Penyembah Iblis: BAB 5

Bab 5: Mimpi Buruk dan Tatapan di Jendela

Setelah Bapak pergi ke kota, Rini merasa tubuhnya semakin lemah. Perutnya masih terasa tidak enak, dan kepalanya mulai pusing. Ia memutuskan untuk berbaring di kamar, mencoba memejamkan mata sejenak.

Namun, begitu ia terlelap, kegelapan langsung menyelimuti alam bawah sadarnya.

Dalam mimpinya, ia melihat Bapak—Ramdan—tergantung di atas api yang menyala-nyala. Di bawahnya, kobaran api membentuk simbol aneh, seperti lambang satanic yang berkilauan merah darah. Rini ingin berteriak, ingin berlari menyelamatkan suaminya, tapi tubuhnya terasa kaku, seakan ada yang menahannya.

Dari balik api, muncul sesosok perempuan.

Sri Kinanti.

Ia mengenakan pakaian serba hitam, rambut panjangnya terurai dan melayang-layang seperti tertiup angin yang tak terlihat. Wajahnya pucat, matanya hitam pekat tanpa bola mata, dan bibirnya menyunggingkan senyum mengerikan.

"Sekarang miliknya... tak ada jalan kembali," suara Sri bergema, tidak berasal dari mulutnya, tetapi seperti langsung masuk ke dalam kepala Rini.

Rini mencoba berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar. Matanya hanya bisa menatap saat tubuh Bapak meronta-ronta di atas api, kepulan asap hitam membungkus wajahnya yang penuh penderitaan.

Lalu, tiba-tiba Sri mengangkat tangannya, dan seketika api membesar, melahap tubuh Bapak dengan cepat.

Rini terbangun dengan napas memburu. Dadanya naik turun, keringat dingin membasahi pelipisnya.

"Rahayu... Rahayu...!" panggilnya panik.

Langkah kaki kecil terdengar dari ruang tengah, menandakan Rahayu akan datang menghampirinya.

Namun sebelum Rahayu masuk ke kamar, Rini merasakan hawa dingin di sekelilingnya.

Matanya secara refleks menoleh ke jendela... dan di sana, di balik kaca, Sri Kinanti berdiri.

Wajahnya tepat di depan jendela, menatap Rini dengan senyum tajam. Matanya hitam pekat, dan ada sesuatu yang aneh pada ekspresinya—seolah sedang menikmati ketakutan Rini.

Dalam sekejap, tubuh Sri menghilang, lenyap seperti asap tertiup angin.

Rini membeku, tubuhnya terasa dingin, sementara di luar, suara angin mulai terdengar seperti bisikan-bisikan menyeramkan.

"Bu...?"

Suara kecil Rahayu menyadarkannya. Anak itu sudah berdiri di ambang pintu, menatap ibunya dengan wajah bingung.

Rini mencoba tersenyum meski jantungnya masih berdetak kencang. "Tidak apa-apa, Nak... sini, mendekat."

Saat Rahayu masuk ke kamar, Rini tidak bisa mengusir bayangan Sri Kinanti dari pikirannya.

Siapa sebenarnya perempuan itu? Dan apa yang sebenarnya sedang terjadi pada keluarganya...?