Bab 10: Bisikan di Antara Duka
Bapak dan Sri Kinanti melangkah keluar dari kamar. Suara bisik-bisik mulai terdengar di antara warga.
"Padahal istrinya baru meninggal, eh udah ada wanita lain aja..."
"Cepet banget deket sama perempuan lain, nggak ada sedihnya apa?"
Bisikan itu pelan, tapi tajam. Bapak hanya bisa menunduk, menahan perasaan. Sri Kinanti di sampingnya tetap diam, tapi matanya melotot tajam ke arah warga yang berbisik.
Tiba-tiba, Mak Ijah, salah satu tetangga yang dituakan, berjalan mendekat.
"Pak Ramdan," suaranya lembut, tapi tegas. "Malam ini makanan buat tahlilan mau beli apa? Biar kami urus."
Bapak membuka mulut, ingin menjawab, tapi sebelum sempat berbicara, Sri Kinanti tiba-tiba menoleh tajam ke arah Mak Ijah.
Sekilas, ekspresinya terlihat berbeda. Matanya lebih gelap, lebih dalam, seakan menyimpan sesuatu yang berbahaya.
Saat itu juga, suara sirene ambulans memecah suasana.
Jenazah Rini siap dibawa ke pemakaman.
Warga langsung bergegas. Sebagian menyiapkan kendaraan, sebagian lagi mengangkat keranda dengan hati-hati.
Di tengah hiruk-pikuk itu, Sri tersenyum tipis, lalu berbisik lirih ke arah Bapak.
"Biar aku yang urus semuanya, Mas... termasuk dirimu."
Bapak terdiam. Ada sesuatu dalam suara Sri yang membuatnya merinding.
Di kejauhan, ambulans mulai bergerak.
Tapi tanpa ada yang menyadari, di jendela kamar Rini yang gelap, sesosok bayangan berdiri.
Matanya kosong. Wajahnya pucat.
Dan dia menatap ke arah Bapak dan Sri Kinanti dengan penuh dendam.