Bab 25

Pagi menjelang dengan cahaya matahari yang menembus celah pepohonan, memberikan kehangatan lembut pada markas tersembunyi di dalam hutan. Embun masih menempel di dedaunan, dan udara pagi yang segar membawa aroma tanah yang lembap. Suasana di sekitar markas masih sunyi, hanya sesekali terdengar suara burung yang berkicau dari kejauhan.

Di luar tenda Anna, Alcard duduk bersandar pada batang pohon yang kokoh, tangannya sibuk memeriksa tali pelana kudanya. Setiap gerakannya tenang dan terukur, seperti seorang pria yang terbiasa dengan kehidupan di medan perang. Ia tidak terburu-buru, tetapi juga tidak pernah membuang waktu. Pandangannya sesekali tertuju ke hutan lebat yang mengelilingi tempat ini, seperti seseorang yang selalu siap menghadapi ancaman yang mungkin datang kapan saja.

Dari kejauhan, langkah kaki ringan terdengar mendekat, ritmenya terlalu halus untuk seorang prajurit biasa. Alcard menoleh dan melihat Anna berjalan ke arahnya. Wanita itu tampak lebih segar daripada malam sebelumnya, tetapi ada ketegangan halus di matanya yang tidak bisa disembunyikan. Wajahnya terlihat serius, meskipun ada senyum tipis yang muncul di bibirnya.

"Selamat pagi," sapa Anna dengan nada ringan, meskipun ekspresinya menunjukkan bahwa ia membawa sesuatu yang penting untuk dibahas.

Alcard hanya mengangguk kecil sebagai balasan, sementara Anna duduk di dekatnya, lalu mengeluarkan selembar peta yang sudah tampak lusuh dari dalam tas kulitnya. Ia membuka peta itu di atas batu datar, membiarkan angin pagi mengusap permukaannya.

"Pagi yang terlalu tenang untuk membahas sesuatu yang kelam," ujar Alcard akhirnya, suaranya datar tetapi penuh pengertian. Ia menerima peta itu dengan satu tangan dan mulai mengamatinya dengan cermat.

Anna menatapnya sejenak sebelum mulai menjelaskan. "Aku telah mengirim tim pengintai kami untuk mencari jejak The Veil di sekitar wilayah konflik ini untuk beberapa waktu," katanya, menunjuk beberapa titik pada peta. "Seperti yang kuduga, mereka sangat lihai menyembunyikan keberadaan mereka. Tidak ada jejak langsung, tidak ada tanda yang jelas. Mereka benar-benar bayangan yang bersembunyi di balik kekacauan."

Alcard tetap diam, memperhatikan detail di peta yang ditunjukkan oleh Anna. Garis-garis yang mencerminkan batas wilayah, posisi desa-desa, dan jalur pergerakan pasukan terlihat jelas.

Anna menarik napas dalam sebelum melanjutkan. "Tapi kami menemukan sesuatu yang lain," katanya sambil mengetuk dua titik di peta. "Dua benteng ini, yang terletak di perbatasan antara Jovalian dan Middle Earth, diduga kuat memiliki hubungan dengan The Veil. Beberapa bangsawan yang menguasainya tampaknya bersekutu dengan mereka. Apa yang mereka rencanakan, aku tidak tahu pasti, tetapi mereka memiliki kepentingan besar di wilayah ini."

Tatapan Alcard menyipit saat mendengar informasi itu. Ia sudah mulai mengenal bagaimana The Veil bekerja—tidak pernah meninggalkan jejak yang jelas, tetapi selalu menarik benang di balik layar, menggerakkan kekuatan yang lebih besar dengan cara yang halus dan mematikan.

"Aku ingin menyerang benteng ini dan merebutnya," lanjut Anna dengan nada yang lebih tegas. "Tapi pasukanku sendiri tidak cukup kuat untuk melakukannya tanpa bantuan."

Alcard mendengar nada harapan dalam suara Anna dan langsung menyadari arah pembicaraan ini. Ia menutup peta itu perlahan dan menatap Anna dengan ekspresi penuh skeptisisme. "Jadi kau ingin aku membantumu?" tanyanya, nadanya datar tetapi tajam.

Anna mengangguk, tanpa sedikit pun ragu. "Ya. Aku tahu kau mencari jejak The Veil, Alcard. Ini kesempatanmu. Jika benar mereka memiliki hubungan dengan bangsawan-bangsawan ini, merebut benteng itu bisa menjadi jalan untuk mendapatkan informasi yang kau butuhkan." Ia menatapnya dengan penuh keyakinan. "Dan jangan lupa, kau bukan hanya seorang pejuang. Kau pernah menjadi komandan tertinggi Jovalian. Kau tahu bagaimana menghadapi pertempuran semacam ini."

Alcard tetap diam, memikirkan kata-kata Anna. Ia tahu bahwa keterlibatan dalam serangan ini bisa membawanya lebih dalam ke dalam konflik yang selama ini berusaha ia hindari. Tetapi di sisi lain, ada sesuatu yang menahannya untuk langsung menolak. Bukan hanya karena kemungkinan mendapatkan informasi tentang The Veil, tetapi juga karena orang yang duduk di hadapannya.

Setelah beberapa saat mempertimbangkan, Alcard akhirnya berkata dengan nada tenang, "Aku akan membantumu." Matanya tetap tertuju pada Anna, memastikan wanita itu mengerti alasannya. "Bukan karena aku percaya pada misimu, tetapi karena aku punya alasan sendiri untuk mencari tahu tentang The Veil. Jika benteng ini memang memiliki koneksi dengan mereka, aku akan menelusurinya."

Anna menghela napas lega dan tersenyum, meskipun ia tahu bahwa keputusan Alcard tidak sepenuhnya didasarkan pada kepercayaannya kepada revolusi ini. "Terima kasih, Alcard," katanya tulus. "Aku tahu aku bisa mengandalkanmu."

Alcard berdiri, menggulung peta itu dengan rapi dan menyelipkannya ke dalam sakunya. Ia menepuk pelana kudanya, memastikan semuanya siap untuk perjalanan yang akan datang. "Kumpulkan pasukanmu," katanya tanpa basa-basi. "Kita bergerak secepatnya. Aku tidak ingin membuang lebih banyak waktu di tempat ini."

Anna mengangguk, langsung bergegas untuk mempersiapkan pasukannya. Sementara itu, Alcard berdiri di tempatnya, memandangi hutan di sekelilingnya. Ada sesuatu dalam keheningan pagi ini yang membuatnya merasa resah. Apakah keputusan ini akan membawanya lebih dekat pada jawaban yang ia cari, atau justru menyeretnya lebih dalam ke dalam kegelapan yang selama ini ia hindari?

Dengan tarikan napas panjang, ia menyingkirkan keraguan itu untuk sementara. Apapun yang akan terjadi, ia akan menghadapinya seperti yang selalu ia lakukan—dengan pedang di tangan dan pikirannya yang tajam.

****

 

Senja telah berlalu, menyisakan langit malam yang pekat di atas benteng yang berdiri megah namun sepi. Angin malam berdesir di antara menara-menara batu dan dinding kokoh yang mengelilingi tempat itu, membawa hawa dingin yang menusuk kulit. Para penjaga yang bertugas di atas tembok The Wall berjalan dengan langkah malas, tangan mereka menggenggam tombak dengan kendor, tidak menyadari bahwa bayangan bahaya telah menyusup lebih dekat daripada yang mereka kira.

Di luar gerbang utama, sekelompok besar pengungsi bergerak perlahan menuju pintu masuk benteng. Mereka mengenakan pakaian lusuh, wajah mereka tertutup debu dan kain kusam yang menyembunyikan identitas mereka yang sebenarnya. Di antara mereka, ada yang menyeret gerobak kayu berisi barang-barang yang tampak seperti sisa kehidupan yang telah dihancurkan oleh perang, sementara yang lain berjalan tertatih, memainkan peran dengan sangat meyakinkan.

Pasukan revolusi yang dipimpin oleh Anna dan Alcard berbaur di antara para pengungsi ini, menyamarkan diri dengan sempurna. Saat gerbang besar terbuka, para penjaga yang bertugas hanya memberikan pandangan sekilas sebelum mengizinkan mereka masuk. Keadaan perang yang telah mencabik-cabik negeri ini membuat para bangsawan dan penguasa benteng tidak terlalu selektif dalam menerima para pencari perlindungan, menjadikan taktik penyusupan ini jauh lebih mudah dari yang seharusnya.

Di tengah aliran pengungsi yang bergerak ke halaman dalam, Anna berjalan paling depan dengan langkah mantap, sementara Alcard mengikuti tidak jauh di belakangnya, matanya tajam mengamati keadaan sekeliling. Setiap sudut benteng dipelajari dengan cepat dalam diamnya. Mereka telah masuk tanpa hambatan. Kini, yang tersisa hanya menunggu saat yang tepat untuk bertindak.

Ketika malam semakin larut dan kegelapan menyelimuti benteng, isyarat pertama pun diberikan. Dengan gerakan tangan yang nyaris tak terlihat, Anna memberi perintah, dan dalam hitungan detik, kelompok-kelompok kecil revolusi yang telah menyebar ke berbagai sudut benteng mulai bergerak.

Di atas menara, para penjaga yang masih berjaga tidak sempat mengeluarkan suara ketika pisau tajam menyelinap ke tenggorokan mereka. Tubuh mereka roboh tanpa sempat menarik perhatian yang lain. Sementara itu, Alcard, yang memimpin sekelompok kecil prajurit, bergerak cepat menuju titik-titik penting. Ia memastikan jalur komunikasi antara menara pengawas dan barak utama terputus sepenuhnya, sehingga peringatan tidak bisa dikirim sebelum mereka sepenuhnya menguasai benteng.

Setiap langkah mereka dijalankan dengan presisi yang hampir sempurna. Para penjaga yang tidak menyadari keberadaan mereka menjadi sasaran yang mudah, jatuh satu demi satu dalam keheningan, darah mereka mengalir di atas batu tanpa ada yang menyadarinya.

Di sisi lain benteng, Anna dan timnya telah mencapai barak utama prajurit. Mereka tidak menggunakan pendekatan senyap seperti Alcard. Dengan bahan peledak sederhana yang telah dipersiapkan sebelumnya, mereka menghancurkan pintu barak dengan ledakan singkat. Asap dan debu memenuhi ruangan, disusul teriakan bingung para prajurit yang baru saja terbangun dari tidur mereka.

Serangan itu berlangsung dengan cepat dan brutal. Para prajurit benteng mencoba mengangkat senjata mereka, tetapi mereka berada dalam kekacauan yang terlalu besar untuk bisa memberikan perlawanan yang berarti. Dalam waktu singkat, barak telah jatuh ke tangan pasukan revolusi.

Sementara itu, di dalam kastil utama, Alcard dan sekelompok kecil prajurit revolusi telah mencapai tujuan utama mereka: ruang pribadi bangsawan yang memimpin benteng ini. Lord yang berkuasa di tempat ini, bersama dengan beberapa bawahannya yang masih setia, mencoba memberikan perlawanan. Namun, menghadapi strategi cepat dan taktik brutal yang dipimpin oleh Alcard, mereka tidak memiliki banyak harapan.

Dengan satu tebasan pedangnya, Alcard mengakhiri perlawanan terakhir sang bangsawan. Tubuh pria itu jatuh berdebam ke lantai batu yang dingin, nyawanya melayang tanpa sempat mengucapkan kata terakhir. Dengan kematiannya, kekuasaan di benteng ini kini sepenuhnya berada di tangan pasukan revolusi.

Ketika pertempuran akhirnya mereda dan benteng berada di bawah kendali mereka, Alcard tidak membuang waktu. Sementara prajurit lain sibuk mengamankan posisi mereka dan membersihkan musuh yang tersisa, ia melangkah cepat menuju ruang kerja sang bangsawan. Matanya langsung menyapu meja yang penuh dengan dokumen dan peta yang berserakan, mencari sesuatu yang lebih berharga daripada sekadar kemenangan atas benteng ini.

Tangannya meraih lembaran-lembaran kertas, membolak-baliknya dengan kecepatan yang penuh perhitungan. Lalu, dari tumpukan yang tampak tidak mencolok, matanya tertuju pada satu surat yang berbeda dari yang lain. Surat itu membawa segel dari Middle Earth, lebih tepatnya dari seorang bangsawan bernama Lord Avros, penguasa wilayah perbatasan.

Dengan alis yang berkerut, Alcard membaca isi surat itu dengan saksama. Surat tersebut berisi perintah dari Lord Avros kepada pemimpin benteng ini untuk mencari sesuatu yang sangat berharga di reruntuhan yang terletak tidak jauh dari perbatasan mereka. Tidak ada penjelasan spesifik mengenai apa yang mereka cari, tetapi kalimat samar dalam dokumen itu cukup untuk menyalakan kewaspadaan dalam benaknya.

Anna muncul di ambang pintu, pedangnya masih berlumur darah, tetapi sorot matanya penuh dengan rasa ingin tahu. "Apa yang kau temukan?" tanyanya, suaranya sedikit terengah setelah pertempuran.

Alcard mengangkat surat itu sedikit, menunjukkan padanya. "Sesuatu yang mungkin lebih besar dari yang kita bayangkan," jawabnya dengan nada serius. "Lord Avros memerintahkan pencarian di sebuah reruntuhan. Aku tidak yakin apa yang mereka cari, tapi kalimat ini..." Ia menunjuk bagian tertentu di surat itu, "...menyiratkan bahwa ada sesuatu yang sangat berharga di sana."

Anna menatapnya dengan ekspresi penuh pertimbangan, lalu mengangguk dengan tegas. "Kalau begitu, kita tidak bisa berhenti di sini. Kita harus tahu apa yang mereka cari."

Alcard menyelipkan surat itu ke dalam sakunya, lalu menatap Anna dengan pandangan yang sama seriusnya. "Benar. Tapi kita harus bergerak cepat sebelum informasi ini jatuh ke tangan yang salah."

Dengan pemikiran yang semakin jelas tentang langkah selanjutnya, mereka meninggalkan ruang kerja itu bersama. Meskipun kemenangan telah mereka raih malam ini, misteri yang lebih besar telah terbuka di hadapan mereka—sebuah misteri yang bisa mengarah pada sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan.

****

 

Fajar perlahan menyingsing di atas benteng yang baru saja beralih kekuasaan. Sinar matahari pertama menerpa dinding-dinding batu yang masih menyimpan jejak pertempuran malam sebelumnya. Benteng ini, yang sebelumnya dikuasai oleh penguasa lama, kini telah sepenuhnya jatuh ke tangan pasukan revolusi. Para prajurit yang kini bertugas sebagai penjaga mulai mengambil posisi di menara dan sepanjang tembok, mengenakan baju zirah dan helm para prajurit yang telah mereka taklukkan. Dari kejauhan, sulit membedakan apakah benteng ini benar-benar telah berubah kepemilikan, karena segalanya tampak berjalan seperti biasa.

Namun, tidak semua orang di dalam benteng menerima perubahan ini dengan mudah. Para penghuni yang masih belum mengetahui apa yang terjadi mulai bertanya-tanya, sebagian merasa ketakutan, sementara yang lain mencoba memahami situasi. Pasukan revolusi bertindak cepat untuk meredakan kekacauan kecil yang timbul. Mereka bergerak dengan disiplin, berbicara dengan nada meyakinkan, memastikan bahwa mereka tidak datang sebagai perusak, tetapi sebagai pembebas. Perlahan, ketegangan mereda, dan benteng itu mulai beradaptasi dengan penguasa barunya.

Di sudut lain benteng, di sebuah ruangan yang dijadikan markas sementara, Alcard dan Anna tengah bersiap untuk bergerak kembali. Kemenangan di benteng pertama hanyalah langkah awal. Sasaran berikutnya adalah benteng kedua, yang lebih besar, lebih terlindungi, dan dipimpin oleh seorang bangsawan yang memiliki pengaruh lebih kuat. Mereka tahu bahwa benteng itu tidak akan mudah direbut seperti yang pertama.

Di luar gerbang, Feren dan pasukannya sudah menunggu, menyusun strategi untuk menyerang benteng kedua dengan cara yang mirip dengan sebelumnya. Namun, kali ini mereka lebih berhati-hati. Jika benteng pertama bisa direbut dengan taktik penyusupan yang cerdik, benteng kedua akan jauh lebih sulit karena penguasa di sana pasti telah menerima kabar tentang kejatuhan benteng pertama.

Alcard, dengan pengalamannya sebagai penyusup dan ahli strategi, mengambil alih perencanaan misi. Ia menunjukkan jalur rahasia yang telah ditemukan oleh mata-mata revolusi, jalur yang bisa digunakan untuk menyusup ke dalam benteng tanpa diketahui. Anna dan Feren menyimak dengan seksama, menyadari bahwa kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal. Setiap langkah harus diperhitungkan dengan cermat.

Saat malam tiba, rencana mulai dijalankan. Dalam kegelapan, Alcard memimpin kelompok kecil penyusup melalui jalan tersembunyi, melewati celah sempit di antara batuan, hingga akhirnya mencapai bagian dalam benteng tanpa menarik perhatian. Sementara itu, Anna dan Feren memimpin serangan diam-diam terhadap para penjaga yang berjaga di luar, memastikan tidak ada alarm yang bisa dibunyikan. Mereka bergerak seperti bayangan, menghabisi musuh dalam keheningan sebelum bisa menyadari apa yang terjadi.

Dalam waktu singkat, mereka berhasil memutus jalur komunikasi antara para penjaga di tembok dan pasukan utama di barak. Dengan cara ini, mereka memastikan bahwa bala bantuan tidak bisa dipanggil sebelum benteng sepenuhnya jatuh ke tangan mereka. Begitu kendali atas benteng mulai goyah, serangan terbuka pun dimulai.

Sementara pertempuran berkecamuk di halaman benteng, Alcard dan kelompoknya menyelinap ke dalam kastil utama, langsung menuju tempat sang bangsawan yang memimpin benteng ini. Mereka tahu bahwa jika pemimpin benteng berhasil dilumpuhkan, maka sisa pasukan akan kehilangan arah. Pertempuran di dalam kastil berlangsung cepat dan brutal. Para pengawal bangsawan mencoba melawan, tetapi tak mampu menghadapi serangan mendadak yang dipimpin Alcard. Dalam waktu singkat, sang bangsawan terjatuh dengan darah mengalir dari luka di dadanya, menandai berakhirnya kekuasaannya.

Ketika benteng akhirnya sepenuhnya berada di tangan pasukan revolusi, Alcard tidak membuang waktu. Ia segera menuju ruang kerja sang bangsawan, mencari dokumen-dokumen yang mungkin menyimpan informasi penting. Tangannya dengan cekatan membalik halaman demi halaman, hingga akhirnya matanya tertuju pada sebuah laporan yang membuatnya terdiam sesaat.

Dokumen itu mencatat bahwa pasukan dari benteng ini telah berhasil menemukan "sesuatu yang berharga" di reruntuhan yang terletak tidak jauh dari perbatasan mereka. Namun, benda itu tidak lagi berada di sini. Mereka telah menyerahkannya kepada Lord Avros, bangsawan dari Middle Earth yang selama ini mencurigakan.

Alcard membaca ulang dokumen itu, memastikan dirinya tidak salah paham. Tak ada penjelasan spesifik mengenai apa yang telah ditemukan, tetapi setiap kata dalam laporan ini semakin menguatkan kecurigaannya. Jika benda itu adalah fragment, maka sekarang sudah berpindah tangan ke seseorang yang bisa menggunakannya untuk kepentingan yang lebih berbahaya.

Saat ia terus menggeledah, tangannya menemukan sebuah surat lain, yang kali ini membuatnya semakin gelisah. Surat itu berisi undangan dari Lord Avros kepada sang bangsawan untuk datang ke wilayahnya, membawa benda berharga itu untuk diserahkan kepada Lord Tanivar.

Alcard mengepalkan tangannya. Ini berarti ia telah terlambat. Apa pun yang ditemukan di reruntuhan itu, kini sudah bergerak lebih jauh, ke tangan yang lebih berbahaya. Jika benar itu adalah fragment, maka tidak hanya Avros, tetapi juga Tanivar, dan mungkin bahkan The Veil, kini memiliki akses terhadap sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan di Middle Earth.

Dengan cepat, ia kembali menemui Anna dan Feren, yang tengah mengatur ulang pertahanan benteng agar tetap berada di bawah kendali mereka. Anna, yang melihat ekspresi serius di wajah Alcard, langsung tahu bahwa sesuatu telah terjadi.

"Apa yang kau temukan?" tanya Anna, suaranya penuh dengan kewaspadaan.

Alcard menyerahkan surat itu kepadanya. "Lord Avros sudah mendapatkan benda yang mereka cari. Dan di masa depan, mereka akan menyerahkannya kepada Lord Tanivar."

Anna membaca surat itu dengan cepat, lalu menatap Alcard dengan ekspresi cemas. "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya pelan.

Alcard menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada tegas, "Aku tidak bisa lagi bergerak bersama kalian. Perjalanan ini harus kulanjutkan sendiri."

Anna tampak terkejut. "Alcard, kita sudah sejauh ini. Jika benda berharga itu benar-benar ada, maka kita harus menghentikannya bersama."

Alcard menatapnya dalam diam sebelum akhirnya berkata, "Ada sesuatu yang lebih besar dari perang ini. Aku harus menyelesaikan ini sendiri."

Anna menatapnya lama, berusaha mencari alasan untuk menghentikannya, tetapi ia tahu betapa keras kepala Alcard. Tidak peduli apa yang dikatakannya, keputusan pria itu tidak akan berubah.

Akhirnya, Anna mengangguk, meskipun jelas ada ketidaksenangan dalam ekspresinya. "Kalau begitu, berjanjilah satu hal," katanya dengan suara pelan. "Jangan mati."

Alcard tersenyum tipis, meskipun sorot matanya tetap dingin. "Aku akan melakukan yang terbaik. Dan jangan bocorkan pada siapapun, jika aku membantu kalian."

Feren yang sedari tadi terdiam, mengangguk ringan dan menepuk pundak Anna. "Kami janji."

Malam itu, di bawah cahaya rembulan yang pucat, Alcard meninggalkan benteng tanpa suara, melangkah ke dalam bayang-bayang yang kini menjadi jalannya. Perjalanannya telah berubah. Kini, ia tidak lagi hanya sekadar menyusup dan mengumpulkan informasi. Ia memiliki tujuan yang lebih besar—menghentikan fragment itu sebelum jatuh ke tangan yang salah, sebelum kehancuran yang lebih besar melanda Middle Earth.

****

 

Setelah menempuh perjalanan selama satu hari penuh, Alcard akhirnya tiba di gerbang besar Benteng Govenren. Benteng ini bukan sekadar bangunan pertahanan biasa, melainkan salah satu benteng terbesar dan paling kokoh di wilayah utara dan barat Middle Earth. Dikenal dengan kekuatan militernya yang luar biasa, benteng ini menjadi pusat kekuasaan bagi para bangsawan yang berpengaruh. Namun, bagi Alcard, tempat ini adalah sarang intrik dan kepentingan yang tersembunyi di balik kemegahannya.

Dengan surat rekomendasi dari Oldman yang terlipat rapi di tangannya, ia mendekati penjaga gerbang utama. Meskipun surat itu memberinya hak untuk masuk, tatapan penuh curiga dari para prajurit tetap mengawasinya dengan dingin. Beberapa di antara mereka bahkan melemparkan cibiran, menyebutnya sebagai Outcast yang tidak tahu diri, parasit yang hanya bertahan hidup dari belas kasihan orang-orang berkuasa.

Alcard tidak merespons. Ia hanya melangkah melewati mereka dengan wajah tanpa ekspresi, seperti yang selalu ia lakukan setiap kali menerima hinaan semacam ini. Setelah bertahun-tahun diasingkan di The Wall, hinaan dari para bangsawan dan pengikut mereka tidak lagi memiliki dampak apa pun padanya.

Saat ia melangkah ke dalam benteng, pemandangan di sekelilingnya semakin menunjukkan betapa kuatnya tempat ini. Dinding-dinding yang menjulang tinggi dibangun dari batu besar yang tampaknya mampu bertahan dari serangan apa pun. Obor-obor yang menyala terang di setiap sudut menerangi lorong-lorong yang luas, sementara suara langkah berat para prajurit yang sedang berpatroli menggema di sepanjang jalan setapak berbatu. Benteng ini terasa begitu hidup, penuh dengan aktivitas, tetapi di balik semua itu, Alcard tahu ada rahasia yang tersembunyi.

Setelah mengamati situasi dan memastikan bahwa tidak ada yang mengawasinya secara khusus, Alcard mulai menjalankan rencananya. Menunggu hingga malam tiba, ia menyelinap keluar dari penginapan yang telah disediakan untuknya dan mulai bergerak di antara bayang-bayang. Dengan pengalamannya sebagai penyusup dan pejuang, ia memanfaatkan kegelapan untuk menghindari para penjaga yang berpatroli.

Ia menyusuri lorong-lorong yang sepi, melewati pintu-pintu besar yang terkunci, dan menghindari area terbuka yang bisa membuatnya terlihat. Tujuannya jelas: mencari informasi tentang perjalanan Avros, atau lebih penting lagi, tentang fragment yang kemungkinan besar sedang ia buru. Jika benar benda itu sudah jatuh ke tangan bangsawan seperti Avros dan Tanivar, maka Middle Earth berada dalam bahaya besar.

Alcard mulai dengan memeriksa ruang penyimpanan dokumen. Di dalamnya, ia menemukan tumpukan laporan logistik dan administrasi, surat-surat yang berisi urusan dagang dan strategi pertahanan. Namun, tidak ada satu pun yang berkaitan dengan perjalanan Avros atau penyebutan tentang fragment yang ia cari. Ia terus mencari di berbagai ruangan, termasuk ruang kerja yang biasanya digunakan oleh para penasihat benteng, tetapi tetap saja, hasilnya nihil.

Ketika ia hampir kehilangan harapan, langkahnya membawanya ke dekat ruang penjaga yang terletak di dalam kastil utama. Dari balik salah satu pilar batu besar, ia mendengar percakapan dua orang penjaga yang sedang berbincang dengan santai. Ia mendekat dengan hati-hati, memastikan dirinya tetap tersembunyi dalam bayangan, lalu mendengarkan dengan seksama.

"Jadi, perjalanan ke benteng Lord Tanivar ditunda?" salah satu penjaga bertanya dengan nada heran.

"Ya, itu yang Lord Avros katakan," jawab penjaga lainnya. "Katanya ada pertemuan penting yang lebih mendesak yang harus dihadiri. Kita harus menunggu instruksi lebih lanjut sebelum mengawal perjalanan Lord Avros."

Alcard mengerutkan dahi. Informasi ini tidak hanya menarik, tetapi juga mencurigakan. Jika perjalanan ke benteng Tanivar benar-benar ditunda, maka itu berarti ada sesuatu yang lebih penting yang sedang berlangsung. Tapi apa? Dan di mana pertemuan itu akan diadakan?

Ia mencoba tetap berada di tempatnya, berharap mendapatkan lebih banyak informasi, tetapi suara langkah kaki lain mendekat, memaksanya untuk segera mundur. Tanpa suara, ia bergerak ke lorong lain yang lebih gelap, meninggalkan area itu sebelum ada yang menyadari keberadaannya.

Setelah memastikan dirinya tidak diikuti, Alcard kembali ke penginapan sederhana yang telah disiapkan untuknya di dalam benteng. Duduk di sudut ruangan, ia merenungkan informasi yang baru saja ia peroleh. Fakta bahwa perjalanan Avros ditunda demi menghadiri pertemuan lain membuatnya semakin yakin bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi di balik layar.

Apakah pertemuan ini berkaitan dengan fragment? Apakah The Veil juga terlibat? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di pikirannya tanpa henti. Namun, satu hal yang pasti: ia tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu segalanya terungkap sendiri.

Dengan napas panjang, ia berjanji dalam hati bahwa ia akan menemukan kebenaran. Apapun yang sedang direncanakan oleh Avros dan Tanivar, ia akan memastikan bahwa fragment tidak jatuh ke tangan yang salah. Dan jika perlu, ia akan menghentikan mereka dengan caranya sendiri.

****

 

Selama beberapa hari terakhir, Alcard terus mengamati setiap sudut Benteng Govenren, mencoba menggali informasi dari percakapan para penduduk dan prajurit. Benteng itu dipenuhi dengan lalu lintas orang yang membawa berbagai kabar, mulai dari gosip ringan hingga informasi strategis yang berharga. Dengan kesabaran dan kecerdikannya, Alcard berhasil mengumpulkan potongan demi potongan dari rencana besar yang sedang berlangsung di sekitar Avros.

Di tengah alun-alun benteng yang ramai dengan aktivitas warga, Alcard menemukan dua pria berbicara santai di dekat pasar kecil. Salah satu dari mereka, seorang lelaki tua berambut abu-abu, memanggul keranjang berisi buah-buahan sementara yang lain dengan antusias menjelaskan sesuatu.

"Kudengar Lord Avros akan mengadakan pesta besar di kastil bulan depan," ujar pria berambut abu-abu dengan nada penasaran. "Apa kau tahu mengapa?"

Rekannya, seorang pria bertubuh kekar yang terlihat seperti pedagang, mengangguk penuh semangat. "Oh, itu sudah menjadi bahan pembicaraan di seluruh benteng! Pesta ini bukan sekadar perayaan biasa. Kabarnya, Lord Avros ingin memperlihatkan kekuatannya di Middle Earth. Para bangsawan penting dari berbagai wilayah akan datang. Bahkan rakyat jelata seperti kita akan diberi kesempatan menikmati hiburan di alun-alun."

Namun, pria tua itu tampak ragu. "Tapi kenapa sekarang? Bukankah situasi di luar semakin tidak menentu?" tanyanya, nada suaranya menunjukkan sedikit kekhawatiran.

Pedagang itu tertawa kecil dan mengangkat bahunya. "Siapa yang tahu? Itu urusan para bangsawan. Yang penting, kita mendapatkan makanan dan hiburan gratis. Aku tidak peduli apapun yang sedang mereka rencanakan."

Alcard, yang mendengarkan dari sudut gelap di bawah bayangan sebuah bangunan, tidak bereaksi secara langsung. Namun, pikirannya segera berputar. Pesta besar ini terdengar seperti sesuatu yang lebih dari sekadar perayaan biasa. Ia merasa ada tujuan tersembunyi di baliknya.

Di sisi lain benteng, di dekat pos penjagaan utama, dua prajurit berdiri berbincang santai sambil berjaga. Alcard dengan cekatan menyelinap ke dalam bayangan di dekat mereka, menajamkan pendengarannya.

"Jadi, perjalanan Lord Avros ke wilayah Lord Tanivar ditunda lagi?" tanya salah satu penjaga, seorang pemuda dengan raut wajah serius.

Penjaga yang lebih tua, bersandar pada tombaknya, mengangguk pelan. "Ya, itu perintah langsung dari Lord Avros. Tampaknya ada sesuatu yang lebih mendesak. Kita diperintahkan menunggu instruksi sebelum melakukan pengawalan."

Pemuda itu tampak penasaran. "Kenapa butuh pengawalan sebesar itu? Aku dengar jumlah penjaga yang disiapkan jauh lebih banyak dari biasanya."

Penjaga yang lebih tua menatapnya sejenak, lalu berbicara dengan suara lebih pelan, seolah takut ada yang menguping. "Kau tak dengar? Mereka membawa sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang bisa mengubah sejarah Middle Earth. Itulah sebabnya pengamanan begitu ketat."

Alcard menyerap informasi ini dengan hati-hati. Dugaan bahwa fragment mungkin berada di tangan Avros semakin kuat. Namun, tanpa kepastian mengenai pertemuan mendadak yang membuat perjalanan itu ditunda, ia belum bisa menyusun rencana yang lebih konkret.

Malam itu, ia memasuki sebuah pub kecil di sudut benteng. Suasana di dalamnya dipenuhi oleh obrolan mabuk dan suara dentingan gelas. Ia memilih sudut gelap yang jauh dari perhatian, lalu memanggil bartender dengan isyarat singkat. Dengan beberapa keping koin emas yang diletakkan di atas meja, ia menarik perhatian pria tua yang tampak kelelahan setelah melayani pelanggan sepanjang malam.

"Kau pasti tahu banyak tentang apa yang terjadi di sekitar sini," ujar Alcard dengan nada tenang namun penuh makna. "Beritahu aku tentang perjalanan Lord Avros ke wilayah Lord Tanivar dan kenapa itu ditunda terus menerus?"

Bartender memandangi koin emas di meja, kemudian menatap Alcard dengan penuh perhitungan. Setelah beberapa saat, ia akhirnya berbicara. "Perjalanan itu adalah salah satu misi pengawalan terbesar yang pernah disiapkan di benteng ini. Lord Avros tidak main-main. Mereka pasti membawa sesuatu yang luar biasa penting."

Alcard tetap tenang. "Seberapa besar pasukan yang akan dikirim untuk mengawalnya?" tanyanya.

Bartender mendesah, kemudian berbisik, "Rumor mengatakan, dua batalion penuh. Itu hanya yang terlihat di permukaan. Aku yakin ada lebih banyak tentara bayaran yang akan ikut serta."

Alcard mengangguk pelan, membiarkan informasi itu meresap ke dalam pikirannya. Dengan jumlah pengamanan sebesar itu, menyusup selama perjalanan akan nyaris mustahil. Namun, informasi tentang pesta besar di kastil memberi sedikit harapan. Itu bisa menjadi celah yang tepat untuk mendekati Lord Avros sebelum perjalanan dimulai.

Malam semakin larut ketika Alcard meninggalkan pub. Ia tahu bahwa melanjutkan pengintaian tanpa persiapan yang lebih matang hanya akan berakhir sia-sia. Keputusan terbaik adalah mundur sementara dan kembali ke The Wall untuk berkonsultasi dengan Oldman. Jika ia bisa mendapatkan sumber daya tambahan dari para Outcast, peluangnya untuk menyusup ke dalam rencana Lord Avros akan jauh lebih besar.

Di bawah cahaya bulan yang pucat, Alcard menuntun kudanya keluar dari benteng dengan langkah mantap. Dalam keheningan malam, pikirannya terus menyusun strategi. Ia tahu bahwa kesabaran adalah kunci dalam permainan ini.

Sambil menatap cakrawala, ia membisikkan sumpah dalam hatinya—ia akan kembali, lebih siap dan lebih kuat. Apa pun yang sedang direncanakan oleh Avros dan Tanivar, ia akan memastikan bahwa fragment tidak jatuh ke tangan yang salah.

****