"Pasien selanjut nya," kata seorang Pria berbaju Dokter yang tengah duduk menulis resep di meja nya. Lalu datang seseorang membuka pintu yang rupanya adalah Pen.
Dokter tersebut memakai kaca mata persegi membuat nya nampak sangat dewasa. "Kau.... Pen...." dia melihat identitas pasien Pen dan melihat nama Pen di sana. Karena Pen tidak menjawab, dia jadi harus memastikan nya sendiri hingga meminta Pen duduk.
"Duduk lah,"
Lalu Pen duduk di hadapan nya dengan tatapan yang sangat kosong. Tak hanya tatapan yang kosong, tapi kulitnya putih pucat, bibirnya berwarna pink pudar dan rambut yang hampir berantakan. Bagaimana dia bisa datang di sana bahkan dengan pakaian seragamnya.
"Jadi.... Apa masalah mu?" tatap Dokter itu.
Tapi Pen hanya diam dari tadi seperti melamun, hal itu membuat Dokter tersebut kebingungan. Ketika dia menunggu sangat lama dan memutuskan untuk bertanya lagi, rupanya dia bisa melihat Pen membuka bibirnya untuk bicara. Kemudian Pen benar-benar mengatakan sesuatu.
"Aku.... Tidak tahu, rasanya sangat sakit di sini," dia memegang dada nya.
"Jantung?"
"Entahlah.... Kadang di dada dan di jantung. Rasanya seperti menekan terlalu dalam," balas Pen.
Dokter tersebut berhenti berpikir sejenak. "(Gadis ini.... Apa yang sedang dia pikirkan, mulut nya memang berbicara tapi kenapa mata milik nya sama sekali tak bisa fokus menatap ku... Apa dia takut?)"
"Aku selalu mengingat hal yang tidak wajar, mereka semua suka memandang ku dengan sebelah mata," Pen menambah.
"(Sepertinya ini soal kondisi psikologisnya, kenapa malah ke dokter umum? Kalau begitu..... Apa kau punya orang tua?)" tanya Dokter.
"Aku hanya punya ibu."
"Di mana ayah mu?"
"Dia pergi 7 tahun yang lalu," kata Pen. Dari sana Dokter tersebut terdiam sejenak dan meletakan pensilnya mulai memandang serius padanya. "Karena apa?" tanyanya sekali lagi.
Tapi Pen hanya diam mengingat sesuatu, yang bisa ia ingat adalah saat ia bisa melihat bayangan masa lalu dimana orang tuanya bertengkar hebat, kemudian Ayahnya memilih untuk pergi dari sana, setelah dia pergi, Ibunya mencaci maki dirinya dengan kata tidak jelas karena itu hanya sekedar ingatan yang lewat sebentar, ingatan yang banyak itu malah membuat Pen menjawab, "perceraian, yang, tidak nyata…"
Kalimat itu membuat Dokter tersebut terdiam bingung, tapi ia sudah mengangguk mengerti.
"(Kebanyakan, anak-anak yang mengalami hal ini, pasti akan mengalami sesuatu yang sudah mudah di tebak meskipun mereka tak mau bercerita sekalipun,)"
"Jadi Dokter, apa ini seragangan jantung?" dengan polos Pen bertanya membuat Dokter itu terdiam sejenak kemudian melepas kacamatanya sambil memasang wajah kecewa, karena dia bisa melihat apa yang di alami gadis seumuran Pen sekarang ini.
"Kau terkena depresi,"
Perkataan Dokter itu hanya membuat Pen diam menundukan wajahnya. "Apa ini karena aku payah dalam segala hal?" dia kembali bertanya.
Dokter itu terdiam sejenak kemudian mengatakan sesuatu. "Memang nya apa yang terjadi padamu, ceritakan saja padaku, ini baik-baik saja,"
Mendengar itu membuat Pen kembali menundukan pandangan dan kemudian menggeleng cepat tak mau bercerita membuat Dokter itu hanya bisa menghela napas panjang. "Apa kau bisa melakukan saranku? Jangan memikirkan masa lalu dan apapun itu yang membuatmu terpuruk?" dia mulai menyarankan.
Tapi Pen malah menjawab, "sepertinya tidak bisa, setiap kali aku mendapatkan permintaan dan cacian maki, itu membuatku ingat soal apa yang membuat ku sakit, aku selalu sesak napas," ia akhirnya bercerita sedikit.
Lalu Dokter itu kembali menghela napas panjang dengan pasrah sambil memberikanya 2 kotak kecil obat.
"Karena kau tak bisa melakukan itu, mungkin cara cepat saja, ini adalah obat antidepresan dan antipsikotik, aku langsung memberikanya padamu karena kau sudah depresi tinggi, dilihat dari penampilan mu dan kondisi fisik mu pasti ini sudah lama terjadi, sesuatu seperti selalu menekanmu. Konsumsi ini jangan berlebihan hanya satu pil saat kau merasa depresi itu saja. Oh ya, umur berapa kau?" tanya Dokter.
". . . Lima belas," Pen menjawab. Seketika Dokter terkejut dan mengambil kembali obat yang dimeja, hal itu membuat Pen terdiam belum mengambilnya.
"Umurmu masih dibawah dewasa bahkan di bawah remaja,"
"Tapi, aku ingin obat itu, aku tak mau mengalami hal menakutkan itu lagi," Pen memohon.
"Maaf Pen, kau tidak bisa, kenapa aku bodoh sekali langsung menunjukan nya padamu, jika kau mengalami depresi, kau hanya perlu ke psikolog, mereka akan membantu dan aku mungkin hanya bisa memberikanmu orang yang dapat membantumu," Dokter mengambil ponselnya akan menghubungi seseorang. Namun tiba-tiba Pen mendobrak meja.
BRAK!!
"Aku tak butuh itu... Aku tidak gila!" dia menatap tajam lalu berjalan keluar.
Dokter tersebut menjadi terdiam. "(Apakah dia tadi akan mengamuk, apa depresinya sudah memuncak? Itu akan bahaya untuk nya… tunggu, kenapa.... Aku penasaran dengan gadis itu.... Dia seperti sudah tertekan sekali, aku ingin mempelajari nya bagaimana dia nanti menghadapi ini semua... Semoga saja dia kembali lagi,)" pikirnya, tapi ponselnya yang tadi sudah memencet menghubungi seseorang menjadi di terima orang itu.
"Hei, kenapa?" suaranya bertanya, lalu Dokter itu meletakan ponselnya di telinganya.
"Dokter Dev, aku ingin bertanya, aku tadi mendapatkan gadis dengan depresi yang terlihat tinggi? Apa itu punya penyebab lain?"
"Ah itu, biasanya lingkungan dan perkataan orang lain, juga aura sensitif yang menghancurkan mentalnya, bisa jadi seseorang memancing nya dan keinginan nya tak pernah terpenuhi,"
***
Malamnya, ia akan berjalan akan tidur tapi sebelum nya ia membuka lemari dan menemukan sebuah mawar merah yang sudah layu, sangat layu dan memunculkan bau yang sangat menyengat.
"(Mawar ini sudah luntur.... Aku membiarkan nya di sana selama 7 tahun terakhir sebelum Ayah benar-benar pergi meninggalkan kami.... Hanya dia yang bisa membantuku saat ini, untuk menjelaskan apakah ini semua nyata, karena aku masih belum bisa menerima hal ini,)" dia menatap ke sisi lain lalu berjalan membuang mawar itu ke tempat sampah kecil di dalam kamar nya.
"(Warna merah di mawar bisa meluntur, aku penasaran apa darah seseorang juga bisa luntur dan kusut jika darah nya keluar terus menerus,)" dia mulai berpikir yang aneh aneh.
Lalu menggeleng cepat untuk menyadarkan dirinya. Dia juga ingat saat-saat pelajaran matematika tadi.
"(Aku bahkan tak bisa melupakan itu tadi... Apa yang harus kulakukan,)" dia terdiam berdiri di bawah gelap nya ruangan tanpa lampu yang menyala. Ia lalu menoleh ke bulpen yang ada di meja belajar hanya tersinari oleh cahaya bulan saja. Ia lalu mendekat dan mengambil nya.
Dari sana sudah terlihat di pucuk benda itu terlihat sangat tajam dan mengkilap. Tapi ia mendengar sesuatu, ia mendengar suara cicak yang berbunyi di dinding samping nya, dia keluar dari balik lemari.
Mendadak, mata Pen memancarkan warna merah dan tanpa sadar langsung mengayunkan ujung pena itu dan siapa sangka, itu mengenai cicak dewasa di bagian kepala cicak itu membuat nya langsung jatuh dan darah kecilnya juga tercecer dimana mana, rupanya mengenai lehernya, Pen tidak merasa bersalah, dia bahkan tidak merasa jijik ketika melihat cicak itu kesakitan dan akan melarikan diri dari sana meninggalkan jejak darah di lehernya.
"Kenapa masih hidup? Apakah itu kurang sakit?"