Chapter 9

Kasus pemulihan monarki setelah revolusi bukanlah hal yang jarang terjadi.

Dalam beberapa kasus, kaum royalis menang atas kaum republikan; dalam kasus lain, pihak militer menyingkirkan oposisi dan menobatkan raja.

Atau ada pula kasus di mana rakyat yang muak dengan ketidakmampuan kekuatan revolusioner dan politik otoriter kembali menginginkan monarki.

Namun saat ini, kekuatan restorasi monarki sebagian besar telah dihancurkan di Padania. Itu berkat kemampuan Panglima Tertinggi Padania—Heiner Valdemar. Terkadang, satu orang luar biasa dapat memimpin suatu era.

Heiner menyelesaikan permasalahan kekacauan dan konflik pasca-revolusi, perselisihan di antara faksi revolusioner, serta pembentukan kediktatoran dengan cara yang cukup ideal.

Saat ini, Heiner adalah sosok idola di Padania. Dalam situasi seperti ini, faksi royalis tidak dapat menunjukkan kekuatannya karena sentimen nasional dan hanya bisa bergerak di luar negeri.

'Jika mereka dalam keadaan pengasingan di Prancis, kemungkinan besar mereka akan menerima bantuan dari kekuatan luar untuk memulihkan monarki.'

Annette tidak tahu banyak tentang urusan internasional, jadi ia tidak bisa membuat analisis lebih jauh. Namun satu hal jelas baginya.

'Ayahku adalah keponakan Raja Piete. Aku memiliki darah kerajaan di dalam diriku…'

Jika diperlukan, statusnya bisa digunakan sebagai alat untuk memulihkan monarki.

Pikirannya tenggelam dalam keheningan yang dingin. Pasti sudah ada beberapa bangsawan yang diasingkan, lalu mengapa mereka justru mendekatinya? Ia tidak tahu detailnya.

Apa pun alasannya, Annette tidak bisa menerima kata-kata Ansgar sebagai niat baik sepenuhnya. Dulu, mungkin ia akan bersukacita atas tangan penyelamat yang disodorkan oleh teman lama. Tapi tidak sekarang.

Annette melangkah menjauhi pintu. Kartu nama di tangannya sedikit kusut. Mata birunya memancarkan cahaya dingin.

"Ambil tanganku, Annette."

"Ayo."

***

Annette memeriksa daftar sponsor dan bagan perbandingan keuangan. Jari-jarinya yang ramping perlahan menyusuri deretan angka.

Mengelola donasi dan sponsor atas nama organisasi sipil adalah salah satu tugas yang ia ambil setelah menikah.

Sejak Revolusi, nama Annette secara resmi telah dikeluarkan dari tugas ini. Namun, ia tetap melakukan pemeriksaan akhir.

Tidak ada orang lain yang bersedia menangani tugas melelahkan ini. Annette bisa dengan bangga mengatakan bahwa ia telah mengurusnya dengan bersih dan transparan.

Tidak ada yang pernah mengakuinya, tapi memang demikian adanya.

[Kita harus menjalankan tugas kita. Semua dari kalian yang sedang mendengarkan radio ini sekarang adalah orang-orang yang tercerahkan dan tidak dihalangi untuk memperoleh informasi. Pemerintah kalian tidak menyensor informasi untuk kalian...]

Tak.

Setelah memeriksa dokumen, Annette mematikan radio. Kepalanya kembali berdenyut. Ia membuka jendela untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan, tetapi sakit kepalanya tidak juga mereda.

Ia mengenakan syal dan keluar ke taman. Akhir-akhir ini, ia mengikuti rekomendasi dokternya untuk berjalan setidaknya satu jam sehari. Bukan demi kesehatan, tetapi karena ia tidak ingin disebut malas.

Setelah berkeliling taman, Annette segera merasa lelah. Kesehatannya benar-benar tidak seperti dulu. Ia tak ingat kapan… Ia berhenti mencoba mengingat.

Ia duduk di bangku di depan air mancur. Matahari sore membuat tubuhnya terasa lesu. Aliran air yang mengalir dari air mancur berkilauan dalam cahaya. Ia tersenyum tenang menikmati ketenangan itu.

Ah.

Tak apa jika mati seperti ini.

Tiba-tiba pemikiran itu muncul di benaknya. Annette selalu ingin mati pada saat yang ia inginkan, di tempat pilihannya sendiri.

Di sini, sekarang. Tapi…

Bukankah itu aneh? Bahwa napasnya terus berlanjut tanpa izinnya.

Annette menutup matanya dan bernapas masuk dan keluar dengan sangat ringan dan perlahan. Napasnya terasa menyiksa dan asing.

Tiba-tiba ia mendengar suara percakapan di belakangnya. Suara itu terdengar agak familiar. Annette membuka matanya dan menoleh.

Seorang pria dan seorang wanita sedang berjalan di koridor yang menghubungkan gedung utama kediaman resmi dengan kantor sekretaris. Pria tinggi dan ramping itu adalah Mayor Eugen, dan wanita yang berdiri di sampingnya adalah…

'Annelie Engels?'

Saat menyadari keberadaannya, Annelie langsung menatap Annette. Annette tetap diam, tidak mengalihkan pandangan. Mayor Eugen yang sedang berbicara sesuatu di sampingnya mengikuti arah tatapan Annelie.

Begitu melihat Annette, alis Mayor Eugen sedikit terangkat. Annelie tampak sedikit terkejut. Setelah berbicara singkat dengan sang mayor, Annelie mendekati Annette.

Langkah Annelie panjang dan percaya diri. Ia segera mencapai Annette dan menyapanya dengan nada yang cukup lembut.

"Selamat sore, Nyonya."

"..... Selamat sore."

"Ini pertama kalinya kita bertemu."

"Ya."

Ini memang pertama kalinya Annette bertemu Annelie secara langsung. Meskipun ia sudah mengenali wajahnya dari koran.

Namun, Annette tidak tahu mengapa Annelie berbicara dengannya. Hubungan mereka seharusnya tidak memungkinkan percakapan ini terjadi.

Bukan hanya karena perbedaan status antara seorang bangsawan yang telah jatuh dan seorang anggota pasukan revolusioner. Annelie secara terang-terangan menginginkan Heiner. Dan Annette adalah istri Heiner.

Tak peduli seberapa tidak normal pernikahannya, berbincang dengan wanita yang mengagumi suaminya tetap terasa canggung.

"Bolehkah saya mengambil sedikit waktu Anda? Bisakah kita bicara?"

"....Tentu."

Setelah Annette memberi izin, Annelie memberi isyarat kepada Mayor Eugen untuk pergi. Mayor Eugen menghilang dengan ekspresi yang menunjukkan ketidaksenangan total.

Annette menatap punggungnya.

'Jadi Mayor Eugen dan Annelie Engels saling mengenal.'

Mungkin itu hal yang wajar. Mayor Eugen adalah rekan dekat Heiner. Mungkin ia juga pernah menjadi kolega Annelie saat masih di Pasukan Revolusioner.

Apa pun itu, jelas bahwa Annelie tidak terlalu menyukainya. Dengan senyuman, Annelie bertanya, "Saya berharap bisa bertemu dengan Anda suatu saat, tapi ternyata kita bertemu dengan cara seperti ini. Haruskah kita duduk di sini dan berbicara? Atau kita bisa berjalan-jalan."

"Silakan duduk."

"Terima kasih. Taman ini sangat indah. Anda pasti merawatnya dengan baik."

"Itu bukan sesuatu yang saya kelola."

"Oh, begitu. Saya dengar nyonya dulu yang mengurusnya…."

"Itu sudah lama sekali."

Annette menjawab datar. Ia tidak merasa perlu untuk berbincang akrab dengan Annelie.

"...Bagaimana kehidupan Anda di kediaman ini? Saya dengar Anda jarang keluar."

"Saya hanya menghabiskan waktu saya dengan tenang."

"Anda tampaknya memang orang yang pendiam. Sebenarnya saya hanya melihat Anda di koran, jadi sata tidak menyangka Anda seperti ini."

"Begitu."

Annelie tersenyum canggung, seolah-olah kehabisan topik. Keheningan yang kaku pun menyelimuti mereka. Ekspresi Annette tetap tak berubah saat ia akhirnya berbicara.

"Nona Annelie, saya rasa Anda tidak benar-benar datang ke sini hanya untuk menanyakan keadaan saya. Jika ada sesuatu yang ingin Anda katakan, silakan katakan saja."

Bibir Annelie terbuka dan tertutup, seolah ragu dengan ketegasan Annette. Ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menghela napas dan membuka mulutnya.

"Nyonya, saya dengar Anda meminta cerai."

"Dari suami saya?"

"Tidak, Mayor Eugen yang memberitahu saya. Panglima Tertinggi tidak menyetujui perceraian itu… Saya juga mendengar alasannya. Tapi saya tidak yakin."

"Lalu?"

"Sejujurnya, saya tidak menyukai Anda."

"..."

"Hampir mendekati benci. Saya yakin nyonya juga merasakan hal yang sama. Saya merasa takut membayangkan apa yang dilakukan Marquis Dietrich dan bagaimana Anda menikmati kekuasaannya. Saya juga menghormati Panglima Tertinggi sebagai seorang manusia. Saya tidak berpikir Anda cocok berada di sisinya."

Kata-katanya mengalir seperti sesuatu yang telah lama ia tunggu-tunggu untuk diucapkan. Annette hanya menatap air mancur yang mengalir tinggi. Di sebelahnya, Annelie menghela napas pelan.

"Yah… itu saja dari saya. Demi menjaga keseimbangan antara kaum Republikan dan Liberal, pernikahan saya dengan Panglima Tertinggi harus terjadi. Saya tidak yakin Anda menyadarinya, Nyonya, tetapi situasi internasional saat ini luar biasa rumit. Pertama-tama, Padania harus ditata ulang secara internal. Dan jika perang pecah, ini akan memudahkan wajib militer."

"Mengenai masalah perceraian."

Suara Annette terdengar sedikit lemah. Ia berdeham sebentar sebelum melanjutkan.

"Untuk hal itu, sebaiknya Anda bicara langsung dengan suami saya. Itu bukan lagi wewenang saya."

"Nyonya, saya memperingatkan Anda."

Baru saat itu Annette menoleh ke arah Annelie. Wajah Annelie tetap terlihat lembut seperti sebelumnya.

"Panglima Tertinggi bersedia menerima kerugian demi pernikahan ini, tetapi bagaimana jika kerugian itu lebih besar daripada pengorbanannya? Tentu saja, kami tidak bisa menyerang Panglima Tertinggi. Dan kami juga tidak berniat melakukannya."

"....."

"Ingat, Nyonya memiliki banyak musuh."

Annette memahami maksud perkataan Annelie dengan mudah.

Cara paling sederhana untuk mendapatkan perceraian melalui pengadilan adalah menjadikan salah satu pihak bersalah. Ini juga yang telah dilakukan oleh pasukan revolusioner, Kongres, dan pers dengan sangat baik selama ini.

Menjatuhkan Annette begitu dalam hingga Heiner tidak tahan lagi dengan kerusakannya.

"Nona Annelie, saya mengerti bahwa Anda dan rekan-rekan Anda telah memanfaatkan saya dalam opini publik."

Annette berkata sambil menatap langsung ke mata merah Annelie.

"Awalnya saya merasa frustrasi ketika mendengar tuduhan-tuduhan itu. Saya ingin menjelaskan diri saya. Saya juga ingin membalas dendam."

"Itu bukan berarti tuduhan itu tidak benar…."

"Bukankah orang gila selalu percaya bahwa mereka tidak gila? Saya pikir mungkin saya juga begitu. Mungkin hanya saya yang gila, percaya bahwa saya tidak bersalah, padahal sebenarnya saya salah dalam segala hal? Jika semua orang di dunia mengatakan hal yang sama kecuali saya, maka tentu saja saya lah yang salah."

"...."

"Nah, saat saya mulai merasa seperti itu… semua keinginan saya untuk menjelaskan diri dan semua keinginan saya untuk membalas dendam lenyap. Saya tidak membenci kalian. Saya tahu alasan kalian melakukan itu. Saya menghormati tujuan itu. Saya serius."

Pupil Annelie sedikit bergetar, seolah mendengar sesuatu yang tidak ia duga. Annette kembali menatap air mancur. Aliran air yang tinggi pecah menjadi buih putih.

"Seperti yang saya katakan, Nona Annelie, masalah perceraian itu bukan lagi berada di bawah otoritas saya. Tetapi saya mengerti maksud Anda. Jangan terlalu khawatir."

Aliran air kembali memancar ke atas. Ia naik tinggi lalu jatuh bermandikan cahaya.

Annette perlahan bangkit dari bangku. Berdiri membelakangi cahaya, ia menatap ke bawah ke arah Annelie dan menyatakan, "…pernikahan ini akan segera berakhir."

Annette tersenyum samar dalam bayangan.