Matahari sore menghangatkan jalanan saat sebuah mobil hitam meluncur ke arah kawasan pinggiran kota. Di dalamnya, Ezra menggenggam setir dengan ekspresi tenang, sementara Selena di kursi penumpang tersenyum puas sambil menatap rumah besar bergaya klasik yang kini menjadi milik mereka.
"Akhirnya," kata Selena dengan suara lembut. "Kita punya rumah sendiri."
Ezra meliriknya sekilas, lalu tersenyum. "Ya. Sekarang kita tinggal mempersiapkan segalanya sebelum benar-benar pindah."
Setelah berbulan-bulan mencari, mereka akhirnya menemukan rumah ini—sebuah bangunan megah dengan halaman luas dan pohon-pohon rindang. Meski sedikit tua, bangunan itu masih kokoh, dan suasananya terasa nyaman.
Mereka turun dari mobil, berjalan ke beranda, lalu membuka pintu utama. Aroma kayu tua bercampur debu menyambut mereka. Ruangan utama masih kosong, hanya ada cahaya matahari yang menembus jendela besar di ruang tamu.
"Kita harus mendekorasi semuanya dari nol," ujar Selena sambil melangkah masuk.
Ezra mengangguk. "Ya, tapi sebelum itu, kita harus menyepakati beberapa hal."
Selena menoleh dengan alis terangkat. "Hal seperti apa?"
Ezra tersenyum kecil. "Aturan hidup bersama."
---
Menyusun Aturan Hidup Bersama
Di meja kayu panjang di tengah ruang tamu, Ezra dan Selena duduk berhadapan dengan selembar kertas kosong di antara mereka.
"Aku ingin semuanya jelas sejak awal," kata Ezra. "Agar tidak ada kesalahpahaman nanti."
Selena mengangguk. "Baik, aku setuju. Mulai dari mana?"
Ezra mengetik sesuatu di laptopnya dan mulai membaca daftar yang dibuatnya:
1. Privasi
Meskipun mereka akan tinggal bersama, masing-masing tetap memiliki ruang pribadi.
Tidak boleh membuka ponsel atau barang pribadi pasangan tanpa izin.
2. Keuangan
Semua pengeluaran rumah tangga dibagi rata.
Keputusan besar seperti renovasi atau pembelian barang mahal harus didiskusikan lebih dulu.
3. Tanggung Jawab Rumah
Ezra bertanggung jawab atas urusan teknis dan perbaikan rumah.
Selena menangani dekorasi dan kebutuhan rumah tangga.
4. Waktu Bersama vs. Waktu Sendiri
Mereka harus meluangkan waktu berkualitas bersama di tengah kesibukan masing-masing.
Namun, mereka juga harus saling memberi ruang untuk aktivitas pribadi.
5. Tidak Tidur dalam Keadaan Bertengkar
Jika ada masalah, harus diselesaikan sebelum tidur.
Selena membaca daftar itu dengan senyum kecil. "Aku suka aturannya. Tapi aku ingin menambahkan satu hal."
"Apa?" tanya Ezra.
Selena mengambil pena dan menuliskan sesuatu di bawah daftar:
6. Tidak Boleh Berbohong, Sekecil Apa Pun.
Ia menatap Ezra dengan serius. "Aku ingin kita selalu jujur satu sama lain. Tidak ada rahasia."
Ezra mengangguk, lalu menggenggam tangannya. "Aku setuju."
Mereka berdua menandatangani kertas itu seolah itu adalah kontrak resmi.
"Tunggu, satu lagi." Ezra tersenyum usil dan menambahkan:
7. Selena Harus Memasak Setidaknya Dua Kali Seminggu.
Selena tertawa dan mencubit lengannya. "Dasar! Tapi baiklah, aku terima."
---
Pertanda Halus yang Terabaikan
Hari mulai gelap saat mereka selesai berdiskusi. Ezra berdiri dan menatap sekeliling rumah.
"Kita harus mengecek semua ruangan," katanya. "Pastikan semuanya baik-baik saja sebelum kita benar-benar pindah."
Mereka berkeliling rumah, membuka setiap pintu. Semua tampak normal, hingga mereka mencapai sebuah kamar di lantai dua.
Saat Selena membuka pintu, udara di dalam ruangan terasa lebih dingin dibandingkan bagian rumah lainnya. Ruangan itu kosong, tetapi ada cermin besar di sudutnya yang tampak sedikit buram.
"Rasanya… agak aneh di sini," gumam Selena, mengusap lengannya yang tiba-tiba merinding.
Ezra mendekati cermin itu dan menyentuh permukaannya. Seketika, ada sensasi dingin yang menjalari jarinya, membuatnya sedikit mundur.
"Mungkin karena rumah ini sudah lama tidak dihuni," katanya, mencoba mengabaikan perasaan aneh itu.
Selena mengangguk, meski hatinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Namun, ia memilih untuk tidak membahasnya lebih lanjut.
Mereka meninggalkan ruangan itu, tidak menyadari bahwa bayangan samar di dalam cermin tetap diam di tempatnya, seolah mengawasi mereka.
---
Rencana dan Gangguan Keluarga
Keesokan harinya, Ezra dan Selena bertemu dengan orang tua mereka untuk membahas pernikahan.
Ayah Ezra, Magnus Varellian, duduk di sofa dengan ekspresi serius. "Kalian masih terlalu muda untuk menikah."
Ezra menghela napas. "Ayah, aku sudah 23 tahun. Aku tahu apa yang kulakukan."
Di sisi lain, ayah Selena, Damian Averleigh, tampak lebih santai tetapi tetap skeptis. "Selena, kau yakin ini keputusan yang tepat?"
Selena menatap ayahnya dengan yakin. "Aku yakin, Ayah. Aku ingin hidup dengan Ezra."
Setelah diskusi panjang, akhirnya orang tua mereka setuju, meski dengan banyak peringatan dan syarat.
Namun, ada satu hal yang tidak mereka duga—ibunya Ezra, Vivian Varellian, tiba-tiba menatap Selena dengan sorot mata tajam.
"Rumah yang kalian beli… rumah tua itu, dari mana kalian menemukannya?" tanyanya.
Selena mengerutkan kening. "Dari seorang agen properti. Kenapa, Bu?"
Vivian terlihat ragu sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Tidak, tidak apa-apa."
Namun, ekspresinya seolah menyembunyikan sesuatu.
---
Malam Pertama di Rumah Baru
Beberapa hari kemudian, Ezra dan Selena akhirnya memutuskan untuk bermalam di rumah baru mereka untuk pertama kalinya.
Mereka membawa kasur sementara, meletakkannya di kamar utama, dan berbaring bersama di bawah cahaya lampu redup.
"Aku masih belum percaya kita benar-benar memiliki tempat ini," kata Selena sambil menatap langit-langit.
Ezra tersenyum, menariknya ke dalam pelukan. "Ini awal dari segalanya."
Saat malam semakin larut, rumah itu terasa semakin sunyi. Lalu, tepat ketika mereka hampir terlelap…
Tuk… tuk… tuk…
Terdengar suara ketukan pelan dari arah jendela kamar.
Selena membuka matanya. "Kau dengar itu?" bisiknya.
Ezra mengangguk, lalu duduk dan menoleh ke jendela. Tapi saat ia berjalan ke sana dan membuka tirai, tidak ada siapa pun di luar.
Hanya halaman kosong dan angin malam yang berhembus pelan.
"Pasti hanya dahan pohon," katanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Namun, di luar sana, dalam kegelapan, sesosok bayangan berdiri diam, mengawasi rumah mereka.
To Be Continue...