Ada dan Tiada 3: EPS 4

ADA DAN TIADA 3: THE LOST PAST

Sarah akhirnya tertidur, tetapi tidurnya jauh dari kata tenang.

Saat matanya terbuka, dia tidak lagi berada di kamar rumah Ustadz Rahman.

Dia berdiri di dalam rusun tua.

Tapi kali ini, tempat itu bukan seperti yang ia ingat. Dinding-dindingnya terbakar, lantai retak, dan udara dipenuhi asap hitam yang menyengat.

Sarah berbalik, lalu tubuhnya langsung membeku.

Di hadapannya—ratusan pocong berdiri.

Mereka tidak bergerak, hanya berdiri dalam keheningan di tengah api yang menyala-nyala. Wajah-wajah mereka tertutup kain kafan yang menguning, beberapa terlihat sudah robek, memperlihatkan kulit yang mengering di baliknya.

Sarah ingin lari, tetapi kakinya terasa berat.

Lalu, di atas api yang berkobar, dia melihat Tari.

Tari terikat dengan rantai hitam yang berkilauan, tubuhnya tergantung di udara, di antara kobaran api. Wajahnya penuh air mata, matanya memancarkan ketakutan yang amat dalam.

Dia berusaha berontak, tapi rantai itu semakin erat menggigit kulitnya.

"Tolong…" isaknya lirih. "Jangan biarkan dia menang…"

Sarah menatapnya dengan napas tersengal.

"Siapa?"

Tiba-tiba, suara tawa melengking menggema di seluruh ruangan.

Dari atas, sesosok bayangan melayang turun perlahan.

Dara.

Tapi kali ini, wajahnya bukan lagi seperti yang Sarah ingat.

Kulitnya mulai mengelupas, matanya menyala merah, dan bibirnya yang dulu selalu menyeringai kini dipenuhi luka-luka menganga. Rambut hitamnya kusut, dan kuku-kukunya memanjang seperti cakar.

Dia sudah tidak lagi terlihat seperti manusia.

Dia benar-benar penyihir.

"Dara…" bisik Sarah ketakutan.

Dara melayang turun hingga sejajar dengan Tari yang masih terikat. Dia menyentuh dagu Tari dengan jemarinya yang panjang dan mengerikan.

"Kau bisa menangis sepuasmu, cucu kecilku," bisiknya dengan suara mengerikan. "Tapi kau tak akan bisa lari dari takdirmu."

Tari terisak, menggigit bibirnya. "Aku tidak seperti kau…"

Dara tertawa kecil. "Tidak sekarang. Tapi nanti… kau akan mengerti."

Sarah melihat wajah Tari yang penuh ketakutan.

Tanpa sadar, mulutnya berbisik, "Tari… aku akan menolongmu…"

Dara tiba-tiba menoleh ke arah Sarah.

Matanya menyala lebih terang, dan senyumnya berubah semakin menyeramkan.

"Kau?" bisiknya pelan. "Apa kau pikir kau bisa menyelamatkannya?"

Tiba-tiba, seluruh pocong yang berdiri di sekitar mereka serempak menoleh ke arah Sarah.

Seketika, tubuh Sarah terasa tertarik ke belakang, jatuh ke dalam kegelapan yang tak berujung.

Dia menjerit.

Lalu—

Sarah terbangun.

Jantungnya berdegup kencang. Napasnya tersengal. Keringat dingin membasahi dahinya.

Dia kembali berada di kamar rumah Ustadz Rahman.

Namun, saat dia menoleh ke samping…

Foto rusun yang tadi ada di meja kini telah berubah.

Kini, di foto itu, ada sosok Tari.

Terikat dengan rantai hitam.

Menangis.

Sarah membekap mulutnya.

Mimpi itu bukan sekadar mimpi.

Tari sedang meminta pertolongan.