begitu nyata, meskipun hanya berlangsung sesaat.
Alcard menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran yang terus menghantuinya. "Mungkin aku terlalu lelah. Hanya bayangan pikiran," ujarnya pelan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini bukan sesuatu yang harus ia pikirkan lebih lanjut.
Namun, meskipun ia berusaha mengabaikannya, sensasi itu terus berulang dalam ingatannya, seperti pesan samar yang berusaha menyampaikan sesuatu yang lebih besar. Ia mempertimbangkan apakah ia harus membicarakan hal ini dengan Oldman, tetapi kemudian ia menepis gagasan itu.
"Apa gunanya menyebutkannya? Lagipula, benda itu sudah disimpan dengan aman," pikirnya. Ia memilih untuk menyimpan pengalaman itu untuk dirinya sendiri, merasa bahwa membahasnya hanya akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Hari-harinya berlalu seperti biasa, tetapi dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu yang berubah. Saat ia berpatroli di sisi barat The Wall bersama dua outcast lainnya, ia mencoba memusatkan perhatian pada tugasnya. Mereka berbicara tentang cuaca, tentang kemungkinan serangan monster dari selatan, tentang pasokan makanan yang semakin berkurang. Namun, bahkan dalam percakapan itu, pikirannya terus kembali pada prisma hijau yang kini tersembunyi jauh di dalam tanah.
"Benda itu… begitu aneh," pikirnya sambil menggenggam gagang pedangnya lebih erat. "Tapi apa benar itu adalah fragment? Dan jika memang benar, apa yang akan terjadi jika benda seperti itu jatuh ke tangan yang salah?"
Meskipun ia mencoba untuk mengabaikannya, firasat buruk terus mengikutinya. Ia merasa bahwa fragment itu bukan sekadar benda kuno yang harus disimpan dan dilupakan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, sesuatu yang berada di luar jangkauannya untuk saat ini.
Alcard menarik napas dalam, berusaha menenangkan pikirannya. Ia menatap langit yang mulai memerah di ufuk barat, tanda bahwa malam segera tiba. Ia tahu bahwa ini bukan akhir dari segalanya—ini hanya awal dari sesuatu yang jauh lebih besar. Sebuah misteri yang masih tertutup rapat, menunggu untuk diungkap, dan ia tidak bisa menghindari takdir yang perlahan mulai menariknya ke dalam pusaran yang lebih dalam.
Saat kembali ke markas setelah patroli, ia menatap benteng tua yang selama ini menjadi rumahnya. Ia sadar bahwa kehidupannya sebagai seorang outcast tidak akan pernah sama lagi. Apa yang ia temukan di reruntuhan bukan sekadar rahasia yang bisa dikubur begitu saja—itu adalah awal dari sesuatu yang akan mengubah Middle Earth selamanya.
****
Beberapa hari setelah keberhasilannya dalam misi di reruntuhan, Alcard kembali menerima panggilan dari Oldman. Begitu ia melangkah masuk ke dalam ruangan pemimpin para outcast itu, ia mendapati meja kayu tua di hadapannya dipenuhi dengan berbagai surat dan dokumen yang tampaknya baru saja diterima. Oldman sendiri tampak duduk dengan tenang, tetapi tatapan matanya menunjukkan sesuatu yang lebih dalam—sebuah kekhawatiran yang sulit disembunyikan.
Oldman tidak bertele-tele. Ia menggeser beberapa surat ke arah Alcard dengan ekspresi serius. "Ada kabar menarik dari benteng Tanivar," katanya sambil menyilangkan tangan di atas meja. "Reruntuhan tempat kau dan timmu pergi sekarang menjadi pusat perhatian di seluruh Middle Earth."
Alcard mengerutkan kening, mengambil surat-surat itu dan membacanya dengan saksama. Laporan-laporan itu dipenuhi dengan deskripsi tentang kemarahan Tanivar atas hilangnya sesuatu yang ia anggap sebagai 'harta karun' dari reruntuhan di perbatasan elf. Beberapa surat lain menyebutkan bahwa Tanivar telah menggelontorkan dana besar untuk menyewa pasukan bayaran serta penyelidik guna mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kejadian itu.
"Dia benar-benar marah," gumam Alcard pelan, matanya masih menyusuri setiap baris tulisan di atas kertas-kertas itu.
Oldman hanya tersenyum tipis, ekspresinya sedikit mengejek. "Tentu saja dia marah. Tanivar mengira dirinya satu-satunya yang mengetahui tentang tempat itu, dan kini seseorang telah lebih dulu mengambil apa yang ia cari. Sekarang, dia sedang sibuk menebak-nebak siapa pelakunya, bahkan sampai mencurigai musuh-musuh politiknya sendiri."
Ia menunjuk salah satu surat lain yang berisi permintaan resmi Tanivar kepada beberapa sekutunya untuk menyelidiki insiden di reruntuhan. "Dia menginginkan jawaban secepatnya. Dan yang lebih menarik, dia tampaknya belum memiliki petunjuk konkret."
Alcard melipat tangan di dadanya, masih mempertimbangkan situasi. "Dan kau sudah mengirim tim ke sana?" tanyanya, melihat nama beberapa outcast yang tercantum di dokumen lain di meja Oldman.
Oldman mengangguk santai. "Ya. Aku mengirim tim pemula untuk menyusup ke dalam penyelidikan mereka."
Alcard menatapnya dengan ekspresi skeptis. "Tim pemula? Itu terlalu berisiko, Oldman. Jika mereka tertangkap atau melakukan kesalahan, kita bisa kehilangan segalanya."
Oldman hanya tertawa kecil, seolah Alcard terlalu khawatir. "Justru karena mereka pemula, mereka tidak akan mencurigakan. Tidak ada yang akan menganggap mereka ancaman. Tugas mereka sederhana—mengumpulkan informasi, lalu kembali sebelum ada yang sadar mereka ada di sana."
Meskipun masih merasa ragu, Alcard memahami logika di balik keputusan itu. Namun, ada sesuatu yang lebih mendesak dalam pikirannya. Ia menatap Oldman dengan tajam. "Kalian benar-benar tidak meninggalkan jejak, kan?" tanyanya dengan nada serius. "Sekecil apa pun petunjuk bisa memberi Tanivar alasan untuk mencurigai kita."
Oldman menghela napas, lalu bersandar di kursinya. "Itulah yang ingin kudengar," katanya dengan nada puas. "Kalau kau dan timmu sudah memastikan tidak ada bukti yang tertinggal, kita masih memiliki keuntungan."
Alcard mengangguk mantap. "Kami pastikan semuanya bersih. Setiap bandit yang ada di sana sudah dieliminasi, dan tidak ada jejak yang bisa mengarah kembali pada kita. Kami juga meninggalkan tempat itu dalam keadaan seperti semula, kecuali bekas para golem yang bisa tersamarkan sebagai tumpukan reruntuhan."
Oldman tampak lebih tenang mendengar kepastian itu. Namun, ia masih memasang ekspresi waspada. "Tetap saja, untuk sementara, jangan mendekati wilayah Tanivar. Kau tahu seberapa liciknya dia. Jika ada hal sekecil apa pun yang membuatnya curiga, dia tidak akan segan-segan menggunakan segala cara untuk membalas."
Alcard menyetujui saran itu tanpa banyak perlawanan. "Aku akan menjauh dari wilayahnya untuk saat ini," katanya dengan tegas. "Tapi bagaimana jika dia benar-benar menemukan sesuatu? Bagaimana jika dia berhasil menghubungkan insiden itu dengan kita? Atau, dari saudara-saudara kita yang ikut misi itu?"
Oldman menyeringai kecil, menunjukkan ekspresi penuh keyakinan yang sudah sering Alcard lihat sebelumnya. "Semua itu telah aku urus. Tanivar punya banyak musuh. Jika ia mencoba menyerang kita, kita bisa dengan mudah mengalihkan perhatiannya ke pihak lain. Lagipula, Middle Earth penuh dengan intrik. Tanivar mungkin licik, tetapi kita bisa lebih cerdik."
Meskipun kata-kata itu seharusnya memberi rasa lega, Alcard tetap merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tahu bahwa Tanivar bukan tipe yang mudah menyerah, dan semakin ia terobsesi mencari kebenaran, semakin berbahaya situasi ini akan menjadi.
Namun, untuk saat ini, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain mengikuti saran Oldman. Setelah memastikan semua strategi dan tindakan pencegahan telah dipikirkan dengan matang, ia beranjak dari kursinya dan melangkah keluar dari ruangan.
Saat berjalan kembali ke barak, pikirannya masih dipenuhi berbagai skenario yang mungkin terjadi. Ia tahu bahwa pertarungan di balik layar ini masih jauh dari selesai, dan pergerakan Tanivar hanya akan semakin memperumit keadaan.
Namun, satu hal yang ia yakini—jika Tanivar terus menggali lebih dalam, maka cepat atau lambat, kebenaran tentang fragment akan terungkap. Dan ketika itu terjadi, dunia yang mereka kenal mungkin tidak akan pernah sama lagi.
****
Keesokan harinya, setelah peringatan yang jelas untuk tidak mendekati wilayah Tanivar, Oldman kembali memanggil Alcard ke ruangannya. Kali ini, ekspresi wajahnya tampak lebih serius, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang lebih besar daripada sekadar pergerakan Tanivar.
Alcard melangkah masuk dan duduk di kursi di seberang meja kayu tua itu, merasakan ketegangan yang menggantung di udara. Ia bisa melihat berbagai dokumen kuno yang berserakan di atas meja—gulungan perkamen, catatan bertuliskan aksara elf, dwarf, dan manusia, semuanya tampak seperti dikumpulkan dari berbagai era yang berbeda.
Oldman menarik napas dalam sebelum berbicara. "Ada sesuatu yang jauh lebih penting yang perlu kita diskusikan," katanya sambil merapikan dokumen-dokumen itu, lalu menarik salah satunya ke depan dan meletakkannya di hadapan Alcard.
Alcard mencondongkan tubuhnya sedikit, membaca tulisan-tulisan kuno itu dengan saksama. Meskipun banyak bagian yang sulit dipahami, ia bisa melihat pola yang familiar. Beberapa catatan tampaknya berasal dari sejarah elf dan dwarf, sementara yang lain ditulis dalam bahasa manusia yang telah lama ditinggalkan.
"Aku telah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber," lanjut Oldman, suaranya penuh kehati-hatian. "Selain arsip yang kita miliki di sini, aku juga mendapat kabar dari para informan yang tersebar di Middle Earth."
Ia menatap Alcard dengan mata yang mencerminkan sesuatu yang lebih dalam—sebuah kekhawatiran yang jarang terlihat dari sosoknya yang biasanya penuh perhitungan. "Dan memang ada legenda yang menyebutkan tentang sebuah fragment berbentuk prisma segi delapan," lanjutnya. "Tapi yang menarik, deskripsi itu hanya muncul satu kali, dalam sejarah Kekaisaran Hamongrad."
Mendengar itu, Alcard langsung teringat pada prisma hijau yang ia temukan di reruntuhan. Bentuknya memang sesuai dengan deskripsi yang baru saja Oldman sebutkan. Ia mengingat bagaimana prisma itu tampak hidup, bagaimana ia bereaksi terhadap sentuhan, dan bagaimana ledakan energinya membuat ruangan bergetar.
Oldman melanjutkan, suaranya lebih rendah, seolah mengungkap sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi. "Menurut legenda, Kaisar pertama Hamongrad, Olkan Hamongrad, menemukan fragment emas di reruntuhan yang kini telah hilang dari peta. Dengan fragment itu, ia memperoleh kekuatan luar biasa yang memungkinkannya menyatukan manusia di bawah satu panji dan membangun kekaisaran terbesar dalam sejarah."
Alcard mengernyitkan dahi, masih berusaha mencerna informasi itu. "Tapi itu hanya legenda, bukan?" tanyanya dengan nada ragu. "Tidak ada bukti nyata bahwa fragment itu pernah ada, apalagi digunakan untuk menyatukan manusia."
Oldman mengangguk perlahan, tetapi tidak sepenuhnya setuju. "Benar, selama ini kita menganggapnya sebagai legenda. Cerita kuno yang diwariskan turun-temurun. Namun, jika benda yang kau bawa adalah fragment, maka kita tidak lagi berbicara tentang mitos. Kita sedang memegang sesuatu yang nyata, sesuatu yang memiliki dampak besar terhadap dunia."
Ia berdiri dari kursinya, berjalan menuju jendela kecil di ruangannya, memandang jauh ke cakrawala yang terbentang di atas The Wall. Matanya penuh dengan pikiran yang sulit ditebak.
"Alcard," katanya pelan, tetapi penuh tekanan, "jika prisma hijau itu memang sebuah fragment, maka kita sedang berhadapan dengan kekuatan yang tak bisa diremehkan. Fragment bukan hanya sekadar peninggalan kuno atau artefak bersejarah. Ini adalah sumber kekuatan mentah yang dapat mengubah tatanan dunia."
Oldman berbalik, tatapannya sekarang penuh dengan keseriusan yang membuat ruangan terasa lebih dingin. "Bayangkan apa yang akan terjadi jika The Veil mendapatkannya."
Alcard terdiam, pikirannya langsung membayangkan skenario paling buruk. Ia telah melihat bagaimana The Veil bekerja dalam bayang-bayang, bagaimana mereka mengendalikan peristiwa besar tanpa pernah menampakkan diri secara langsung. Jika fragment benar-benar memiliki kekuatan seperti yang dikatakan dalam legenda, maka Middle Earth bisa saja jatuh ke dalam kekacauan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"The Veil selalu bergerak tanpa terlihat," lanjut Oldman dengan nada lebih tegas. "Mereka tidak pernah bertindak sembarangan. Mereka memanipulasi raja, bangsawan, bahkan perang, tanpa seorang pun menyadari bahwa mereka ada di balik semua itu. Jika fragment ini jatuh ke tangan mereka, aku bahkan tak bisa membayangkan bencana apa yang akan terjadi."
Alcard mengepalkan tangannya erat. Ia sudah cukup melihat apa yang terjadi ketika kekuatan besar jatuh ke tangan yang salah. Kini, ia merasa tanggung jawab yang ada di pundaknya semakin berat. "Kita tidak boleh membiarkan mereka mendapatkannya, apa pun risikonya," katanya tegas.
Oldman mengangguk, ekspresinya menyiratkan bahwa ia sudah menunggu jawaban seperti itu. "Benda ini akan kusimpan di tempat yang hanya diketahui olehku dan kau. Tidak ada yang lain yang boleh mengetahui keberadaannya. Jika fragment ini benar-benar seperti yang dikatakan dalam legenda, maka rahasia ini harus mati bersama kita."
Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara. Keduanya menyadari betapa besar bahaya yang sedang mereka hadapi. Mereka telah berurusan dengan ancaman dalam berbagai bentuk sebelumnya—bandit, perang antar lord, bahkan monster dari selatan—tetapi ini berbeda. Ini bukan hanya tentang mempertahankan The Wall atau melindungi para outcast. Ini tentang keseimbangan dunia, tentang kekuatan yang terlalu besar untuk jatuh ke tangan yang salah.
Setelah beberapa saat, Oldman mengambil keputusan. Ia berjalan ke sisi ruangan dan menarik sebuah tuas kecil di balik rak buku, membuka pintu tersembunyi yang mengarah ke ruang bawah tanah yang hanya diketahui oleh segelintir orang. Dengan langkah penuh kehati-hatian, ia membawa prisma hijau itu ke dalam kotak besi kecil yang memiliki segel kuno, lalu menutup dan mengunci kotak itu dengan mekanisme khusus.
"Mulai sekarang," kata Oldman sambil kembali ke meja, "kita akan bertindak seolah-olah fragment itu tidak pernah ditemukan. Kita akan menunggu dan mengamati, melihat bagaimana The Veil bergerak."
Alcard mengangguk, meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa menunggu bukanlah strategi yang paling ia sukai. Tetapi untuk saat ini, mereka tidak punya pilihan lain. Terlalu banyak yang dipertaruhkan.
Saat ia keluar dari ruangan Oldman, pikirannya masih dipenuhi oleh pertanyaan yang belum terjawab. Jika fragment ini nyata, berapa banyak lagi yang tersebar di dunia? Dan jika The Veil sudah mengetahui tentang keberadaannya, seberapa dekat mereka untuk menemukannya?
Satu hal yang pasti—permainan baru saja dimulai, dan Alcard serta Oldman kini telah menjadi bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan.
****
Beberapa hari setelah pertemuan terakhir mereka, Alcard kembali dipanggil ke ruangan Oldman. Saat ia melangkah masuk, suasana di dalam ruangan terasa lebih berat dari biasanya. Oldman duduk di kursinya yang sudah tua, dikelilingi oleh tumpukan dokumen yang berserakan di atas meja. Namun, ada dua kantong kecil yang tampak mencolok di antara kertas-kertas itu, diletakkan dengan hati-hati seolah menyimpan sesuatu yang sangat berharga.
Ekspresi Oldman penuh dengan campuran kekhawatiran dan ketegasan, menunjukkan bahwa apa pun yang akan ia sampaikan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh.
"Alcard, ada tugas penting yang harus kau selesaikan," katanya dengan suara dalam yang tidak menyisakan ruang untuk perdebatan.
Alcard, yang sudah terbiasa dengan nada bicara seperti itu, langsung memusatkan perhatiannya. Ia tahu bahwa jika Oldman memanggilnya secara khusus, maka misi ini memiliki dampak yang lebih besar dari sekadar urusan biasa. "Apa yang harus kulakukan?" tanyanya tanpa basa-basi.
Oldman tidak langsung menjawab. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya menjelaskan, "Persediaan plat besi dan senjata kita hampir habis setelah serangan terakhir. Pertahanan The Wall akan melemah jika kita tidak segera mendapatkan lebih banyak peralatan dari para Dwarf."
Sambil berbicara, Oldman mengambil salah satu kantong kecil di mejanya dan menyerahkannya kepada Alcard. Ketika Alcard membukanya, ia melihat tumpukan koin emas khas Dwarf, bercampur dengan beberapa permata berharga yang kemungkinan besar akan digunakan untuk memperkuat tawaran mereka dalam negosiasi.
"Itu untuk transaksi. Kita butuh peralatan terbaik yang mereka miliki," lanjut Oldman. "Tapi misi ini bukan hanya tentang mendapatkan senjata dan perlengkapan."
Ia lalu mengambil kantong kecil lainnya dan membukanya dengan perlahan, memperlihatkan benda yang sudah Alcard kenali—prisma hijau berkilauan yang mereka yakini sebagai fragment. Begitu benda itu tersingkap, ruangan seolah terasa sedikit lebih hangat, udara di sekitarnya bergetar lembut, dan cahaya samar dari prisma hijau itu tampak berdenyut seperti makhluk hidup.
Alcard menatapnya dengan ekspresi serius, rasa tanggung jawab yang ia pikul terhadap benda itu terasa semakin besar.
"Kita akan memanfaatkan perjalanan ini untuk mencari tahu lebih banyak tentang fragment ini," ujar Oldman. "Para Dwarf memiliki catatan sejarah yang sangat lengkap, terutama tentang artefak kuno dan benda-benda dengan energi magis. Jika ada yang tahu sesuatu tentang prisma ini, kemungkinan besar itu adalah mereka."
Oldman lalu menyerahkan sebuah gulungan surat bercap resmi dari markas pusat The Wall kepada Alcard. Surat itu tampaknya berisi misi diplomasi yang terlihat biasa saja—dengan tujuan memperkuat hubungan antara The Wall dan kekaisaran Dwarf. Dari luar, tidak ada yang mencurigakan, tetapi Alcard tahu bahwa surat ini hanyalah kamuflase untuk tujuan sebenarnya.
"Gunakan ini untuk menutupi maksudmu yang sebenarnya," kata Oldman tegas. "Jangan biarkan siapa pun, bahkan para Dwarf, tahu bahwa kau membawa fragment ini bersamamu. Jika mereka mengetahui keberadaannya, itu akan menjadi bencana."
Setelah memberikan peringatan itu, Oldman bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Alcard. Ia menatapnya langsung, memastikan bahwa Alcard benar-benar memahami betapa pentingnya misi ini.
"Rahasia ini hanya diketahui oleh kita berdua," lanjutnya dengan suara rendah. "Kau harus mencari tahu sebanyak mungkin tentang fragment ini tanpa mengungkap bahwa kita memilikinya, kecuali kalau terpaksa. Kau harus berhati-hati, karena tempat ini tidak cukup aman untuk menyimpan benda seperti ini terlalu lama."
Alcard mengangguk, menyadari beban yang kini ada di pundaknya. "Aku mengerti. Aku akan mencari jawaban tanpa membiarkan siapa pun mencurigai kita."
Oldman kembali duduk, suaranya sedikit melunak meski ketegangan masih tergambar jelas di wajahnya. "Para Dwarf tidak mudah diajak berbicara, terutama dalam hal yang berkaitan dengan rahasia kuno. Kau harus menggunakan kecerdikanmu untuk mendapatkan informasi dari mereka tanpa menimbulkan kecurigaan. Ingat, fragment ini bukan sekadar benda berharga—ini adalah sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan di dunia."
Alcard menyimpan kedua kantong itu dengan hati-hati, memastikan semuanya aman dan tersembunyi. "Aku akan berangkat besok pagi. Apa pun risikonya, aku akan menyelesaikan misi ini."
Oldman mengangguk pelan, ekspresinya menunjukkan kepercayaan sekaligus kekhawatiran yang tidak ia ucapkan dengan kata-kata. "Semoga perjalananmu berjalan lancar, Alcard. Kita sedang berurusan dengan sesuatu yang melampaui pemahaman kita, dan aku takut kita baru saja menginjakkan kaki di tepi jurang yang lebih dalam dari yang kita duga."
Alcard tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Oldman dengan langkah mantap, meskipun dalam hatinya ia menyadari bahwa misi ini lebih dari sekadar transaksi diplomasi biasa. Perjalanan ke wilayah Dwarf bukan hanya untuk memperkuat pertahanan The Wall, tetapi juga untuk mengungkap misteri yang bisa mengubah takdir Middle Earth selamanya.
****