Bab 8: Bisikan dari Tubuh yang Tak Bernyawa
Pagi itu, sinar matahari redup menembus celah-celah jendela rumah kecil di tepi hutan. Para ibu-ibu desa berkumpul di dalam kamar sempit, bersiap untuk memandikan jenazah Rini.
Rahayu duduk di sudut ruangan, matanya sembab, masih memeluk lututnya. Sementara itu, Bapak berdiri di luar kamar, tidak sanggup melihat tubuh istrinya yang akan segera dimandikan untuk terakhir kalinya.
Seorang ibu tua, Mak Ijah, mulai mengguyurkan air ke tubuh Rini. Tangannya yang keriput berusaha lembut saat membersihkan wajah almarhumah.
Namun, ketika tangan Mak Ijah menyentuh dada Rini... tiba-tiba udara di ruangan berubah dingin.
Para ibu-ibu saling berpandangan, merasakan bulu kuduk mereka meremang.
Lalu...
Sebuah suara lirih terdengar.
"Jaga suamiku... jaga anakku..."
Sontak, semua orang di ruangan itu terdiam.
Mereka saling bertukar pandang, wajah mereka pucat pasi.
"Astaghfirullah..." bisik salah satu ibu.
Mak Ijah berhenti mengguyur air, tangannya gemetar. "Kalian... kalian dengar itu, kan?" suaranya bergetar.
Ibu-ibu yang lain mengangguk pelan.
Suara itu jelas.
Suara itu nyata.
Tapi tubuh Rini tetap terbaring diam, wajahnya masih kaku dalam kematian.
Dari luar kamar, Sri Kinanti diam-diam memperhatikan dari celah pintu.
Ia tersenyum.
Lalu, tanpa suara, ia berbalik dan pergi.