Aku bukan adikmu..! Huh

Bocil Bar-bar Mulai Makin Nekat!

Hari ini, Rendi berharap bisa hidup dengan tenang.

Tapi… itu cuma harapan kosong.

Karena begitu dia sampai rumah sepulang sekolah, Amara udah nunggu diruang tamu dengan wajah cemberut.

"Kenapa lo?" tanya Rendi sambil naruh tas di sofa.

Amara memandangnya tajam.

"Kemarin di sekolah, lo ngomong ke temen-temen lo kalo gue ini bocil kan?"

Rendi berdiri kaku.

OH TIDAK. BOCOQ INI DAPET LAPORAN DARI MATA-MATANYA!

"Eh, itu kan… cuma becandaan." Rendi berusaha senyum santai.

Tapi Amara malah maju selangkah, menatapnya dengan serius.

"Denger ya, Rendi."

Rendi menelan ludah.

"Gue ini BUKAN adik lo."

DUG!

Rendi langsung kaget.

Tapi sebelum dia sempat merespons, Amara makin nekat.

"Gue ini istri lo!" katanya dengan suara lantang.

SUNYI.

Selama beberapa detik, Rendi cuma bisa melongo.

Dan saat dia sadar, dia langsung panik!

"BOCIL! NGOMONG APA LO?!"

Tapi Amara cuma nyengir, tangannya bertolak pinggang.

"Gimana sih, Ndi? Kita kan udah dijodohin. Itu berarti gue lebih dari sekadar adik buat lo."

Rendi langsung garuk-garuk kepala.

YA ALLAH, BOCOQ INI BENERAN KELEWATAN!

Dan yang lebih parah lagi…

Dia gak bisa bantah omongan bocil itu.

Bocil Bar-bar Semakin Jadi!

Rendi masih berdiri kaku ditempatnya.

Baru aja dia pulang sekolah, pengen rebahan, eh malah diserang bocil ini dengan omongan absurd!

Dia menatap Amara dengan frustasi.

"Lo ngerti gak sih kalau kita ini masih sekolah?! Gue kelas 3, lo kelas 1! Belajar dulu, baru ngomongin perjodohan!"

Tapi Amara cuma nyengir, tanpa rasa bersalah.

"Makanya gue belajar, Ndi."

Rendi mengerutkan kening.

"Belajar apa?"

Amara mendekat pelan.

"Belajar jadi istri yang baik buat lo~" katanya dengan nada menggoda.

DUARR!

Rendi langsung megang kepalanya.

YA ALLAH, BOCOQ INI MAKIN LANCANG!

"Bocil, lo jangan asal ngomong deh!"

Tapi Amara gak peduli.

Dia malah lipat tangan didada dan cemberut.

"Pokoknya, mulai sekarang, lo jangan panggil gue 'bocil' lagi."

Rendi berdecak.

"Terus maunya apa?"

Amara mendekat, lalu menatapnya tajam.

"Panggil gue 'Sayang'."

DUG!

Rendi nyaris pingsan ditempat!

"BOCIL, LO MAU GUE KENA SERANGAN JANTUNG?!"

Tapi Amara cuma ketawa lebar.

"Coba aja dulu, Ndi~" katanya sambil berkedip jahil.

GILA. BOCOQ INI SEMAKIN BERANI!

Dan mulai detik itu…

Rendi tahu hidupnya gak akan pernah tenang lagi.

Bocil Bar-bar Makin Ngeyel!

Rendi benar-benar lelah.

Baru aja pulang sekolah, pengen santai, eh malah kena mental gara-gara bocil satu ini.

Dia ngelus dada, berusaha tetap waras.

"Bocil, kita ini cuma dijodohin, ngerti? Belum nikah!"

Tapi Amara cuma melipat tangan didada, cemberut kayak anak kecil kehilangan permen.

"Ya terus? Mau nunggu sampe kapan?"

Rendi melongo.

INI ANAK SERIUS NANYA?!

"Amara…" Rendi mengusap wajahnya. "Lo masih kecil, otak lo isinya masih dunia kartun, tahu gak?"

Amara mendekat selangkah, matanya berbinar penuh tantangan.

"Coba panggil gue 'Sayang' dulu."

DUG!

Rendi merasa jantungnya nyaris copot.

"Gue lebih milih panggil lo 'Bocil' seumur hidup!"

Amara mengerucutkan bibir.

"Yah, lo gak romantis banget sih!"

Rendi memijit pelipisnya.

"Lo tau kan kalau lo itu adik sepupu gue?"

Amara langsung berteriak.

"GAK! GUE BUKAN ADIK LO! GUE ISTRI LO!"

DUARR!

Suasana mendadak sunyi.

Bahkan angin yang bertiup di luar terasa berhenti sesaat.

Rendi melotot, berharap ini semua cuma mimpi.

Tapi Amara udah berkacak pinggang dengan wajah bangga.

Dan sialnya…

Dari arah dapur, Tante Mirna Mamanya Amara berdiri sambil membawa piring, menatap mereka dengan ekspresi bingung.

"…Kalian lagi ngomongin apa?"

MATI GUE.

Rendi langsung pucat.

Sementara Amara?

Masih nyengir gak ada dosa.

"Gak kok, Ma! Aku cuma ngingetin Bang Rendi kalau dia ini calon suami aku~"

Tante Mirna mengangkat alis, lalu menatap Rendi yang udah kaku di tempat.

"Rendi? Itu bener?"

ASTAGA.

BOCIL INI BENAR-BENAR BIKIN HIDUPNYA GAK TENANG!

Bocil Bar-bar Sukses Bikin Geger!

Rendi membeku.

Di satu sisi, Amara nyengir lebar kayak habis menang lotre.

Di sisi lain, Tante Mirna menatapnya penuh selidik.

"Rendi?" suara Tante Mirna terdengar lembut, tapi bisa bikin bulu kuduknya berdiri.

DUARR!

BOCIL INI BENAR-BENAR MENJERUMUSKANNYA!

"E-eh, Tante, itu—"

Sebelum Rendi bisa menjelaskan, Amara malah tambah parah.

"Iya, Ma! Bang Rendi ini susah banget diajak serius. Padahal aku udah bilang kalau aku bukan adik dia lagi, aku istrinya~"

DUG!

JLEB!

Rendi ingin menghilang dari dunia ini.

Tante Mirna berdecak pelan.

"Hmm… jadi kalian udah mulai akrab, ya?"

AKRAB? TANTE, INI NAMANYA UJIAN HIDUP!

Rendi langsung melambai-lambaikan tangan, panik.

"Nggak, nggak! Maksudnya, Tante, Amara ini cuma bercanda, kan?"

Tapi Amara malah maju selangkah, matanya berbinar penuh keyakinan.

"Siapa yang bercanda? Aku serius."

Rendi merasa seluruh dunia runtuh.

Dan yang lebih parahnya…

Tante Mirna tertawa kecil.

"Haha, Amara ini memang manja sama kamu, Bang Ndi. Tapi kalau kalian berdua makin dekat, ya Tante gak masalah."

DUARR!

Rendi mau nangis.

KENAPA MALAH DIDUKUNG?!

Sementara itu, Amara tertawa puas.

Dan sejak hari itu…

Rendi tahu hidupnya gak akan pernah tenang lagi.

Bocil Bar-bar Kembali Berulah!

Setelah berhasil bikin geger rumah dengan pengakuannya tadi, Amara gak berhenti sampai di situ.

Dia makin menjadi-jadi.

Rendi baru aja mau naik kekamarnya buat menghindari bocil bar-bar ini, tapi baru aja dia melangkah…

BRUK!

Amara tiba-tiba nyelonong masuk kekamarnya tanpa izin!

Rendi langsung panik.

"BOCIL! NGAPAIN LO MASUK KE KAMAR GUE?! KELUAR, KELUAR!"

Tapi Amara malah santai duduk ditempat tidurnya.

"Aku mau tidur di sini."

Rendi melongo.

APA?!

"Tidur?" Rendi menunjuk kearah pintu. "Bocil, itu kamar lo di sebelah! Sana balik ke kamar lo sendiri!"

Tapi Amara malah tiduran dengan santai.

"Kan udah kubilang, aku bukan adikmu. Aku istrimu~" katanya sambil tersenyum jahil.

DUG!

Rendi merasa jantungnya gak kuat lagi.

Dia langsung nyamperin Amara dan menarik tangannya.

"Bocil, jangan becanda! Sana ke kamar lo sendiri!"

Tapi Amara tetap gak mau bergerak.

"Gak mau! Aku mau disini!"

Rendi menghela napas panjang, mencoba bersabar.

"Bocil, lo itu cewek! Masa tidur dikamar cowok?!"

Tapi Amara malah cengar-cengir.

"Kenapa? Takut kita ngapa-ngapain?"

DUG!

JLEB!

Rendi langsung melepas genggamannya, mukanya merah padam.

GILA! BOCOQ INI SEMAKIN LANCANG!

"Bocil, lo serius mau tidur di sini?"

Amara mengangguk mantap.

"Yup! Mulai sekarang, kita harus sering bareng biar makin akrab~"

Rendi ingin pingsan ditempat.

Gak bisa.

Dia harus cari cara buat ngelawan bocil bar-bar ini… sebelum dia benar-benar kalah!

Bocil Bar-bar Gak Ada Akhlak!

Rendi berdiri kaku.

Bocil ini serius mau tidur dikamarnya?!

"Aku gak main-main, Ndi. Aku tidur di sini," kata Amara santai sambil selonjoran diranjang Rendi.

Rendi menghela napas panjang.

"Bocil, gue capek, pengen istirahat. Lo balik ke kamar lo sekarang juga."

Tapi Amara malah berguling ketengah ranjang, tangannya melipat dibawah kepala.

"Gak mau! Kasur lo lebih empuk dari punyaku."

DUG!

Rendi mau meledak!

"Amara, lo sadar kan kalau lo cewek? Kita gak boleh begini!"

Amara mengedipkan mata jahil.

"Lho? Kita 'kan udah dijodohin~" katanya sambil senyum nakal.

Rendi nyaris kena serangan jantung.

"BOCIL! Itu bukan alasan buat tidur bareng!"

Amara ketawa geli, lalu menepuk kasur di sebelahnya.

"Udah deh, Ndi. Lo tidur aja, gak usah takut gue apain~"

Rendi langsung garuk-garuk kepala, frustrasi.

"LO YANG HARUS TAKUT SAMA GUE, BUKAN GUE YANG TAKUT SAMA LO!"

Amara cuma cengengesan, jelas gak niat pergi.

Akhirnya, Rendi menyerah.

"Oke, lo gak mau pergi? Fine."

Dia mengambil bantal dan selimut, lalu berjalan kepintu.

"Gue yang keluar."

Tapi sebelum dia sempat buka pintu…

Amara buru-buru bangkit dan menarik ujung bajunya.

"Nggak boleh! Lo harus tidur di sini!"

Rendi berbalik, menatapnya dengan ekspresi gak percaya.

"LO MAU GUE TIDUR SEBAGAI APA?!"

Amara nyengir lebar.

"Sebagai suami masa depan gue~"

DUARR!

RENDI RESMI KENA MENTAL!

Dan yang lebih parah…

Dia gak bisa menang lawan bocil ini.