"Kenapa kamu bilang?! Hei, kamu lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan padaku, Damian?! KAMU SELINGKUH DAN MENGHAMILI PEREMPUAN LAIN SAAT AKU MENGANDUNG PUTRI!!!"
"AKU BENCI PUTRI! AKU BENCI DIA KARENA SELALU TERINGAT AKAN KEBURUKANMU! KAMU JAHAT, DAMIAN! JAHAT!!!!"
Brak...
Arisa berlari keluar rumah dan tertabrak mobil yang melaju cukup kencang. Tubuhnya terlempar hingga beberapa meter ke depan.
"Mama?!"
Aisyah terkejut dan spontan mereka semua berlari menghampiri tubuh Arisa yang terkapar tak berdaya dengan luka di kepalanya.
"Risa?! Ya Tuhan!"
Damian memangku tubuh bagian atas Arisa yang sedang merintih kesakitan.
"P-Pah... Pu... Pu-tri... ma... maaf... Ma...ma... sa...ya... ng...."
Lirihan Arisa terakhir kali sebelum jatuh tak sadarkan diri. Mereka semua panik dan bergegas membawa Arisa ke rumah sakit.
"Hikss... Apa maksudnya dengan Papa yang selingkuh dulu? Kenapa Papa bisa setega itu pada Mama?! Pokoknya Papa harus jelaskan semua pada kami!"
Damian mengusap wajah lelahnya sambil memandang dalam sang istri yang tengah terbaring tak berdaya di atas ranjang ini.
Dirinya tak siap jika harus membuka kisah lama akan masa kelamnya dulu. Kisah yang nyaris saja menghancurkan rumah tangganya dengan Arisa.
'Putri... andai kamu di sini, apa masih mau memaafkan Papa? Papa yang membuat dirimu tidak merasakan kasih sayang Mama sama sekali...'
-----
Manhattan College, sebulan kemudian
"Ohh, c'mon babe... sekali-kali rasain juga kehidupan malam di kota ini! Kamu baru kan di sini?!"
Karen mengajak Putri begitu mereka selesai kuliah siang ini.
"No thanks! Karen, aku hargain tawaranmu, tapi sepertinya aku pass dulu kalau yang itu. Aku duluan ya, ada janji sama Mrs. Anna. Bye."
Aku buru-buru melangkah meninggalkan Karen untuk menemui Mrs. Anna di ruangan dosen. Bukannya apa, tapi reputasi Karen cukup nakal dan aku sangat menghindari hal tersebut.
Huftt, Karen gak ngerasa apa kalau aku gak suka bergaul sama dia, huh?!
Aku menggelengkan kepala dan mengetuk pintu di depanku ini.
Tok! Tok!
Begitu aku mendengar balasan dari dalam, aku segera masuk dan melihat Mrs. Anna tengah tersenyum mempersilahkanku untuk duduk.
"Putri, saya tahu kamu masih baru, tapi gak ada salahnya juga buat nyoba kegiatan ini."
Aku hanya menaikkan sebelah alisku sambil melihat selebaran yang disodorkan di hadapanku ini. "Lomba esai?" tanyaku sedikit tertarik.
Mrs. Anna menganggukkan kepalanya dengan antusias.
"Iya, beberapa kali memang sering diadakan lomba seperti ini. Coba kamu lihat sponsor utamanya? Jake's Funding Co.—perusahaan yang bergerak di bidang investasi dan keuangan. Perusahaan ini begitu terkenal luas. Dan saya ingin kamu mengikuti lomba tersebut. Yang menang berkesempatan untuk magang kerja selama 6 bulan di sana tanpa seleksi. Ini benar-benar kesempatan langka, Putri!"
Aku sedikit terkejut dengan nada berapi-api yang dilontarkan Mrs. Anna. "Err... apa Mrs. Anna yakin? Soalnya saya gak begitu mahir menulis esai, dan kenapa Mrs. gak nawarin ini sama Marryn?" tanyaku.
Marryn Elea adalah mahasiswi asal Denmark yang sejurusan denganku. Dia termasuk jenius di angkatan kami. Analisis dan ketepatan jawaban yang selalu diberikan olehnya begitu memukau para dosen.
"Apa kamu gak percaya diri? Jujur saja, dia memang begitu tepat dalam menjawab setiap pertanyaan. Tapi saya ingin sesuatu yang beda, Putri. Saya ingin para mahasiswa mampu memecahkan suatu masalah konkret tanpa harus diarahkan oleh teori di buku. Kamu paham bukan maksud saya?"
Mrs. Anna memang setiap masuk kelas perkuliahan selalu menitikberatkan permasalahan yang langsung mengarah pada kehidupan nyata.
"Toh tanpa saya tawari, Marryn sudah terlebih dulu mendaftar kok pada saya. Hehe. Kamu mau ya? Ayolah dicoba dulu, anggap aja ini pemanasan buatmu."
Karena pada dasarnya aku termasuk orang yang sulit buat menolak permintaan orang lain, maka yang aku lakukan hanyalah mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Mrs. Anna.
"Baiklah, saya akan mengikutinya, Mrs."
Mrs. Anna semakin mengangguk senang dengan keputusanku.
"Bagus, Putri! Kalau kamu butuh bantuan, jangan ragu untuk datang pada saya ya? Oh ya, saya ada beberapa referensi buku yang cocok untuk kamu jadikan acuan nanti."
Aku dan Mrs. Anna beberapa kali mengobrol sebelum akhirnya pukul 3 sore pamit dari sana.
Hmm, ke perpustakaan sekarang aja deh, sekalian kembalikan buku juga...
-----
New York Public Library
"Yakk! Jake, jangan seenaknya lari begitu! Astaga, kau sudah berapa kali tidak mengikuti rapat direksi. Kembali kemari!"
Blam...
"Ughh, suara Han benar-benar membuat kupingku pengang tadi!" Jake memasuki perpustakaan ini untuk menenangkan diri. Dia sengaja tidak membawa ponsel bersamanya karena pasti sang asisten akan sibuk mengganggunya.
"Khee, kenapa bukunya harus terletak paling atas sih?! Ckk..."
Pikiran Jake sedikit teralihkan begitu mendengar sebuah suara yang menggerutu dari samping kanannya. Dia menoleh dan menatap tubuh pendek seorang wanita yang tengah sibuk naik di atas sebuah tangga dengan tangan yang berusaha menggapai rak buku paling atas.
Jake mengernyitkan alis—heran, sedikit lucu juga mendapati tingkahnya. Dengan pelan dia berjalan ke sana.
"Hei, Nona, apa kau tak merasa jika tubuhmu itu agak berisi, dan itu agak memberatkan tangganya, loh..."
Entah kenapa, Jake ingin sekali berbuat jahil pada wanita tersebut dengan mengatakan hal itu sambil berdiri di samping kirinya.
Merasa terganggu, wanita itu pun menoleh dan bersiap memarahi siapa saja yang mengusilinya.
"Apa kau bilang?! Hei! Berat badanku gak ada hubungannya, tau! Mending ban... tuin..."
Perkataan Putri terhenti saat menatap sepasang mata cokelat tajam yang mengarah tepat pada kelereng hitam miliknya.
Cukup lama kedua insan itu berpandangan dan tanpa mereka sadari ada sedikit letupan euforia dalam dada masing-masing.
Err...
Aku yang pertama kali memutuskan pandangan kami. Dengan gugup, aku mencoba turun dari tangga ini.
Hup...
"Pendek, kalau kau jatuh, aku gak akan nangkap loh... soalnya berat. Hehe."
Tubuhku dengan mudahnya diangkat barusan. Tapi... tunggu, apa katanya tadi?! Enak saja! Tinggi 165 cm gini masih dikatain juga...
"Heii! Aku gak pendek! Kamu saja yang kayak tiang!"
Merasa tak terima dikatai 'pendek', aku sontak berbalik dan menatap tajam pria tampan di depanku ini. Tampan banget malah, tapi sayang mulutnya...!
Jake sontak terkekeh menatap reaksiku dan gantian menaiki tangga.
"Buku apa yang mau kamu ambil, Nona?"
Aku sedikit mendengus sambil menjawab pelan.
"Ada buku Strategi Pemasaran di atas sana yang sampulnya beda sendiri dari yang lain."
Jake memusatkan perhatiannya dan lantas menarik sebuah buku tepat seperti yang kukatakan. Tak lama, dia pun turun dan memberikannya padaku.
"Nah, Nona pendek, lain kali minta bantuan orang lain ya, kalau gak bisa ambil."
Tatap Jake dengan suara yang masih jahil.
"Dihh..."
Aku melayangkan buku tersebut pada dada bidang pria itu, lantas berbalik badan menuju meja untuk mengambil tas milikku.
"Oh ya, namaku bukan 'pendek', Tuan Sok Baik, tapi Putri!"
Belum jauh aku melangkah meninggalkan tempat itu, dia kembali menghentikan langkahku.
"Heii! Namaku Jake. Ingat itu ya, pendek!"
'Jake, huh? Kayak gak asing...'
Aku tak memusingkan apa pun dan bergegas ke petugas depan untuk meminjam buku di tangan kananku ini.