Chapter 7 Angan-Angan

Pen menghela napas. "(Ha—, benar juga, dia akan datang hari ini... Putra dari seorang polisi pemecah masalah, aku akan ditangkap hari ini pastinya,)" Pen berjalan keluar dan pergi ke pusat perbelanjaan.

Ia bahkan bingung memilih baju ketika sudah sampai di sana. "Berapa ukuran nya Lucas...?" ia bingung.

"(Ini sudah sangat lama dan aku tidak bertemu dengan nya, tunggu, untuk apa aku bertemu dengan nya, siapa yang mau mengobrol dengan lelaki sepertinya,)" ia tampak terdiam dengan wajah yang suram.

Disisi lain tak disangka ada Ezra, Dokter yang di kunjungi Pen baru baru ini. Dia ada di bagian lain dalam memilih baju.

Ia lalu tak sengaja melihat Pen dari tingginya antara baju baju yang di pajang se-dadanya itu.

"Bukankah itu mirip Pen?" dia menjadi mengamati tapi ada seorang wanita yang datang.

"Hai ganteng...." dia menatap membuat Ezra menoleh pada nya.

"Tinggi sekali. Berapa tinggi mu?" wanita itu menatap dengan rayuan nya.

"Aku 193," balas Ezra dengan mencoba ramah.

"Waw sangat tinggi dan berapa umur mu?" tatap wanita itu kembali.

"30," Ezra kembali membalas. Tapi wanita itu menjadi mengkerut kan wajah. "Apa, 30 tahun? Kau pasti sudah menikah haiz.... Dasar orang zaman sekarang, umur tua tapi wajah masih bagus di pake buat pamer ke perempuan. Tidak sudi aku," kata dia yang langsung berjalan pergi sementara Ezra menjadi terdiam mendengar itu tadi. Apakah umur adalah hal yang masalah untuk tetap menjadi single?

"(Memang nya kenapa jika umur ku 30 tahun.... Paling tidak wajah ku seperti 25 tahun... Tapi terserah, aku sama sekali tak tertarik padanya... Aku lebih tertarik pada gadis kosong itu,)" Ezra kembali menoleh ke tempat Pen, tapi Pen tidak ada.

"Loh.... Kemana dia?!" dia menjadi terkejut panik melihat sekitar. Tapi untung nya dia kembali melihat Pen yang rupanya ada di jarak agak jauh tapi masih di sekitaran sana dan ia bisa menghela napas lega karena tak jadi kehilangan Pen, tentunya dia punya alasan lain.

"Pen..." dia memulai pertemuan dengan memanggil membuat Pen menoleh perlahan, Ezra juga baru sadar bahwa baju yang di pakai Pen benar-benar simple sekali, dia hanya memakai celana hitam panjang dan juga jaket biru gelap dengan rambut terurai.

"Ah, rupanya benar kau," tambah Dokter Ezra, sepertinya dia mencoba untuk basa basi. "Kenapa kau ada di tempat seperti ini?" dia terus perlahan mendekat.

Pen tadi menoleh dan sedikit terkejut melihatnya dengan cara mata terbuka sedikit lebar. "Aku hanya membeli beberapa baju, apa yang kau lakukan disini Dokter?"

"Sebaiknya kau jangan panggil aku begitu jika tidak ada di rumah sakit, aku hanya menikmati liburku saja disini, lalu untuk apa kau membeli baju lelaki?... Aneh sekali gadis sepertinya membeli pakaian lelaki yang sebesar ku," Ezra menatap.

Lalu Pen tersadar sesuatu. "(Tubuh Dokter seperti tubuh Lucas hanya saja tubuh Lucas pasti lebih di bawahnya... Dokter, berapa ukuran bajumu?)"

"Hm... Mungkin yang besar karena tubuh ku juga tinggi dan besar."

"(Lucas tidak lebih tinggi dari Dokter tapi itu tak akan berpengaruh, karena aku hanya asal berpikir bahwa lucas bertubuh sama dengan dokter, mungki ini tidak akan masalah,)" Pen melihat lihat baju dan menemukan satu baju lalu mencocokan nya di tubuh Ezra.

Tapi ia tak sampai untuk menempelkan nya di pundak Ezra karena Ezra memang tinggi untuk nya.

"Haiz... Sini biarkan aku saja, jika kau ingin membelikan baju untuk ku, beli saja, aku akan menerimanya," Ezra mengambil baju itu. Dia mengira Pen akan membelikan baju untuknya.

"Aku membelinya untuk Lucas, kau bisa beli sendiri itu," kata Pen sambil meninggalkannya pergi.

"(Apah... Siapa itu Lucas... Apa pacarnya?!!?)" Ezra masih tertinggal bingung, tapi Pen juga telah pergi membuat Ezra kecewa. "Kapan lagi…."

Malamnya seorang lelaki datang di rumah dan mengetuk pintu. Ibu Pen yang membukanya. "Ah... Lucas, kau sudah besar saja ya. Kamu tambah tampan juga, pasti banyak yang mengidamkan mu."

"Ya, terima kasih bibi, aku juga tidak terlalu berlebihan hehe."

"Ish, jangan begitu, kamu memang tampan, kudengar kau sangat berprestasi di sekolah, banyak yang mengidamkan mu, eh, apakah kamu akan tinggal di sini, beneran?" Ibu Pen kembali bertanya.

"Mungkin, karena aku hanya akan beberapa hari disini jadi mohon bantuan nya, Ayahku sibuk keluar kota, banyak kejadian kasus akhir akhir ini jadi aku tidak bisa sendirian di rumah," Lucas membalas.

Sementara itu Pen berada di dalam kamarnya mengetik sesuatu di laptopnya. Lalu muncul ketukan pintu di pintu kamarnya. Pen menoleh ke 2 obatnya yang ada di meja, ia langsung menyembunyikan itu di rak mejanya, saat itu juga muncul Lucas. "Pen, kau kah itu, lama tak bertemu," dia mendekat dengan ceria. Tapi Pen hanya diam fokus pengerjaan nya.

"Oh, Pen, ayolah... Kau tidak suka aku disini ya, kau ingat dulu waktu kecil kita sering bermain bersama, haha mengingat hal itu seperti menjadikan ku orang bodoh layaknya anak kecil bukan, yang namanya anak kecil pasti sudah tak punya malu jika bermain dengan teman haha… Pen?"

"Keluarlah, aku memang tidak suka kau disini," kata Pen menoleh dengan serius dan kesal. Tak di sangka dia benar-benar langsung mengatakan itu untuk mengeluarkan perasaan kesalnya. Hal itu membuat Lucas terkejut dan terpukul.

"Lucas, apa kau mau makan dulu," Ibu Pen terlihat menyusul di dalam.

"Ah, ya, baik bibi," Lucas membalas, ketika ia akan berjalan pergi, ia berhenti sejenak dan menatap ke arah Pen yang masih fokus. "Pen, aku... makan duluan..." tatapnya tapi Pen tidak membalas hingga Lucas benar benar pergi dengan kecewa. Pen hanya masih fokus pada laptopnya, sebenarnya apa yang dia lakukan.

Rupanya dia mengetik kelanjutan dalam kisah yang ia buat. "(Lucas memiliki umur yang lebih tua dariku, dia sudah kuliah dan lanjut ke perguruan tinggi.... Ibu lebih suka melihat prestasi nya dari pada keterampilan putrinya sendiri. Jika ada dia, rasanya sangat aneh karena ibu akan bersikap baik pada ku maupun Lucas, hanya karena dia senang melihat anak orang lain. Tapi bagaimana dengan ku... Dia tak pernah baik padaku... Semenjak ayah meninggal kan rumah ini.... Kalian juga sering bertengkar, aku tak tahu lagi harus menganggap Lucas sebagai apa... Aku sudah bodoh amat di sini,)" pikir Pen yang masih sangat fokus pada mengetik nya.

"(Dia hanya baik padanya.... Dia hanya baik pada nya.... Selama ini aku apalah.... Dia hanya mengharapkan angan angan yang tinggi dan aku mengakui kalau aku gagal!)" ia terus mengetik hingga di kalimat terakhirnya, dia menekan satu tombol keyboard dengan keras karena saking kesalnya.

Esoknya Pen berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, tapi baru beberapa meter dari rumah, tak di sangka ada Lucas mengejarnya keluar dari rumah. "Pen..." dia mendekat berhenti berlari. Pen menoleh dan menatap datar.

". . .Huf, kau... Lupa ini," Lucas memberikan kotak makan bekal untuknya. Tapi Pen hanya melirik tajam, layaknya dia tengah berpikir dengan wajah yang sangat kesal apalagi ada yang aneh yakni sebuah bekal, memang nya dia kenal dengan apa itu bekal?

". . . Aku tak pernah membawanya."

"Eh, kenapa, tapi bibi bilang kau lupa membawa ini. Jadi otomatis kau selalu membawanya," Lucas menatap. Lalu Pen menggigit bibirnya sendiri dengan kesal, berjalan pergi.

"Hah...?! Pen.... Ini."

"Kembalikan itu padanya!!" Pen berteriak. Hal itu membuat Lucas bingung.

"(Dia... Hanya bersikap seperti itu saat ada orang saja, memangnya dia pernah memasak kan sesuatu untuk ku,)" Pen berjalan dengan kesal sambil memikirkan Ibunya. Lalu ia mengambil ponselnya yang ada di sakunya. "Terkutuk sikap itu…"

Tapi saat ia melewati sebuah gang, ia mendengar suara dari gang itu dan berhenti berjalan, melihat apa yang terjadi di sana. Dia terkejut saat melihat Bu Saga melakukan nya (Dia sedang bercinta) pada Guru Lelaki lain di sana.

Mereka berdua menoleh saat Pen ada di sana dan mereka sama sama terkejut melihat nya.

"P... Pen!!" Bu Saga benar-benar terkejut tak percaya murid nya sendiri melihat nya bercinta dengan Guru Lelaki lain. Seharusnya dia yang berpikir dua kali soal tak percaya bahwa dirinya melakukan hal yang sangat menjijikan di sana.

"Tu-tunggu Pen... Ini bukan seperti yang kau pikirkan!!" Saga mencoba meyakinkan nya, sementara guru lelaki itu hanya diam membuang wajahnya.

"Aku tidak tahu apa-apa," kata Pen yang langsung menyela. Lalu ia berjalan pergi begitu saja dari sana.

"Hah..." Bu Saga terkejut mendengarnya. "(Bagaimana ini, jika dia bercerita pada semua orang, reputasiku sebagai guru akan menurun, aku harus melakukan sesuatu, tapi, bukankah Pen itu adalah murid yang terkuncilkan, untuk apa takut padanya, meskipun dia hanya menceritakan kejadian, tapikan semuanya tak akan percaya jika tidak langsung melihat,)"

Dikelas, Pen memainkan ponselnya di meja. Disisi lain ada 2 lelaki mengobrol sambil melirik padanya.

"Bukankah Pen sangat cantik jika dilihat dengan jelas."

"Ya, dia perempuan putih disini tapi sikapnya benar-benar aneh," kata mereka.

"Dia sangat kosong dan hampa.... Bahkan aku sering melihat nya masuk ke kamar mandi hanya untuk berkaca dan melamun."

"Wajar saja, aku dengar dia anak broken home. Orang tuanya cerai dan hanya tinggal bersama ibunya. Jika sikapnya begitu pasti sudah jelas bagaimana dengan sifat ibunya mendidik nya. Kupikir dia hanya butuh ketenangan saja," mereka terus membahas Pen.

Untungnya Pen tak mendengar itu. Rupanya masih ada lelaki yang menganggap nya sebagai perempuan dengan menganggap nya cantik di kelas, bagaimanapun juga dia memang sangat cantik, tapi terhalang oleh sikapnya yang begitu aneh. Perlu di ingat bahwa gadis itu terlalu aneh untuk kehidupan mereka, dan kehidupan gadis itu tidak terlalu baik jika harus berbaur dengan mereka menjadikan gadis seperti Pen tak bisa berbaur dengan baik karena takdir terus mencegahnya dengan alasan kehidupan yang sudah cukup menyakitinya, bisa di bilang dia terlalu bosan dengan kehidupan nya dan bahkan ketika tahu dia mengalami depresi, dia hanya tenang karena obat.