Apakah Ini Cinta?

Jake POV

"Ini proposal kerja sama yang ditawarkan perusahaan Pak Arnold pada kita. Untuk yang ini, tolong segera berikan jawaban, Tuan. Dan sore nanti akan ada pertemuan yang—hei, Jake! Apa kau mendengarkanku?!"

Han Sora melambaikan tangan pelan di depan wajah sang atasan yang sibuk melamun sejak tadi.

Aku yang tenggelam dalam pikiranku terkejut saat mendengar teguran Han.

"Huh? Oh, ya, aku dengar kok. Mana proposal kerja sama itu? Hmm, baiklah. Ini sudah kutandatangani. Pertemuan? Oke!"

Aku menjawab pertanyaan Han sambil memberikan kembali map proposal yang sudah kububuhkan tanda tangan. Han mendengus pelan sambil menerima map tersebut.

"Kau tidak membaca dulu isi dalamnya, huh?!"

"Aku sudah tahu inti dari apa yang mereka tawarkan dan kurasa tak ada yang salah. Sebelumnya, Pak Arnold juga sudah membicarakan ini padaku, jadi tenanglah," kataku sambil menatap tajam pada Han.

Han Sora memandangiku dengan tatapan penuh selidik.

"Jake, kau tidak pandai berbohong. Jadi, lebih baik kau segera memberitahuku apa yang sedang kau pikirkan sebelum aku akan mencari tahu sendiri!"

Ancaman Han terdengar tak main-main. Aku hanya mendengus pelan sambil menyenderkan punggungku pada sandaran kursi.

"Beberapa hari yang lalu, aku bertemu seseorang. Dia itu…"

Aku kembali mengingat pertemuanku dengan Putri di perpustakaan sore hari itu.

"Dia kenapa, Jake?! Ayolah, jangan buat aku penasaran!" ujar Han Sora, menegur sang kawan yang malah kembali asyik melamun.

"Ckk, sopan sedikit. Aku atasanmu," aku berdecak sebal karena lamunanku tentang sosok Putri malah buyar.

"Hmm, dia itu gadis pendek yang galak! Kalau kesal, pipinya yang chubby itu makin menggemaskan. Juga… ahh, senyumnya! Aku suka sekali dengan lesung pipi milik Putri. Sayang sekali aku nggak sempat bertanya banyak hal padanya. Huh…"

Aku lagi-lagi mendesah kecewa jika memikirkan hal itu kembali. Bodohnya diriku yang hanya mengetahui namanya saja!

"Jadi, namanya Putri, eh?"

Tubuhku sedikit menegang kala mendengar pertanyaan Han.

Ckk... aku keceplosan menyebut namanya!

"Jake, sudah cukup lama bukan? Lima tahun, loh. Hmm… jadi bagaimana menurutmu?" tanya sang asisten.

Aku mengerutkan kening menatap Han.

"Bagaimana apanya?!"

Aku tahu arah pembicaraan Han, namun aku berusaha mengelaknya.

"Kau tentu paham maksudku! Hei, memangnya sejak kapan aku mengenalmu, huh?! Kau saja tidak pernah sekalipun memberikan pujian pada Clara atau bahkan ibumu."

Telak perkataan Han Sora!

Aku terdiam mendengar apa yang dikatakannya padaku.

Memang, sejak mengetahui orientasiku yang sedikit berbeda, di mataku semua perempuan sama saja, bukan? Mereka semua memang cantik tapi... entahlah hatiku merasa biasa saja.

Meski begitu, keinginanku untuk memiliki sebuah keluarga dan anak-anak yang banyak juga lucu, masih sangat kuat.

Itulah sebabnya aku berusaha keras agar tidak jatuh terlalu dalam.

"Saat melihat Putri, aku merasa jantungku seakan berdetak lebih kuat. Sedikit sakit, namun aku suka sensasinya," kataku dengan sedikit tersenyum karena aku kembali membayangkan sosok dirinya.

"Kedua matanya begitu hitam pekat, dan aku seakan tenggelam di dalam sana. Aku tidak tahu, Han, tapi sepertinya ada emosi lain yang tersimpan."

Aku sedikit terkekeh kala mengingat kembali respons sinis Putri saat aku menggodanya. Seperti bukan diriku saja. Hmm...

Ehem!

"Kau jatuh cinta, Jake…"

Mataku membulat, terkejut dengan penuturan Han.

"Apa katamu?! Maksudmu aku cinta padanya, begitu? Mana mungkin!"

Deg… deg… deg…

Sial, jantungku tak mau berkompromi!

"Hehe, kutebak pasti dadamu berdebar, bukan sekarang? Ckckk… sudahlah, mengaku saja! Ayolah, Jake, tunggu apa lagi?! Ini kesempatanmu, bukan? Untuk benar-benar berubah?! Fufuu… aku nggak sabar memberitahu Devi soal ini!"

Cklek!

Blam!

Haaahh… sialan si Han!

Sambil meraba pelan sebelah dadaku yang berdebar keras ini.

“Ini cinta, huh?”

Aku menggeleng pelan sambil menutup laptop di hadapanku. Aku berjalan keluar ruangan, siap untuk memenuhi pertemuan berikutnya.

-----

Skip seminggu kemudian…

Ini yang ketiga kalinya aku kembali mengunjungi perpustakaan ini, sambil berharap dapat bertemu dengan Putri lagi. Aku menelusuri tiap sudut rak, berpikir mungkin sosok dirinya terlewati olehku. Namun, nihil.

Tring!

Dengan kesal, aku mengangkat telepon dari asistenku, Han Sora.

"Jake, besok malam akan ada pertandingan lagi. Ernold masih tidak menerima kekalahannya kemarin, jadi ingin match ulang."

Aku mengerutkan dahi, bertambah kesal sebelum menjawabnya.

"Ckk, ya terserahlah!"

Klik!

Dengan tak peduli, aku menutup panggilan ini secara sepihak. Aku memutuskan untuk berjalan kembali ke depan dan bertanya saja pada kurator.

"Apa seseorang bernama Putri sudah mengembalikan buku yang dipinjamnya? Strategi Pemasaran." tanyaku to the point begitu tiba di hadapan sang penjaga.

Penjaga wanita tersebut sedikit memperbaiki kacamatanya sambil memandangku jengkel karena terganggu. Dia hanya berdehem sebelum mengetik sesuatu pada layar komputer miliknya.

"Buku Strategi Pemasaran baru saja dikembalikan tadi oleh seorang mahasiswi bernama Putri. Apa kau memerlukannya?"

Wanita itu menyodorkan buku yang dipinjam Putri waktu itu. Aku menggeleng pelan sambil terburu pergi dari perpustakaan ini.

Mataku tajam menatap sekeliling, mencari sosok Putri. Hiruk pikuk keramaian sore hari ini cukup membuatku kesusahan melihat sana-sini.

Aku mengacak rambutku, kesal, merasa kehilangan kesempatan untuk bertemu dengannya. Ckk! Coba tadi aku nggak angkat telepon, huh?!

Jake POV END

-----

Sabtu malam, pukul 19.45 waktu setempat!

"Kau rupanya masih punya nyali besar untuk menantangku, huh?"

Jake menatap tajam pada Ernold Casua yang berdiri tak jauh darinya di depan sana.

Ernold hanya mendengus angkuh dengan perkataan Jake. Dia merasa jengkel karena berhasil ditumbangkan tanpa ada perlawanan balik waktu itu.

"Jangan senang dulu! Malam ini, aku akan merebut sabuk juaramu itu!" kata Ernold dengan berapi-api.

Wasit segera berjalan menghampiri mereka berdua untuk menjelaskan mengenai pertarungan.

Ding!

Begitu gong dibunyikan tanda babak pertama sudah dimulai, Jake mulai mengambil posisi.

"Hyeahh, rasakan ini!"

Dari jarak jauh, Ernold langsung melayangkan sebuah tendangan pada Jake. Untungnya, dengan refleks yang bagus, Jake mampu menghindarinya.

Smack!

Begitu Ernold berbalik, Jake telah siap meninju keras bagian mulut Ernold sehingga dia mundur ke belakang!

"Kau terlalu banyak bermulut besar, dan aku ingin segera menyelesaikan ini!"

Bugh!

Berulang kali, pukulan beruntun yang dilakukan Jake tepat mengenai tubuh lawannya, pada dada juga wajah Ernold!

"Kkhh… sialan! Tidak akan kubiarkan!"

Ernold sekali lagi melayangkan tendangan. Namun naas, Jake membaca gerak-gerik sang lawan, langsung menangkap kaki Ernold sebelum menariknya dan membanting keras di atas lantai ring ini.

Ugh… uhukk!

Ernold menarik napas susah payah, merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya. Pandangannya mengabur, bahkan dia tak mendengar jelas kala sang wasit menghitung angka mundur.

"8... 9... 10!"

Wasit menyilangkan tangannya, menyatakan bahwa pihak lawan tak mampu lagi untuk bangun, dan mengangkat sebelah lengan Jake yang menandakan kemenangan KO atas lawannya!

Gema suara penonton pecah bersautan kala Jake membuat mereka terpukau akan aksinya. Tanpa Jake sadari, sepasang mata milik seorang wanita yang seminggu ini dicarinya, sedari tadi begitu fokus merekam aksi pertarungannya. Dan orang tersebut adalah...

Putri