Ada Dan Tiada 2: EPS 2

ADA DAN TIADA 2: Queen of the sect (Lanjutan)

Pagi tiba dengan sinar matahari yang redup, seolah enggan menyinari rusun tua itu sepenuhnya. Udara dingin masih menyelimuti lorong-lorong sempitnya. Sarah baru saja selesai menyiapkan sarapan sederhana untuk Sita dan Putra ketika suara ketukan pelan terdengar di pintu.

Tok… tok… tok…

Sarah menoleh ragu. Masih terbayang kejadian aneh tadi malam—Dara yang tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya, bicara tentang Tari, dan meninggalkan perasaan ganjil di hatinya.

Dengan hati-hati, Sarah membuka pintu.

Dara berdiri di sana, kali ini dengan wajah yang lebih ramah, mengenakan kaus lengan panjang dan rok panjang yang sedikit lusuh. Di tangannya, ada sebuah bungkusan makanan.

"Ini ada makanan lebih," katanya dengan senyum tipis. "Aku menyisihkan untukmu dan anak-anakmu."

Sarah menatapnya sejenak, lalu melihat bungkusan itu. Ada aroma hangat yang menggoda, sesuatu yang mengingatkannya pada masakan rumahan yang lama tidak dia cicipi.

"Terima kasih," ucap Sarah, sedikit ragu tapi tetap mengambilnya.

Dara mengangguk. "Kau baru di sini, pasti butuh waktu untuk beradaptasi. Rusun ini… tidak seperti tempat lain."

Sarah mengernyit. "Apa maksudmu?"

Dara menatap lorong yang sepi, lalu berbisik pelan. "Kau sadar, kan? Tidak banyak yang tinggal di sini. Dan mereka yang masih ada… tidak banyak bicara."

Sarah mengangguk perlahan. Memang benar, sejak dia pindah, para penghuni rusun hampir selalu menutup diri. Bahkan di siang hari, lorong-lorong tetap sunyi, seperti tempat yang ditinggalkan.

Dara melanjutkan, suaranya semakin lirih. "Mereka semua punya alasan masing-masing. Ada yang memilih tinggal di sini karena tidak punya pilihan lain. Ada yang tetap di sini karena… sesuatu tidak mengizinkan mereka pergi."

Darah Sarah berdesir. "Sesuatu?"

Dara menatapnya dalam, lalu tersenyum kecil. "Nanti kau akan mengerti."

Sebelum Sarah sempat bertanya lebih jauh, Dara melangkah mundur. "Makanlah selagi hangat. Dan satu lagi, Sarah…"

Dara menatapnya dengan ekspresi serius.

"Jangan pernah buka pintu kalau ada yang mengetuk setelah tengah malam."

Sarah menahan napas.

Dara tersenyum lagi, tapi kali ini ada sesuatu yang membuat Sarah tidak nyaman. "Selamat menikmati sarapan."

Lalu, Dara pergi, meninggalkan Sarah yang masih berdiri di ambang pintu dengan perasaan semakin tak menentu.

Di tangannya, bungkusan makanan terasa lebih berat dari seharusnya.

Dan entah kenapa, Sarah enggan membukanya.

Bersambung...