Penyembah Iblis
Bab 4: Tanda-Tanda Buruk
Setelah kepergian Sri Kinanti, suasana rumah masih terasa aneh. Seperti ada hawa dingin yang tersisa, membuat Rini merasa tidak nyaman. Ia berusaha mengabaikannya dan melanjutkan aktivitas seperti biasa.
Namun, saat sedang mencuci piring di belakang rumah, tiba-tiba perutnya terasa melilit. Rasa sakit yang tajam menusuk hingga ke ulu hati, membuatnya terhuyung dan berpegangan pada dinding bambu.
"Uh... sakit sekali..." Rini meringis, tangannya refleks memegangi perutnya yang mulai terasa kram.
Rahayu, yang sedang bermain di dalam rumah, segera berlari ke arah ibunya. "Ibu kenapa?"
Rini tersenyum tipis meski wajahnya pucat. "Tidak apa-apa, Nak... mungkin masuk angin saja."
Bapak yang baru selesai bersiap untuk berangkat ke kota melihat kondisi Rini yang melemah. "Rin, kamu sakit?"
Rini mengangguk lemah. "Perutku terasa tidak enak sejak tadi pagi..."
Bapak menghela napas, lalu meraih tas kain kecilnya. "Aku memang mau ke kota hari ini, mau coba melamar kerja di toko bahan bangunan. Sekalian saja nanti aku mampir ke klinik, beli obat buatmu."
Rini tersenyum lega. "Hati-hati ya, Pak."
Bapak mengangguk. Ia kemudian mencium kepala Rahayu sebelum melangkah keluar rumah. Matahari mulai meninggi, menandakan perjalanan ke kota akan cukup terik.
Saat ia berjalan melewati jalan setapak menuju jalan utama, tanpa sadar, matanya melirik ke arah hutan. Di antara pepohonan yang rimbun, ia melihat sesuatu yang membuatnya merinding.
Sri Kinanti berdiri di sana, di tepi hutan, menatapnya dengan tatapan tajam.
Bapak menelan ludah. Ia ingin berpaling, tapi entah kenapa tubuhnya terasa berat.
Sri tersenyum tipis, lalu mengangkat tangannya perlahan—seperti sedang melambaikan tangan atau... mengisyaratkan sesuatu.
Bapak segera membuang muka dan mempercepat langkahnya. Ia tidak tahu kenapa, tapi kehadiran perempuan itu membuat dadanya sesak.
Di belakangnya, dari dalam hutan, terdengar suara samar seperti bisikan angin.
"Hati-hati, Ramdan... pilihanmu semakin dekat..."