Rendi yang Gak Pernah Lepas dari Kejutan!
Hari itu, Rendi baru aja bangun setelah semalam berjuang keras menghindari Amara yang terus-menerus ngajak tidur bareng.
Dia sudah punya strategi untuk melawan bocil bar-bar itu, tapi sepertinya hidupnya selalu dipenuhi dengan hal-hal yang tak terduga.
Pagi itu, Rendi baru mau siap-siap pergi ke sekolah ketika tiba-tiba, dari arah ruang tamu, Amara datang dengan gaya nyeleneh yang tak pernah berubah.
"Yank! Ayok Mabar Mobile Legends, dong!" Amara berteriak dengan senyum cerah, sambil memegang ponselnya yang sudah siap.
Rendi langsung berhenti di tengah langkah.
MABAR?!
"Amara, lo ngerti gak sih, gue lagi buru-buru mau ke sekolah?"
Amara melihatnya dari balik ponsel, masih dengan senyum jahil.
"Yank, cuma sebentar kok! Lo kan juga main, gue tau!"
Rendi mendesah.
Dia tahu, Amara punya cara untuk membuatnya terjebak dalam permainan, dan yang paling parah, dia tahu kalau Rendi juga suka Mobile Legends.
Tapi Rendi, dengan segala upaya, berusaha untuk tetap fokus pada tujuan awalnya yaitu berangkat sekolah.
"Lo tuh gak ada hentinya, ya?" Rendi mengangkat alis dengan setengah kesal.
"Tapi, lo kan bisa mabar sambil belajar!" Amara menggoda, memiringkan kepalanya.
Rendi menggelengkan kepala, mencoba menahan amarah.
"Gue gak bisa belajar sambil main game, Amara."
Amara langsung menyeringai lebih lebar.
"Makanya, kalau kita sering mabar, nanti jadi lebih kompak, Yank. Kita kan tim."
Rendi mendelik, merasa terpojok.
Tapi Amara gak berhenti menekan.
"Yank, ayok lah, cuma sebentar. Kan lo suka banget main Mobile Legends!"
Rendi menatapnya dengan tatapan serius.
"Lo benar-benar gak mau pergi sekolah?"
Amara menunduk, sedikit malu, tapi tetep ngeyel.
"Gak mau! Mabar dulu! Nanti sekolah juga bisa, kok."
Rendi berpikir keras, menimbang-nimbang, lalu akhirnya menyerah.
Ah, kenapa juga nggak, coba?
"Baiklah," katanya, akhirnya setuju. "Tapi cuma sekali ini aja. Abis itu kita pergi sekolah, dan lo gak boleh ganggu gue lagi!"
Amara langsung melonjak kegirangan.
"YEAY! Makasih, Yank!"
Dengan ceria, Amara langsung mengatur ponselnya dan masuk kedalam game.
Rendi yang sebenarnya gak mau kalah akhirnya ikut duduk disebelah Amara, mengambil ponsel miliknya, dan langsung memulai pertandingan.
Lima menit kemudian, Rendi merasa lagi-lagi kecanduan.
Permainan berlangsung seru, dan Amara ternyata cukup handal juga dalam bermain Mobile Legends.
Bahkan lebih jago daripada Rendi!
"Wah, lo beneran pro, ya?!" Rendi menatap Amara dengan kagum.
Amara tersenyum lebar.
"Kan gue sering main, Yank. Biar nanti kalau kita jadi tim, kita bisa jadi juara."
Rendi mengelus wajahnya, merasa tertantang.
"Gue gak tau kenapa lo bisa sesemangat ini, Amara, tapi gue pikir lo emang orang yang keras kepala."
Amara cuma cemberut dan kemudian langsung meraih ponsel Rendi.
"Yank, lo gak boleh kalah! Ayo maju!"
Game itu berlangsung dengan seru.
Rendi dan Amara makin kompak, saling melengkapi dan bekerja sama. Dan entah bagaimana, mereka berdua berhasil memenangkan permainan tersebut.
Amara langsung melompat kegirangan.
"YEAHH! KITA MENANG! KITA BISA JADI TIM KEREN!"
Rendi memandang Amara yang tampak sangat senang.
Dia terpana melihat betapa berartinya hal ini bagi Amara.
"Jadi lo gak cuma bisa ganggu gue, tapi lo juga bisa bikin gue ketagihan main game, ya?" Rendi bergumam dengan nada setengah bercanda.
Amara menyeringai.
"Gak cuma itu, Yank. Kita juga bisa jadi pasangan yang serasi dalam game, dan juga kehidupan nyata."
Rendi menatapnya.
"Lo tahu gak sih, lo tuh keras kepala banget?"
Tapi di balik amarahnya, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya.
Dia gak bisa menahan senyum.
Setelah beberapa pertandingan seru di Mobile Legends, Rendi dan Amara baru sadar bahwa waktu sudah hampir habis.
Amara terlihat puas dengan kemenangan mereka dan baru menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 07:20 pagi.
"Aduh! Kita hampir telat sekolah!" Amara berteriak panik.
Rendi langsung melompat dari tempat dan memeriksa jam tangannya.
"Gila! Ini semua gara-gara lo!"
Amara sudah panik, mencoba melompat.
"Kenapa lo malah tenang-tenang aja?! Kita masih bisa kesekolah tepat waktu, kan?"
Rendi buru-buru menyambar tasnya.
"Gue udah bilang! Lo jangan ganggu gue! Sekarang kita berdua bisa terlambat gara-gara lo!"
Amara langsung berlari keruang depan, meraih tas sekolahnya, dan tanpa pikir panjang, dia langsung naik kemotor Rendi.
Motor mereka melaju cepat, namun Amara terus memantau waktu.
"Cepat, Yank! Jangan pelan-pelan, kita udah hampir telat!"
Rendi gak bisa lagi menahan rasa frustasinya.
"Lo yang ngajak mabar, lo yang bikin gue telat! Gimana sih, Bocil!"
Amara menunduk, sedikit merasa bersalah.
"Maaf, Yank! Tapi, kan seru banget tadi. Nanti kalau kita udah sampai sekolah, gue janji gak ganggu lagi!"
Rendi menghela napas, mencoba tetap tenang.
"Lo bilang begitu, tapi gue gak yakin."
Tapi akhirnya, setelah perjalanan penuh kejar-kejaran waktu, mereka berhasil sampai di sekolah tepat di detik-detik terakhir.
Amara langsung melompat keluar dari mobil dengan penuh semangat, sementara Rendi keluar dengan wajah lelah dan stres.
"Yeay! Kita gak telat!" Amara bersorak.
Rendi menggelengkan kepala, merasa masih dikejar-kejar oleh kejadian tadi.
"Hampir aja gue pingsan," gumam Rendi sambil mengatur napas.
Namun, Amara hanya tertawa ceria, merasa puas bisa memulai hari dengan kemenangan,baik digame maupun soal terlambat kesekolah.
Tapi seiring dengan itu, Rendi mulai berpikir.
Dia menyadari bahwa hidupnya dengan Amara akan selalu penuh dengan kejutan dan kekacauan, tapi ada sesuatu yang menarik juga tentang kedekatan ini.
Setiap hari bersama Amara seperti petualangan yang gak ada habisnya.
Dan mungkin, just maybe, keberadaan bocil bar-bar ini membawa kebahagiaan yang tak terduga.
Begitu sampai di sekolah, Rendi buru-buru turun dari motor dengan napas masih ngos-ngosan.
"Hampir aja kita telat!" gumamnya sambil menatap jam tangan.
Tapi sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, Amara tiba-tiba menarik tangannya.
"Yank, tunggu bentar!" katanya dengan nada penuh rahasia.
Rendi menarik napas panjang.
"Apa lagi, Bocil?"
Amara mendekatkan wajahnya dengan ekspresi serius.
"Aku lupa satu hal penting."
"Apaan?" Rendi mulai waspada.
Tiba-tiba, Amara merogoh tasnya dan mengeluarkan sesuatu.
Cokelat batangan.
"Ini buat lo! Supaya semangat sekolah!" katanya sambil menyodorkannya dengan senyum lebar.
Rendi melongo, tidak menyangka.
"Lo becanda, kan?"
Amara menggeleng cepat.
"Serius, lo pasti butuh energi setelah Mabar tadi!"
Rendi merasa aneh.
Tadi dia masih pengen marah karena Amara bikin mereka hampir telat, tapi sekarang bocil ini malah perhatian seperti ini.
"Gue gak ngerti jalan pikiran lo."
Amara cuma ketawa dan mendorong cokelat itu ketangannya.
"Udah makan aja, Yank! Gue masuk dulu, nanti kita ketemu lagi pas pulang, ya!"
Sebelum Rendi sempat membalas, Amara sudah berlari kearah gedung sekolah, meninggalkannya yang masih kebingungan.
Rendi menghela napas, lalu tersenyum kecil.
"Bocil aneh."
Tapi tanpa sadar, tangannya tetap menggenggam cokelat itu erat.