Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan melalui hutan lebat, pegunungan terjal, dan jalan-jalan berbatu yang membentang tanpa henti, Alcard akhirnya tiba kembali di markas pusat The Wall. Udara dingin khas wilayah ini langsung menyambutnya, membelai wajahnya dengan keheningan yang begitu akrab. Tempat ini, yang menjadi rumah bagi mereka yang dibuang oleh dunia luar, tetap sama seperti yang ia tinggalkan—dingin, sunyi, namun selalu penuh dengan ketegangan yang tidak terlihat.
Tanpa membuang waktu, Alcard melangkah dengan mantap menuju ruang kerja Oldman. Pemimpin tertinggi The Wall itu pasti sudah menunggunya, dan laporan dari perjalanannya ke Jovalian tidak bisa ditunda lebih lama lagi. Saat ia tiba di depan pintu kayu kokoh itu, ia mengetuk sekali sebelum langsung masuk.
Di balik meja besar yang penuh dengan gulungan dokumen dan peta-peta usang, Oldman duduk dengan ekspresi serius, seperti biasa. Matanya yang tajam langsung menatap Alcard, seolah sudah bisa menebak bahwa berita yang dibawa bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Tanpa sepatah kata pun, ia mengisyaratkan agar Alcard duduk di kursi di depannya.
Alcard, tanpa berbasa-basi, segera memulai laporannya. Ia menceritakan bagaimana perang saudara di Jovalian semakin memburuk—bagaimana Pangeran Kedua dan Pangeran Ketiga saling berperang tanpa ampun, dan di tengah-tengah kekacauan itu, muncul pasukan revolusioner yang berusaha menyingkirkan kedua pihak. Lalu, ia menjelaskan keterlibatannya dalam merebut dua benteng penting yang berada di wilayah perbatasan, sebuah tindakan yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip netralitas The Wall.
Mendengar itu, Oldman mengerutkan dahi dan langsung memotong pembicaraan dengan suara tajam. "Jadi kau membantu mereka merebut benteng? Apa kau sadar betapa berbahayanya itu bagi kita?" suaranya rendah, namun penuh tekanan. "Jika para bangsawan tahu bahwa seorang Outcast ikut campur dalam perebutan benteng mereka, The Wall bisa dianggap sebagai ancaman. Kita bisa kehilangan netralitas yang selama ini kita pertahankan."
Alcard tetap tenang meskipun ia sepenuhnya memahami risiko dari tindakannya. "Aku tidak punya pilihan lain, Oldman," balasnya dengan nada tegas. "Aku harus mendapatkan informasi mengenai The Veil. Kedua benteng itu menyimpan jejak yang aku cari. Dan aku berhasil mendapatkan sesuatu yang penting."
Oldman mempersempit matanya, ekspresinya semakin tajam. "Apa yang kau temukan?" tanyanya, nada suaranya kini lebih dalam, penuh ketertarikan dan kewaspadaan.
Alcard melanjutkan, "Pasukan revolusioner memiliki informasi lanjutan bahwa di benteng kedua, terdapat dokumen yang berkaitan dengan pergerakan Avros dan rencana besar yang melibatkan Tanivar. Mereka menawarkan bantuan untuk mengambil dokumen itu, tetapi dengan satu syarat: aku harus membantu mereka merebut benteng tersebut."
Oldman menghela napas panjang, kedua tangannya mengepal di atas meja. "Jadi kau mengorbankan netralitas kita hanya demi informasi itu? Kau bahkan membantu mereka merebut dua benteng?" Suaranya terdengar lebih berat, mencerminkan betapa besar dampak dari keputusan Alcard. "Jangan bilang kau juga membocorkan informasi fragment pada mereka."
"Tidak. Aku tahu risikonya," jawab Alcard, suaranya tetap stabil. "Tapi informasi ini terlalu berharga untuk diabaikan. Menurut dokumen yang kudapat, Avros menyimpan sesuatu yang sangat berharga. Aku mencurigai bahwa itu adalah salah satu fragment."
Mendengar kata fragment, sorot mata Oldman berubah. Sejenak, ia bersandar di kursinya, ekspresinya menunjukkan bahwa ia sedang memproses informasi ini dengan sangat hati-hati. "Fragment lain?" ulangnya, suaranya kini lebih rendah, hampir seperti gumaman. "Apa kau yakin?"
"Aku belum memiliki bukti konkret," jawab Alcard dengan jujur. "Tapi dokumen itu menyebutkan bahwa benda itu dijaga dengan sangat ketat oleh Avros dan akan diserahkan kepada Tanivar dalam pertemuan besar mereka. Jika benar itu adalah fragment, maka kita sedang menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari yang kita duga."
Hening sejenak. Oldman tampak berpikir dalam-dalam, tangannya bergerak ke dagu sambil menatap kosong ke dokumen-dokumen di atas mejanya. Nama-nama besar seperti Avros dan Tanivar dalam urusan ini jelas membuat segalanya semakin rumit.
Setelah beberapa saat, Oldman akhirnya angkat bicara. "Avros adalah sosok yang sangat licik," katanya dengan nada hati-hati. "Bahkan di antara para bangsawan Middle Earth, dia dikenal sebagai seseorang yang selalu bekerja di dalam bayang-bayang. Jika dia benar-benar memiliki fragment, maka ini jauh lebih berbahaya dari yang kita perkirakan. Kita tidak bisa bertindak gegabah."
Tatapannya kembali tertuju pada Alcard, kali ini lebih tajam dari sebelumnya. "Mulai sekarang, kita harus memastikan bahwa The Wall tidak terlibat secara langsung dalam intrik politik ini. Apapun yang kau lakukan, jangan sampai ada jejak yang menghubungkan kita dengan perebutan benteng atau pergerakan pasukan revolusi."
Alcard mengangguk, menerima perintah itu tanpa banyak protes. Namun, ia tahu bahwa ini akan menjadi tantangan besar. Dengan informasi yang ia bawa, langkah selanjutnya tidak hanya akan mempengaruhi dirinya, tetapi juga masa depan The Wall dan bahkan keseimbangan kekuatan di seluruh Middle Earth.
Oldman menyilangkan tangannya di dada. "Kita butuh waktu untuk menyusun strategi. Dalam waktu dekat, kau tetap di sini dan jangan menarik perhatian siapa pun. Kau tahu lebih baik dari siapa pun bahwa permainan ini harus dimainkan dengan hati-hati."
"Dimengerti," jawab Alcard, suaranya tetap tenang meskipun pikirannya sudah mulai berputar mencari cara untuk menyelidiki lebih lanjut.
Saat ia meninggalkan ruangan Oldman, angin dingin khas The Wall menyambutnya kembali. Ia berhenti sejenak, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Seolah-olah langit itu sendiri menyimpan rahasia yang belum terungkap, sama seperti teka-teki yang sekarang ada di tangannya.
Satu hal yang pasti—tugasnya belum selesai. Ia harus kembali ke dalam bayang-bayang, merancang strategi baru, dan mencari cara untuk menghentikan fragment jatuh ke tangan yang salah.
Dengan langkah mantap, ia berjalan kembali ke tempat tinggalnya, bersiap untuk apa pun yang akan terjadi selanjutnya.
****
Dalam ruangan yang dipenuhi tumpukan dokumen, peta Middle Earth yang tergantung di dinding, dan cahaya lampu minyak yang berkelap-kelip, Oldman mengunci diri selama dua hari penuh. Dengan wajah yang semakin dipenuhi guratan kelelahan, ia tenggelam dalam tumpukan arsip dan catatan lama, mencoba mengungkap sesuatu yang selama ini tersembunyi. Setiap lembar kertas yang ia buka, setiap catatan yang ia baca, membawanya semakin dalam ke dalam teka-teki yang mengelilingi nama Avros Govenren.
"Lord Avros Govenren," gumamnya sambil menarik gulungan kertas tua dari rak arsip yang berdebu. Kertas itu mencatat garis keturunan keluarga Govenren, salah satu keluarga bangsawan tertua di utara Middle Earth. Matanya menyapu setiap nama dalam garis keturunan tersebut, mencari sesuatu yang tidak biasa.
"Anak ketiga dari Lord Sederyn Govenren," lanjutnya, membaca dengan suara rendah. "Tidak ada catatan bakat luar biasa, tidak dalam seni perang, diplomasi, atau bahkan administrasi kerajaan. Bagaimana mungkin seseorang seperti dia bisa menjadi penguasa salah satu benteng paling strategis di utara?"
Ia mengernyitkan dahi, lalu menelusuri lebih jauh. Saudara-saudaranya jauh lebih tua dan memiliki pengalaman lebih banyak dalam mengelola wilayah. Namun, entah bagaimana, mereka menyerahkan hak kepemimpinan tanpa perlawanan sedikit pun. Tidak ada indikasi adanya konflik internal, tidak ada pemberontakan, bahkan tidak ada catatan tentang perebutan kekuasaan yang sering terjadi di keluarga-keluarga bangsawan lain.
"Terlalu rapi," pikirnya dalam hati. "Terlalu... sunyi."
Tatapannya beralih ke peta besar Middle Earth di dinding. Ia menelusuri jalur perjalanan Avros yang disebutkan dalam laporan Alcard. Garis merah menandai perjalanan Lord Avros dari Benteng Govenren menuju wilayah Lord Tanivar.
"Jika Avros memang bagian dari permainan ini," gumam Oldman lebih kepada dirinya sendiri, "maka The Veil mungkin telah menanamkan pengaruhnya di sana jauh sebelum kita menyadarinya. Mereka tidak akan bertindak tanpa alasan. Jika Avros bisa mencapai posisi ini tanpa perlawanan, maka ada sesuatu yang bekerja di balik layar."
Ia menghela napas panjang, menggenggam tongkat kayunya dengan erat. The Veil selalu beroperasi dalam bayangan, menyusup ke dalam kekuasaan tanpa pernah menunjukkan wajah mereka. Mereka tidak mungkin bertaruh pada seseorang seperti Avros tanpa alasan yang kuat.
"Apakah dia sekadar bidak? Atau lebih dari itu?" pikirnya. "Jika mereka melihat sesuatu pada Avros yang tidak terlihat oleh dunia luar, maka kita menghadapi ancaman yang lebih besar dari sekadar fragment."
Selama dua hari penuh, Oldman terus menyusun kepingan teka-teki, menghubungkan setiap informasi yang ia temukan. Hingga akhirnya, ia tiba pada satu kesimpulan: Avros bukan sekadar seorang bangsawan yang naik takhta karena kebetulan. Dia adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Oldman tidak bisa menunggu lebih lama. Ia segera memanggil Alcard kembali ke ruangannya. Saat Alcard masuk, tatapannya langsung tertuju pada Oldman yang tampak lebih serius dari biasanya.
"Alcard," kata Oldman tanpa basa-basi, "kita harus bicara tentang Avros Govenren."
Alcard menatapnya dengan penuh perhatian. Ia sudah bisa menebak bahwa apa pun yang ditemukan Oldman pasti semakin memperumit situasi.
"Aku telah menyelidiki lebih jauh tentang dia dan keluarganya," lanjut Oldman. "Dan yang kutemukan hanya semakin memperkuat kecurigaan kita."
Ia menggeser beberapa gulungan kertas ke depan, menunjukkan catatan-catatan lama yang sudah ia tandai. "Avros tidak mungkin mencapai posisinya dengan cara alami. Dua saudaranya jauh lebih layak untuk mengambil alih kekuasaan. Tapi mereka menyerahkan segalanya tanpa perlawanan, seolah-olah itu adalah sesuatu yang telah direncanakan sejak awal."
Alcard menyilangkan tangan di dadanya, ekspresinya penuh pemikiran. "Mereka tidak pernah mencoba merebut kembali kekuasaan?" tanyanya.
Oldman menggeleng. "Tidak ada indikasi adanya konflik internal. Tidak ada pemberontakan. Tidak ada gesekan sama sekali. Itu bukan sesuatu yang biasa dalam keluarga bangsawan."
Ia menunjuk ke peta di dinding, jarinya mengarah ke benteng Govenren. "Jika The Veil ada di balik semua ini, maka mereka tidak hanya berusaha menguasai fragment. Mereka membangun jaringan pengaruh di seluruh Middle Earth, dan Govenren adalah salah satu titik kunci dalam rencana mereka."
Alcard mengangguk perlahan, memahami betapa seriusnya situasi ini. "Jadi, kau ingin aku kembali ke Govenren?" tanyanya dengan nada datar.
Oldman mengangguk, sorot matanya penuh kewaspadaan. "Tepat. Tapi kali ini, tugasmu bukan hanya mencari fragment. Kita harus memastikan seberapa dalam pengaruh The Veil di sekitar Avros. Kita tidak bisa hanya mengandalkan insting. Kita butuh fakta, bukti, dan pemahaman yang lebih dalam."
Hening sejenak memenuhi ruangan. Alcard menatap peta, membayangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi.
"Avros mungkin hanyalah satu bidak dalam permainan ini," kata Oldman lebih pelan, "tapi kita harus mulai dari suatu tempat. Govenren adalah titik awal terbaik yang kita miliki. Jika kita bisa mengungkap apa yang mereka rencanakan, kita mungkin bisa menggagalkan mereka sebelum semuanya terlambat."
Alcard menarik napas panjang, tahu bahwa misi ini akan jauh lebih berbahaya dibanding sebelumnya. "Baik," akhirnya ia berkata. "Aku akan bersiap dan kembali ke Govenren. Tapi kau tahu bahwa ini bukan sekadar pencarian fragment. Ini adalah perang bayangan, dan aku harus tahu siapa musuh sebenarnya."
Oldman menatapnya dengan penuh keyakinan. "Aku tahu, Alcard. Dan aku percaya kau akan menemukan jawabannya."
****
Dalam suasana yang tegang dan dipenuhi keseriusan, Oldman menatap Alcard lekat-lekat, ekspresinya menunjukkan betapa beratnya tugas yang akan ia berikan. Ia tidak langsung berbicara, membiarkan keheningan memenuhi ruangan sejenak, memberi waktu bagi Alcard untuk merasakan betapa pentingnya misi ini sebelum kata-kata itu keluar dari mulutnya.
"Misi ini berbeda dari yang pernah kau jalankan sebelumnya, Alcard," ucapnya akhirnya, suaranya rendah dan sarat dengan tekanan. "Kali ini, kau memiliki dua tujuan utama yang tidak bisa gagal. Pertama, fragment itu tidak boleh jatuh ke tangan The Veil, apa pun yang terjadi. Kedua," ia berhenti sesaat, menatap Alcard dalam-dalam sebelum melanjutkan, "jika situasi benar-benar tidak bisa dikendalikan, kau memiliki wewenang penuh untuk membunuh Avros Govenren."
Kata-kata itu seakan menggema dalam ruangan. Alcard tetap diam, namun matanya menyipit, menelaah perintah itu dengan penuh pemikiran. Meski bukan seseorang yang mudah terkejut, ia memahami implikasi besar dari keputusan ini. "Mengamankan fragment saja sudah cukup sulit," katanya akhirnya, suaranya tetap tenang namun tajam. "Membunuh Avros? Itu bukan hanya pukulan bagi mereka, tapi juga bisa mengguncang stabilitas Middle Earth. Kau yakin siap menghadapi akibatnya?"
Oldman mengangguk dengan mantap, ekspresinya tak berubah sedikit pun. "Aku paham risikonya," jawabnya, nadanya sekeras batu. "Namun fragment itu lebih berbahaya dari yang kau bayangkan. Jika The Veil berhasil mendapatkannya, kita tidak lagi berbicara tentang intrik politik atau perang biasa. Ini bisa menghancurkan keseimbangan dunia."
Alcard menarik napas panjang, menyerap kata-kata Oldman. Ia tahu bahwa menolak misi ini bukanlah pilihan. Ia hanya perlu memastikan langkah yang paling masuk akal untuk menyelesaikannya. "Aku mengerti," katanya dengan nada yang tidak menunjukkan keraguan. "Tapi kita memerlukan rencana cadangan. Jika fragment itu tidak bisa diamankan sebelum pengiriman dimulai, maka satu-satunya pilihan kita adalah menghentikan rombongan itu di tengah jalan."
Mata Oldman sedikit menyipit, tanda bahwa ia sudah memikirkan kemungkinan itu. "Benar," katanya sambil berjalan menuju meja besar di tengah ruangan. Ia menarik peta besar Middle Earth yang penuh dengan catatan kecil dan tanda-tanda penting. Dengan jari telunjuknya, ia menunjuk ke sebuah area yang dipenuhi pohon-pohon tua dan jalur setapak yang sulit dilalui. "Hutan besar ini adalah titik terbaik untuk penyergapan. Ini adalah jalur utama antara benteng Govenren dan benteng Tanivar. Jika fragment benar-benar dibawa ke sana, ini adalah tempat terbaik untuk mencegat mereka."
Ia melanjutkan, suaranya tegas dan penuh perhitungan. "Aku akan mengerahkan beberapa regu Outcast untuk berjaga di titik-titik strategis di hutan ini." Tangannya bergerak di atas peta, menunjuk beberapa jalur alternatif yang bisa digunakan untuk menyerang atau mundur. "Namun, kau harus menyusup lebih dulu ke Govenren. Pastikan fragment itu benar-benar ada di sana. Jika kau berhasil mencurinya sebelum pengiriman dilakukan, beri tahu mereka. Regu di hutan akan mundur bersamamu tanpa menimbulkan keributan."
Oldman berhenti sejenak, menatap Alcard dengan sorot mata tajam yang penuh dengan makna. "Tapi jika kau gagal," lanjutnya dengan nada lebih berat, "kau harus membuat keputusan di tempat. Kau bisa menyusup ke dalam rombongan pengawalan untuk tetap memantau fragment, atau bergabung dengan regu penyergapan untuk merebutnya di tengah jalan."
Alcard menatap peta dengan penuh konsentrasi, mempelajari setiap rute dan titik penyergapan yang telah ditandai. Ia memahami sepenuhnya betapa sulitnya tugas ini. Satu langkah salah, dan segalanya bisa jatuh ke dalam kekacauan.
"Pilihan mana pun akan membawa risiko besar," katanya akhirnya, suaranya tetap stabil meskipun pikirannya dipenuhi oleh berbagai skenario. "Tapi aku akan memastikan fragment itu tidak jatuh ke tangan yang salah."
Oldman menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada Alcard. Ada kebanggaan dalam tatapannya, tetapi juga rasa berat akan beban yang ia berikan pada pria itu. "Hati-hati, Alcard," katanya, suaranya lebih lembut kali ini. "Fragment ini bukan sekadar benda kuno. Jika rumor tentang kekuatannya benar, ia bisa menjadi senjata yang mampu mengubah tatanan dunia. The Veil tahu ini, dan mereka tidak akan berhenti sebelum mereka mendapatkannya."
Alcard berdiri dari kursinya, menegakkan tubuhnya dengan sikap seorang pejuang yang telah menerima takdirnya. "Aku paham sepenuhnya apa yang sedang kita hadapi," jawabnya, nadanya penuh kepastian. "The Veil adalah ancaman terbesar yang pernah kita temui, dan aku tidak akan membiarkan mereka menang."
Saat ia berbalik untuk meninggalkan ruangan, Oldman menatap punggungnya dengan pandangan yang dalam, penuh rasa percaya sekaligus kekhawatiran. Ia tahu bahwa Alcard adalah orang terbaik yang bisa ia kirim untuk tugas ini, tetapi ia juga sadar bahwa perjalanan ini akan menguji Alcard lebih dari apa pun yang pernah ia hadapi sebelumnya. Ini bukan hanya misi untuk mengamankan fragment—ini adalah perang dalam bayangan, pertempuran yang akan menentukan masa depan Middle Earth.
Di luar ruangan, Alcard melangkah dengan mantap meskipun pikirannya dipenuhi dengan berbagai skenario yang mungkin terjadi. Angin dingin The Wall menerpa wajahnya, seolah mengingatkan bahwa ia akan memasuki permainan yang lebih besar dari sebelumnya. Namun, ia tidak gentar. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menyelesaikan ini, bagaimanapun caranya.
Tanpa menoleh ke belakang, ia melangkah ke dalam kegelapan malam, membawa tekad yang semakin kuat dalam hatinya. Middle Earth sedang berada di ambang kekacauan, dan ia bersumpah tidak akan membiarkan kegelapan menelan dunia ini.
****
Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, Alcard akhirnya tiba kembali di Benteng Govenren. Namun, pemandangan yang menyambutnya kali ini jauh berbeda dari yang ia bayangkan. Benteng yang sebelumnya dipenuhi dengan kesibukan militer kini berubah menjadi pusat kemeriahan. Jalan-jalan utama dipenuhi oleh penduduk yang bercakap-cakap dengan riang, sementara anak-anak berlarian di antara kerumunan, menikmati suasana yang tampak seperti perayaan besar. Di sepanjang alun-alun utama, pedagang membuka kios-kios mereka, menawarkan berbagai barang mulai dari kain sutra hingga rempah-rempah eksotis. Aroma daging panggang bercampur dengan wangi bunga segar memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang jauh dari kesan tempat yang sedang berada dalam bayang-bayang perang.
Alcard memperlambat langkah kudanya, matanya menyapu seluruh pemandangan dengan penuh kewaspadaan. "Festival sepanjang minggu? Untuk apa mereka merayakan sesuatu di tengah situasi yang penuh kekacauan ini?" gumamnya pelan, berbicara kepada dirinya sendiri. Ia tahu betul bahwa sesuatu yang terlihat terlalu sempurna sering kali menyembunyikan sesuatu yang lebih gelap di baliknya. Tanpa membuang waktu, ia menuntun kudanya menuju area yang lebih sepi, mencari tempat di mana ia bisa mengamati lebih dekat tanpa menarik perhatian.
Di sudut alun-alun, ia menemukan sebuah pub kecil yang tampak cukup ramai, tetapi tidak terlalu mencolok. Tempat itu terlihat seperti tempat yang tepat untuk mengumpulkan informasi tanpa menimbulkan kecurigaan. Begitu masuk, ia segera disambut oleh suasana khas rumah minum—suara riuh rendah pengunjung yang tertawa dan bercakap-cakap, dentingan gelas yang beradu, serta aroma minuman keras yang bercampur dengan asap tembakau. Ia memilih meja di sudut ruangan, menjauh dari pusat keramaian, namun tetap cukup dekat untuk mendengar percakapan yang berlangsung di sekitarnya.
Saat beberapa pasang mata mulai memperhatikannya, ia tetap tenang, menyadari bahwa keberadaan seseorang dengan penampilan asing sepertinya cukup menarik perhatian. Namun, tatapan-tatapan itu segera beralih ketika ia memanggil bartender—seorang pria tua bertubuh besar dengan wajah yang menampakkan kelelahan akibat bertahun-tahun melayani tamu dari berbagai kalangan. Bartender itu mendekat dengan langkah malas, mengusap meja dengan kain yang tampaknya sudah lama tidak dicuci.
"Apa yang kau pesan, kawan?" tanyanya tanpa banyak basa-basi.
Alcard mengeluarkan beberapa koin emas dan meletakkannya di atas meja dengan gerakan pelan, membiarkan suara gemerincingnya menarik perhatian pria itu. "Aku tidak butuh minuman," katanya dengan nada rendah, tetapi tegas. "Aku juga mencari informasi."
Bartender menatap koin itu sebentar sebelum mengambilnya dengan gerakan cepat, lalu menyelipkannya ke dalam kantongnya. Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya, menunjukkan bahwa ia tidak asing dengan percakapan semacam ini. "Aku selalu menghargai orang yang tidak suka berbasa-basi," katanya sambil menuangkan segelas anggur ke dalam cawan kayu dan menyodorkannya kepada Alcard. "Kau pasti ingin tahu tentang festival ini, bukan?"
Alcard mengambil cawan itu, menyesap sedikit sebelum mengangguk. "Kenapa benteng ini begitu ramai? Apa yang sedang mereka rayakan?" tanyanya, menjaga suaranya tetap netral.
Bartender mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya lebih pelan tetapi cukup jelas bagi Alcard. "Versi resminya? Mereka bilang ini adalah perayaan panen besar. Ladang-ladang di sekitar benteng menghasilkan lebih banyak dari yang mereka harapkan, dan Lord Avros ingin berbagi kebahagiaan ini dengan rakyatnya."
Alcard menatap pria itu dengan penuh perhatian, tidak puas dengan jawaban permukaan itu. "Dan cerita yang tidak resmi?" desaknya.
Bartender menyeringai, seakan menunggu pertanyaan itu. "Nah, itu bagian yang lebih menarik," katanya, nadanya terdengar lebih licik. "Banyak yang percaya bahwa ini bukan sekadar festival panen. Mereka bilang Lord Avros baru saja mendapat tempat di lingkaran kekuasaan yang lebih besar, sesuatu yang jauh melampaui batas Middle Earth."
Kata-kata itu langsung membuat pikiran Alcard berputar cepat. Lingkaran kekuasaan besar? Ia teringat desas-desus tentang Council of Shadow, nama yang sempat muncul dalam percakapan-percakapan rahasia antara para bangsawan. Ingatannya kembali ke pertemuan Tanivar dan bagaimana nama organisasi itu disebut dalam diskusi yang berkaitan dengan The Veil. Jika Avros memang benar-benar terhubung dengan mereka, maka situasi ini jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.
"Organisasi macam apa yang kau bicarakan?" Alcard mencoba menggali lebih dalam, meskipun ia tahu bahwa jawaban yang akan ia dapatkan mungkin tidak akan sepenuhnya jujur.
Bartender mengangkat bahu, meskipun senyum tipisnya tetap bertahan. "Orang-orang menyebutnya banyak nama," katanya dengan nada misterius. "Beberapa bilang itu adalah kekuatan lama yang bangkit kembali, sementara yang lain percaya bahwa mereka sudah ada sejak lama, hanya saja mereka tidak pernah menunjukkan diri secara terang-terangan."
Alcard tetap diam, namun di dalam dirinya, ia sudah menemukan kepingan lain dari teka-teki ini. The Veil bukan sekadar mitos, dan organisasi bayangan ini mungkin lebih dalam terlibat daripada yang ia duga sebelumnya. Jika Avros benar-benar menjadi bagian dari mereka, maka Middle Earth berada di ambang ancaman yang lebih besar dari sekadar perang saudara atau pertarungan antar bangsawan.
Ia meneguk sisa anggurnya dalam satu kali tegukan, lalu meletakkan cawan kayu itu kembali di meja. "Terima kasih atas informasinya," katanya singkat, sebelum meninggalkan beberapa koin tambahan dan bangkit dari kursinya.
Saat ia keluar dari pub, angin malam yang sejuk menyambutnya, membawa aroma makanan dan suara tawa yang masih menggema di sekitar alun-alun. Lentera berwarna-warni terus bergoyang lembut tertiup angin, menerangi wajah-wajah bahagia yang tidak menyadari ancaman yang mungkin sedang bersembunyi di bawah permukaan kemeriahan ini.
Alcard mengepalkan tangannya, menahan dorongan emosi yang perlahan menguasai dirinya. Apa pun yang sedang direncanakan oleh Lord Avros dan lingkaran kekuasaan rahasia itu, ia harus menemukannya sebelum semuanya terlambat. Ini bukan lagi hanya tentang fragment—ini adalah tentang kegelapan yang diam-diam bergerak di balik layar, sebuah ancaman yang bisa menghancurkan keseimbangan Middle Earth.
Dengan langkah mantap dan penuh tekad, ia meninggalkan alun-alun yang penuh cahaya itu, menyiapkan dirinya untuk langkah selanjutnya dalam penyelidikannya di Benteng Govenren yang penuh dengan rahasia.
****
Malam telah menyelimuti benteng Govenren dengan kegelapan pekat yang hanya diterangi oleh obor-obor yang berjajar di sepanjang dinding batu kokohnya. Angin dingin berembus pelan, membuat nyala api obor bergetar samar, menciptakan bayangan yang menari-nari di permukaan tanah berbatu. Jalanan yang siang tadi dipenuhi dengan hiruk-pikuk perayaan kini menjadi sunyi, hanya menyisakan langkah berat para penjaga yang terus berpatroli, sesekali berhenti untuk berbincang sebentar sebelum kembali melanjutkan tugas mereka.
Alcard, mengenakan tudungnya yang menutupi sebagian besar wajahnya, bergerak dengan hati-hati di antara bayang-bayang yang memanjang. Ia memanfaatkan setiap sudut gelap dan celah di antara bangunan untuk tetap tak terlihat. Setiap langkahnya diperhitungkan dengan cermat, menghindari tanah yang mungkin berbunyi atau batu yang bisa membuatnya kehilangan keseimbangan.
Pikirannya berputar, menyusun berbagai kemungkinan yang bisa terjadi dalam misinya kali ini. Ia bergumam pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri, "Jika aku gagal menemukan fragment di sini, maka yang tersisa hanyalah mencegatnya di tengah perjalanan. Tapi jika fragment itu benar-benar ada di dalam benteng ini dan jatuh ke tangan The Veil..." Ia mengepalkan tangannya erat di balik jubahnya, menahan ketegangan yang mulai merayap dalam benaknya.
Mata Alcard menyipit, membayangkan bagaimana kekuasaan Tanivar akan meningkat drastis jika ia mendapatkan fragment. Dan lebih buruk lagi, jika fragment jatuh langsung ke tangan The Veil, maka ini bukan lagi sekadar permainan politik antarbangsawan—ini adalah ancaman nyata yang bisa mengguncang keseimbangan Middle Earth. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Ia berhenti sejenak di balik sebuah tembok batu yang dingin, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. "Aku tidak boleh gagal," bisiknya, meyakinkan dirinya sendiri. "Apapun yang terjadi, fragment itu harus ditemukan sebelum jatuh ke tangan yang salah."
Dengan hati-hati, ia menyusuri lorong-lorong sempit benteng yang diterangi cahaya redup. Matanya tajam mencari tanda-tanda yang bisa mengarahkannya ke lokasi penyimpanan fragment. Avros pasti menyembunyikannya di tempat yang sulit dijangkau, mungkin di ruang bawah tanah yang terkunci rapat, atau... di suatu tempat yang sama sekali tidak mencolok.
Setelah beberapa saat mengamati, langkahnya terhenti di sudut halaman belakang kastil, tempat yang lebih gelap dibandingkan area lain di dalam benteng. Di kejauhan, hampir tersembunyi oleh bayangan bangunan utama, berdiri sebuah menara kecil yang tampak sepi dan terisolasi.
Matanya menyipit saat mengamati menara itu lebih seksama. Tidak ada banyak aktivitas di sekitarnya, tidak ada penjaga yang terlihat berpatroli seperti di area lain. Namun, ada satu hal yang menarik perhatiannya—cahaya redup yang menyala dari jendela kecil di puncak menara.
"Menara itu..." gumamnya pelan, memiringkan kepalanya sedikit saat berpikir. "Terlalu jauh dari pusat benteng, terlalu tersembunyi, dan sepertinya dihindari oleh banyak orang."
Ia menimbang kemungkinan itu dalam benaknya. Jika Avros benar-benar memiliki fragment, ia tidak akan menyimpannya di tempat yang mudah ditemukan. Dan menara yang terisolasi seperti itu akan menjadi lokasi sempurna untuk menyembunyikan sesuatu yang sangat berharga.
Namun, sebelum ia bergerak, pikirannya dipenuhi oleh bayangan terburuk—bagaimana jika ia terlambat? Bagaimana jika fragment sudah dipindahkan? Bagaimana jika The Veil sudah lebih dulu mengendalikan situasi?
Ia mengembuskan napas panjang, berusaha menghilangkan keraguan yang membebani pikirannya. Dalam benaknya, wajah-wajah mereka yang telah mempercayainya muncul—para Outcast yang berjuang bersamanya di The Wall, Oldman yang memberinya tugas ini, dan semua orang yang hidupnya bisa berubah jika fragment jatuh ke tangan yang salah.
"Aku tidak punya pilihan," bisiknya, suaranya nyaris tidak terdengar. "Aku harus menyelesaikan ini, apapun risikonya."
Dengan tekad yang semakin kuat, Alcard mulai bergerak menuju menara itu. Ia menyelinap melalui bayang-bayang, memastikan langkahnya tetap hening. Setiap gerakan dilakukan dengan presisi, setiap detik ia perhitungkan.
Dalam kegelapan malam, cahaya redup dari jendela menara menjadi satu-satunya titik terang yang menuntunnya. Entah rahasia apa yang tersembunyi di dalamnya, ia tahu bahwa ia harus mencari tahu—karena malam ini bisa menjadi malam di mana keseimbangan Middle Earth ditentukan.
Dengan langkah yang mantap, ia terus mendekati menara yang mungkin menyimpan kunci dari semua misteri ini.
****