Di sisi lain, Ezra dalam perjalanan menggunakan mobilnya. "Hm... Mobil siapa itu?" Ia bingung karena tidak tahu ada mobil Bu Saga di depan rumah Pen.
"(Siapa itu? Apakah mobil itu milik orang lain? Sepertinya itu ibunya, kan?)" pikirnya, merasa ada sesuatu yang janggal. Ia mengenali kendaraan itu sebagai milik Bu Saga, tapi keberadaannya di depan rumah Pen membuatnya bingung.
Saat ia akan mengetuk pintu, ia mengurungkan niatnya karena pintunya terbuka sedikit dan sama sekali tidak dikunci. "... Apa yang terjadi?" Ezra bingung, Ia meraih gagang pintu dengan perlahan dan mendorongnya sedikit, menciptakan suara derit halus yang terasa begitu nyaring di tengah keheningan. Begitu pintu terbuka, hawa dingin yang aneh seolah menyambutnya. Ruangan di dalam gelap gulita, seperti ditelan bayangan. Udara di dalam terasa lebih berat, membawa sensasi tidak nyaman yang merayap di kulit Ezra.
"Permisi..." Ezra masuk secara pelan-pelan untuk memastikan ada orang. Namun, tiba-tiba ia mencium bau obat oxydol dan darah secara bersamaan. Sebagai dokter, tentu saja ia sangat mengenali bau oxydol. "Baunya... dari sini..." Ia melihat lantai yang terlihat baru saja dibersihkan.
Namun, ia terkejut kaku ketika melihat kondisi ruangan itu setelah pintu terbuka dan cahaya matahari menyinari kegelapan rumah Pen.
Banyak sekali darah di sana, dan di sofa, ada mayat Bu Saga dengan luka tusukan di wajahnya. Ia sudah tak bernapas, isi perutnya terburai dengan jantung yang turun ke bawah, tepat di kaki Ezra.
Ezra mundur perlahan saat melihat itu. Namun, ia tidak akan takut karena dulunya ia adalah dokter bedah.
"(Sudah kuduga... Ini serangan depresi itu... Bisa-bisanya Pen melakukan ini... Untungnya aku adalah dokter bedah, aku sudah terbiasa melihat yang beginian... Tapi ini... lebih kejam,)" pikir Ezra yang kembali berjalan mengikuti jejak darah di depan.
"(Kenapa dari tadi juga ada bau oxydol di sini? Oxydol hanya digunakan untuk membersihkan darah. Apa di sini dia berusaha membersihkan bekas darah? Bukankah ada mayat yang harus dibersihkan dulu di sini? Tapi... Dilihat dari mayat itu, pastinya baru saja dibunuh, dan sebelumnya oxydol digunakan di sini sebelum mayat itu dibunuh... Apa ada mayat lain yang lebih dulu dibunuh? Jangan-jangan, dia memang membunuh orang lain sebelumnya...)"
Ezra sudah curiga sejak tadi, tapi kecurigaannya tentu saja adalah sebuah kenyataan. Ia berhenti berjalan dan mulai berpikir aneh-aneh, lalu melanjutkan langkahnya hingga ke dapur. Dapur di sana juga dalam keadaan gelap, dan yang paling aneh adalah ada kotak oxydol bekas di tong sampah.
"Rupanya benar... Ini oxydol," Ia mendekat dan mengambil kotak itu. Namun, ia juga melihat kotak obat kecil lain di tong sampah. "... Seperti familiar." Ia mengambilnya dan membaca labelnya, rupanya itu adalah obat depresan Pen.
"Ini pil... Pil yang aku larang waktu itu?! Apa Pen meminumnya?!" Ezra terkejut dan panik sambil melihat sekitar.
"(Obat itu sudah kosong. Ada banyak pil di dalamnya. Jangan bilang dia selalu mengonsumsinya...)" Ezra berlari mengecek setiap kamar hingga menemukan bercak darah yang menuju ke sebuah ruangan, tepatnya kamar Pen di lantai atas. Darah itu tercecer di setiap tangga. Ezra pun langsung menaiki tangga.
Karena berlari panik tadi, ia jadi bernapas cepat, kelelahan. Sekarang ia berdiri di depan pintu kamar Pen, masih terengah-engah.
"(Huf... Aku harap ini tak seperti bayanganku,)" Ezra membuka kamar yang gelap itu.
"Uh... Terlalu gelap. Di mana saklarnya?" Ia meraba tembok mencari saklar, tapi di kakinya ia merasakan suatu cairan hangat. Lalu, setelah menyalakan lampu, ia tahu apa yang terjadi.
Betapa terkejutnya dia, Pen terbaring di depannya dengan punggung terluka bekas sayatan pisau yang sangat banyak. Darah Pen mengalir di kaki Ezra.
"P-PEN...!!" Ezra berteriak, mendekat, dan mengangkat kepala Pen yang tak sadarkan diri. Pipi kiri Pen juga tersayat sebanyak tiga kali. Ezra tampak terdiam dan menggendongnya di dada. "Bertahanlah! Aku akan mengobatimu. Bertahanlah, Pen!!"
Namun, tangan Pen tiba-tiba bergerak, membuat Ezra terdiam.
"... D... Dokter... Ma... Maafkan aku... Aku... menyedihkan," bibir Pen bergerak.
"Pen!! Tidak, Pen... Kau tidak menyedihkan... Bertahanlah! Aku mohon!! Aku akan membawamu!" Ezra hendak menggendong Pen.
Namun, Pen terkejut kesakitan ketika punggungnya tersentuh. "Ahhhkk."
"Hah? Apa?!" Ezra ikut terkejut, menarik kembali tangannya dan melihatnya berlumur darah Pen. "Sial, ini sudah banyak sekali darah yang keluar. Dia akan mati kehabisan darah."
"Maaf, Pen. Tahanlah sedikit saja," Ezra tetap mengangkatnya, lalu membawanya ke rumah sakit.
"(Apakah itu dibutuhkan? Setelah membunuh seseorang, apakah sikapnya menjadi sangat mengerikan? Bahkan, dia begitu ringan tangan untuk melukai dirinya sendiri. Aku tahu ini sudah terlalu berlebihan. Dia membunuh orang di malam itu dan malam sebelumnya, yang bahkan tidak akan kuketahui. Malam itu telah menjadi malam darah, dan rumah itu telah menjadi rumah darah.)"
--
Pen membuka mata, ia ada di ranjang sebuah rumah sakit dengan pakaian pasien nya. Ia terbangun duduk melihat sekitar. Lalu ada yang membuka tirainya dan rupanya itu Ezra. Sudah jelas Pen diletakan di ruangan milik Ezra yang sudah lengkap dengan ranjang dan tirai rumah sakit. "Oh, kau sudah bangun, bagaimana perasaanmu?" Ezra menatap.
Tapi Pen hanya diam menundukan wajahnya.
". . . Punggungmu, terluka sangat parah, banyak sayatan di setiap pinggirnya... Sebenarnya apa yang terjadi padamu?" tanya Ezra dengan pakaian putih dokternya. Tapi Pen masih saja diam.
"Sepertinya dia sudah terkena anhedonia. Aku akan kembali sebentar lagi, istirahatlah terlebih dahulu," kata Ezra yang berjalan keluar dan menutup tirai nya.
Pen menjadi terdiam mengalamun melihat tangan nya sendiri. "Aku... Akan ketahuan."
--
"Dokter Ezra, terima kasih atas kerja kerasnya, selamat kembali pulang," kata resepsionis rumah sakit.
Lalu Ezra kembali lagi ke ruangan nya dan membuka tirai dimana Pen tadi berada.
"Aku tidak bisa menghubungi orang tuamu dari tadi, aku akan mengantarmu pulan— Ezra menghentikan bicaranya dan melihat bahwa Pen tak ada disana. Ia menjadi terkejut dan panik. "(Kemana dia, jangan sampai dia pergi dengan luka yang masih basah... Lagipun, dia masih terkena overdosis... Sial...)" Ezra berlari pergi mencari Pen. Disertai hujan deras yang tiba-tiba saja datang dan ikut menghambatnya dalam mencari Pen.
Sementara itu Pen sudah sampai di rumahnya sendiri. Disana rupanya ada seorang tetangga yang mengetuk pintu. "(Kenapa tak ada Pen... Orang tua nya pun juga tak ada,)" ia menjadi akan berbalik akan pergi. Namun ia terkejut Pen sudah ada di depanya ke hujanan. "P-pen..."
". . . Kau... Kenapa?" tetangga wanita itu menjadi ketakutan melihat kondisi Pen di tambah malam yang gelap. Tiba-tiba Pen mendorongnya masuk. "Ah... Tidak!!!!"