Rendi kembali Jadi Ojol

Sepulang sekolah, Rendi duduk di ruang tamu, menunggu Tante Mirna yang sedang menyapu halaman. Sementara itu, Amara mondar-mandir di depannya dengan ekspresi curiga.

"Ngapain lo nungguin Mama? Ada rencana aneh lagi?" tanyanya dengan tangan di pinggang.

Rendi meliriknya sekilas sebelum kembali fokus memainkan ponselnya. "Gue mau minta izin."

"Izin buat apa?"

"Kerja ojol lagi."

Mata Amara langsung membelalak. "HAH?! Buat apa?!"

Sebelum Rendi sempat menjawab, Tante Mirna masuk ke dalam rumah sambil membawa sapu.

"Minta izin apa, Ndii?" tanyanya ramah.

Rendi langsung berdiri dan menjawab dengan tenang. "Tante, saya mau kerja sampingan jadi ojek online lagi sepulang sekolah."

Tante Mirna terdiam sejenak. Amara juga membatu di tempatnya.

"Rendi, kamu serius?"

Rendi mengangguk mantap. "Iya, Tante. Dulu saya sudah pernah kerja begitu, dan saya rasa sekarang juga masih bisa."

Tante Mirna menghela napas, lalu duduk di kursi dengan ekspresi bimbang. "Tapi, Ndii… kamu sekarang tinggal di sini. Tante nggak mau kamu capek."

"Saya nggak masalah capek, Tante." Rendi tersenyum kecil. "Saya sudah biasa. Lagipula, saya nggak suka cuma diem aja."

Amara masih melongo. "Tapi kan… buat apa? Lo kan orang kaya? Rumah lo aja gede, meskipun sekarang kosong nggak ada yang nempatin!"

Rendi terdiam sejenak, matanya sedikit meredup. Rumah itu… dulu penuh kenangan, tapi sekarang hanya bangunan kosong.

"Gue nggak peduli sama itu, Bocil. Gue udah biasa hidup mandiri. Gue nggak mau bergantung sama siapa-siapa, meskipun sekarang tinggal di rumah Tante."

Tante Mirna menghela napas panjang. Dia tahu Rendi bukan tipe anak manja.

"Baiklah, Tante izinkan. Tapi satu syarat: jangan sampai mengganggu sekolah kamu."

Rendi tersenyum lega. "Terima kasih, Tante. Saya janji."

Sementara itu, Amara masih belum bisa menerima kenyataan.

"Tapi, bang Rendi…"

"Apa lagi, Bocil?"

"Lo yakin nggak bakal malu jadi ojol? Padahal disekolah lo terkenal keren!"

Rendi tertawa kecil. "Bocil, keren itu bukan soal tampilan. Keren itu ketika lo bisa berdiri di atas kaki sendiri."

**

Amara terdiam.

Ada sesuatu dalam kata-kata Rendi yang membuatnya tiba-tiba kagum.

Tapi tentu saja, dia nggak akan ngaku di depan Rendi.

"Huh! Terserah lo aja deh!" katanya akhirnya, lalu pergi ke kamarnya sambil manyun.

Rendi hanya tersenyum melihat tingkah bocilnya itu.

Hari itu, dia kembali ke dunia lama yang sudah ia tinggalkan.

Bukan karena terpaksa… tapi karena inilah dirinya.

Setelah mendapat izin dari Tante Mirna, Rendi langsung menuju kamarnya untuk mengganti baju. Ia mengenakan jaket hitam polos dan celana jeans, tampilan sederhana yang nyaman untuk bekerja sebagai ojol.

Saat ia keluar dari kamar, Amara sudah duduk di sofa dengan ekspresi nggak terima.

"Lo serius banget, sih?" tanyanya sambil melipat tangan di dada.

Rendi hanya tertawa kecil. "Bocil, lo jangan drama. Gue cuma kerja, bukan mau perang."

Amara memanyunkan bibirnya. "Tetep aja! Lo tuh cowok paling ganteng disekolah! Kalo tiba-tiba ada yang lihat lo jadi ojol, terus ngegosip, gimana?"

"Ya biarin aja." Rendi menepuk kepala Amara pelan, lalu beranjak ke pintu. "Gue pergi dulu. Jangan bikin onar dirumah."

"HEH! Gue bukan bocah, tahu!" Amara berteriak, tapi Rendi sudah keluar sambil terkekeh.

---

Di jalanan, Rendi kembali merasakan suasana yang sudah lama ia tinggalkan.

Deru motor, suara notifikasi pesanan masuk, dan interaksi dengan pelanggan semua terasa familiar.

Ia menerima pesanan pertamanya, menjemput pelanggan didepan minimarket dekat sekolah.

Saat ia sampai, seorang perempuan berseragam SMA sudah menunggu. Begitu melihat wajah Rendi, mata gadis itu langsung membelalak.

"REN—REN—RENDI?!"

Rendi menghela napas. "Udah, naik aja."

Gadis itu masih melongo. "Lo beneran ojol sekarang? Astaga! Gue harus ngefoto ini buat teman-teman disekolah!"

"JANGAN." Rendi langsung menatapnya tajam, membuat gadis itu mengurungkan niatnya sambil terkekeh.

Selama perjalanan, pelanggan itu nggak berhenti bertanya.

"Seriusan, lo kerja ojol? Bukan karena lo miskin, kan? Eh, tapi gue denger rumah lo kosong sekarang. Terus, lo tinggal dimana?"

"Banyak nanya, lo." Rendi menjawab santai.

Gadis itu nyengir. "Ya abis, lo itu cowok paling keren disekolah! Semua cewek suka lo! Tapi sekarang lo ojol?! Gila, ini berita besar!"

Rendi hanya tertawa kecil. "Hidup bukan cuma soal keren-kerenan, tahu."

Begitu sampai tujuan, gadis itu turun dengan wajah masih tak percaya.

"Oke, lo keren banget. Gue bakal simpan rahasia ini. Tapi kalau lo tiba-tiba viral, jangan salahin gue!" katanya sebelum masuk ke rumahnya.

Rendi hanya tersenyum kecil.

Di dunia ini, nggak semua orang bisa memahami jalan hidup seseorang.

Tapi itu nggak masalah.

Karena bagi Rendi, selama dia bisa bertahan dan tetap menjadi dirinya sendiri, itu sudah cukup.

Rendi baru saja menyelesaikan beberapa orderan ketika hari mulai menjelang sore. Dengan motor yang melaju santai di jalanan kota, ia menikmati angin yang menerpa wajahnya. Sudah lama ia tidak merasakan kebebasan seperti ini.

Tapi begitu sampai di depan rumah, sosok yang sudah ia duga sejak tadi langsung menghadangnya.

"BANG RENDIIII!"

Amara berdiri di depan pintu dengan ekspresi seperti polisi yang siap menginterogasi tersangka. Tangan dipinggang, bibir manyun, dan mata penuh kecurigaan.

"Lo dari mana aja?! Kok pulang lama banget?!"

Rendi melepas helmnya dengan santai. "Kerja lah. Masa dugem?"

"YA KAN GUE TAU! TAPI UDAH CAPEK BELUM?!"

Rendi mengerutkan kening. "Lo nanya gitu kenapa?"

Amara masih cemberut. "Ya… siapa tahu lo capek, terus tiba-tiba pingsan dijalan. Terus nggak ada yang nolongin. Terus…"

Rendi mengangkat alis. "Terus lo nangis gitu?"

"SIAPA JUGA YANG MAU NANGIS BUAT LO?!" Amara langsung melotot, wajahnya memerah. "GUE CUMA PEDULI AJA! ITU JUGA SALAH, HAH?!"

Rendi tertawa kecil sambil mengacak rambut Amara, membuat gadis itu semakin manyun.

"Udah, bocil, gue baik-baik aja. Lagian gue udah biasa kerja keras."

Amara masih belum puas. "Tapi gue tetep nggak suka lo jadi ojol! Apalagi kalo ketahuan disekolah!"

"Kenapa? Malu punya suami ojol?" goda Rendi santai.

"EH?!" Amara langsung terbatuk-batuk. "SIAPA SUAMI LO?! GUE NGGAK MALU, TAPI—TAPI—"

Rendi terkekeh. "Udah, nggak usah dipikirin. Gue masuk dulu, mau mandi."

Saat Rendi berjalan masuk, Amara masih berdiri di tempat dengan wajah merah padam.

Kenapa dia malah kepikiran beneran?

Kenapa tadi jantungnya berdebar?!

Sialan.

Bocil bar-bar ini mulai mengalami krisis perasaan.

Amara masih berdiri di depan pintu dengan wajah cemberut. Ia memandang punggung Rendi yang berjalan masuk kerumah. Kenapa sih cowok itu selalu bikin emosi?

Tapi di sisi lain…

Kenapa juga dia malah kepikiran tentang Rendi jadi suaminya beneran?!

"Huh! Bodoh!" Amara menggeleng cepat, berusaha menepis pikiran aneh itu. "Ngapain gue mikirin kayak gitu?!"

Ia masuk ke dalam rumah dan mendengar suara air dari kamar mandi. Rendi pasti sedang mandi.

Amara pun duduk di sofa, masih kesal.

"Kenapa sih harus kerja segala? Padahal dia tuh orang kaya… terus kenapa malah jadi ojol?" gumamnya pelan.

Tante Mirna tiba-tiba muncul dari dapur sambil membawa teh hangat. "Kamu kenapa, Nak? Dari tadi ngomel sendiri."

Amara langsung menoleh. "Mama! Bang Rendi tuh aneh banget! Udah jelas dia bisa hidup enak, tapi malah capek-capek jadi ojol!"

Tante Mirna tersenyum. "Nak, nggak semua orang memikirkan hidup dari sisi nyaman aja. Ada yang lebih suka bekerja keras karena merasa lebih tenang begitu."

Amara masih cemberut. "Tapi tetep aja, Ma! Kalo temen-temennya tahu, gimana?!"

Tante Mirna terkekeh. "Kenapa kamu yang lebih khawatir daripada Rendi sendiri?"

Amara terdiam.

Iya juga sih…

Kenapa dia yang malah sibuk mikirin Rendi?

"Udahlah, Mama yakin Rendi bisa jaga diri. Lagian, Mama lihat kamu juga perhatian banget sama dia."

Amara langsung tersedak udara. "M—MAMA! SIAPA JUGA YANG PERHATIAN?!"

Tante Mirna hanya tersenyum penuh arti. "Ya sudah, kalau bukan perhatian, berarti cemburu ya?"

"HAAH?! SIAPA YANG CEMBURU?!" Amara buru-buru bangkit dari sofa, pipinya sudah merah seperti tomat.

Tapi sebelum ia sempat kabur, suara Rendi terdengar dari belakang.

"Bocil, lo ngapain teriak-teriak?"

Amara membeku di tempat.

Pelan-pelan ia menoleh.

Rendi baru keluar dari kamar mandi dengan handuk tergantung di lehernya, rambutnya masih basah, dan kaus putih yang dikenakannya sedikit melekat ditubuhnya.

Amara langsung menahan napas.

…Gila. Kenapa cowok ini keliatan ganteng banget abis mandi?!

SIAL.

Kenapa dia malah kepikiran hal yang aneh lagi?!