"Dimana... Dimana Dia... Dia tidak mungkin jauh kan," Ezra berlari di jalanan basah dengan hujan yang terus membasahinya. Entah kenapa hujan ikut datang dengan derasnya dari tadi.
Tapi pencariannya tak kunjung selesai karena tak tahu Pen sudah berada di mana. Lalu ia mencoba ke rumah Pen.
Sesampainya di sana, ia melihat pintu rumah Pen terbuka dengan adanya kaki perempuan terlihat disana. Ezra berjalan masuk dan terkejut melihat Pen duduk di atas tetangga itu dengan masih memegang sebuah benda tajam yang terbuat dari pecahan kaca, di sampingnya juga terletak dimana meja kaca berada, sudah di pastikan bahwa kaca meja itu pecah dan Pen mengambil satu pecahan, menggunakan nya sebagai pisau yang menancap di dada tetangga wanita itu.
"P-pen..." Ezra terdiam tak percaya. Pen menoleh dan bukan nya menyerang Ezra, ia juga malah berekspresi terkejut. Tiba-tiba Pen berlari kencang keluar.
"Hah... Pen..." Ezra terkejut dan mengejarnya.
Pen berlari sangat cepat tapi untungnya Ezra bisa memadai larinya karena kaki Ezra juga lebih panjang dari Pen. "(Kemana dia akan pergi?) Pen!! Berhentilah!!"
Rupanya Pen akan masuk ke pos polisi.
"Dia...!!" Ezra terkejut segera melompat dan langsung dengan sigap menahan Pen.
Para polisi yang ada di dalam mendengar suara jatuh dari luar, salah satu akan melihat tapi rupanya tak ada siapa-siapa di luar pos polisi.
"Ada apa?" rekan polisi itu bertanya dari dalam.
"Aku seperti mendengar suara di luar."
"Ini hujan deras, wajar saja jika mendengar suara hujan."
"Tidak, aku lebih mendengar suara orang jatuh."
"Mungkin orang terpeleset, di luar hujan sangat deras, jangan coba-coba keluar jika tidak darurat," kata rekan nya yang tidak percaya padanya.
Rupanya Ezra menahan Pen di dinding gang.
"Apa yang kau pikirkan, apa kau mau cari masalah, kenapa kau mau menyerahkan diri setelah kau membunuh banyak orang?! Kau tidak tahu hukuman nya akan seperti apa?!?!" Ezra berteriak pada Pen yang masih diam.
"Kau telah membunuh seseorang dan kau berani akan menyerahkan dirimu Pen, apa ini kemauanmu atau karena overdosis itu!? Sebenarnya dimana jalan pikirmu!! Kenapa tidak bisa terkendali?"
Pen lalu terkejut dan menengadah. Ezra juga menatapnya dengan serius.
"Aku... HANYA INGIN MATI...!!" teriak Pen membuat Ezra terdiam terkejut.
"Aku saat itu akan mati jika kau tidak datang. Biarkan aku mati, aku tidak tahan dengan semua ini!!" Pen menambah, perlahan lahan dia mulai menangis mengeluarkan banyak air mata.
Ezra terdiam melihat tangisan itu. "(Malam itu aku melihat gadis yang aku sukai telah menangis di depan ku sendiri, tangisan itu benar-benar tidak jelas karena hujan benar-benar menyamarkan suara itu... Tepatnya suara siksaan.) Katakan padaku, ini semua akan baik-baik saja, apa yang terjadi padamu... Jangan bilang kau tidak hanya membunuhnya saja.... Kau membunuh orang tua mu dan kau berbohong padaku kalau dia pegi ke kota... Begitu PEN!!?" Ezra menatap lalu Pen mengangguk sekali. Seketika Ezra terpukul kecewa.
"Gadis ini, memang sudah kehilangan akal."
"Karena itulah, biarkan aku tertangkap... Ini kesalahanku, lepaskan aku," kata Pen. Tapi Ezra menundukan kepalanya dan menghela napas.
". . . Tidak akan," Ezra menyela dan langsung memeluk Pen perlahan tetapi semakin erat.
"Ke-kenapa…" Pen menatap dengan mata lebar yang masih mengalir kan air mata. Ia tak percaya mendapatkan sebuah pelukan yang sangat hangat di tengah hujan yang juga deras.
"Karena... Aku suka padamu," Ezra membalas seketika Pen terkejut. Meskipun itu adalah sebuah pengakuan yang berulang, Pen terkejut karena Ezra tidak menyerah akan mengungkapkan rasanya pada Pen bahkan di saat-saat yang seperti ini.
"Ini semua kesalahan ku, salahku Pen, maafkan aku... Dari awal aku tak mengerti apa deritamu hingga kau sampai memaksakan dirimu tenang. Depresi tak bisa disembuhkan hanya dengan obat. Tapi dengan kasih saying dan cinta yang sangat cukup."
"Aku tak mendapatkan apapun... Biarkan aku pergi, aku tak layak di sayangi, bahkan dari orang sepertimu…. Hiks…" Pen tetap memberontak. Namun tiba-tiba Ezra memeluknya sangat kencang membuat Pen terdiam tak percaya dan hampir tak bisa bergerak.
"Jika dari awal aku tahu semuanya, dan jika dari awal, kau menceritakan semuanya, kau tidak sampai harus mengeluarkan sesuatu yang kau pendam untuk membunuh orang, hanya dengan bercerita, orang sepertimu akan mulai merasa tenang, aku pasti akan endengarkan setiap apapun yang kau keluhkan, aku ingin mendengar semuanya dan aku melakukan ini padamu karena aku ingin mendapatkan kepercayaanmu... Pen, sampai kapanpun, kau tak bisa lari dari pengakuan ku,"
"...Apa, yang –Harus- Kulakukan?" Pen menatap sedih.
"Aku akan pelan-pelan melepaskan tahanan hukumanmu dengan uang."
"Itu tidak mungkin, kau tidak akan sanggup," Pen menyela.
"Memangnya aku di bayar berapa untuk setiap sehari kerja, kau tak perlu khawatir Pen," kata Ezra sambil membelai pipi Pen.
Pen menjadi berwajah menangis lagi lalu langsung dengan sendirinya memeluk Ezra dengan kencang. "Hiks... Aku salah!!... Hua!!!" ia berteriak menangis.
"Aku tahu ini menyakitkan, aku bahkan bisa merasakan hal ini padamu... Jangan khawatir... Kau tidak salah.... Tapi lingkungan yang membuatmu salah, semua yang ada di sekitarmu, itu yang salah," Ezra juga memeluk nya dan membelai kepala Pen.
"(Dalam malam itu, hujan sangat lah deras. Gadis yang aku kenal dan aku sangat tertarik padanya telah membuat sebuah kasus yang di bilang sangat mustahil untuknya. Pen, masih berumur lebih dari 15 tahun terakhir kali aku tahu, dia tidak mengambil rapot nya. Dia yang seharusnya melanjutkan sekolah, tapi kondisi lingkungan nya tidak memadai... Kondisi lingkungan dapat menyebabkan seseorang merubah sikap apa lagi langsung menjadi depresi.... Termasuk nya Pen... Aku akan perlahan mengirimnya ke hukum, aku juga akan bertanggung jawab akan hal ini,)" pikir Ezra
Lalu Pen menengadah melihat Ezra. "Dokter,"
Lalu Ezra juga menatapnya.
"Apa kau bisa lakukan satu permintaan ku untuk terakhir sebelum aku masuk ke penjara?"
"Katakan itu Pen, aku akan melakukan nya..."
"Tolong katakan pada semua teman sekolahku bahwa kau hanya dokter ku saja... Karena mereka menganggap lebih dari itu," tatap Pen.
Lalu Ezra menjadi terdiam tak bisa menjawab.
***
Singkat waktu, Ezra datang ke sekolah Pen. Ia bertemu seorang kepala sekolah di sana. "Ada yang bisa aku bantu?"
"Aku ingin mengambil rapot Pen."
"Oh.... Dengan siapa nya Pen?"
"Kekasihnya."