Bab 9, Harga yang Harus Dibayar

Ezra tidak ingin mengambil risiko.

Setelah ritual pengusiran, meskipun rumah terasa lebih tenang, ia masih merasakan sesuatu yang salah.

Ia tahu betul bahwa makhluk seperti Natasya dan Dion tidak akan menyerah begitu saja.

Mereka hanya menunggu kesempatan.

Karena itu, ia membuat keputusan besar—meminta Ustaz Rahman untuk tinggal di rumah mereka selama beberapa hari ke depan.

"Tinggal di sini?" ulang Ustaz Rahman.

Ezra mengangguk tegas. "Berapa pun biayanya, saya akan bayar."

Ustaz Rahman menghela napas. "Masalahnya bukan uang, Nak. Ini lebih soal keselamatan."

"Tolong, Ustaz," Selena ikut memohon. "Kami tidak ingin kehilangan rumah ini, dan... kami juga tidak ingin kehilangan anak kami."

Ustaz Rahman menatap Selena dengan sorot mata yang lembut.

Kemudian, setelah berpikir sejenak, ia akhirnya mengangguk.

"Baiklah. Aku akan tinggal."

Ezra dan Selena merasa lega.

Namun mereka tidak tahu... bahwa keputusan ini akan membawa bencana.

2

Malam pertama Ustaz Rahman menginap, semuanya terasa normal.

Mereka makan malam bersama, berbincang ringan, dan untuk pertama kalinya sejak sekian lama, rumah terasa lebih hangat.

Namun tepat saat jam 12 malam, semuanya berubah.

Awalnya, hanya ada suara-suara kecil—bisikan pelan di sudut-sudut rumah.

Namun lama-kelamaan, suara itu semakin keras.

"PERGI!!"

Ezra dan Selena terbangun dengan napas memburu.

Ustaz Rahman yang tidur di ruang tamu juga segera bangkit, mengambil tasbihnya, dan mulai berdoa.

Suasana tiba-tiba menjadi sangat dingin.

Lalu—

BANG!!

BANG!!

BANG!!

Pintu dan jendela rumah bergetar hebat, seakan ada sesuatu yang mencoba masuk dari luar.

Lalu terdengar suara tawa.

Tawa Dion.

"Kalian pikir rumah ini milik kalian?"

"Jangan mimpi..."

"Selena akan menjadi milikku..."

Suara itu berubah menjadi teriakan penuh amarah.

Dan saat itulah, sesuatu yang mengerikan terjadi.

3

Selena tiba-tiba merasakan sesuatu menarik tubuhnya.

Seketika, tubuhnya terhempas ke belakang, menabrak dinding dengan keras.

"SELENA!!" Ezra berlari menghampiri, namun sebelum ia bisa menyentuh istrinya—

BRUKK!!

Ezra juga terpental, tubuhnya terlempar ke meja hingga pecahan kaca berserakan di lantai.

Dari kegelapan, Dion muncul.

Namun kali ini, ia berbeda.

Wajahnya tampak lebih hancur, seperti seseorang yang telah mati dalam penderitaan.

Matanya kosong, penuh dendam.

Dan di sebelahnya, Natasya juga muncul.

Wajahnya penuh dengan kemarahan dan kebencian.

Ia menatap Selena dengan mata penuh dendam.

"Kenapa kau bisa hidup bahagia... sementara aku tidak?"

"Kenapa kau bisa memiliki anak... sementara aku bahkan tak sempat menikmati hidupku?"

"Kau harus menderita."

Selena terisak ketakutan.

Ezra mencoba bangkit, namun sesuatu menghantamnya lagi.

Lalu, tiba-tiba—

Ustaz Rahman melangkah ke depan.

Tangannya terangkat, dan ia mulai membaca doa dengan suara lantang.

4

Dion dan Natasya menjerit kesakitan.

Mereka berdua berusaha melawan, namun semakin kuat Ustaz Rahman membaca doa, semakin mereka melemah.

Ruangan mulai bergetar.

Angin kencang berputar di dalam rumah.

Lalu, tubuh Dion dan Natasya perlahan-lahan mulai menghilang.

Namun sebelum mereka benar-benar lenyap, Natasya menatap Selena dengan sorot mata yang mengancam.

"Kita belum selesai."

Dan kemudian, mereka menghilang.

5

Suasana mendadak sunyi.

Hanya suara napas Ezra dan Selena yang tersisa.

Ustaz Rahman mengusap keringat di dahinya, lalu berbalik menatap pasangan itu.

"Mereka tidak akan mudah pergi," katanya serius. "Tapi untuk sementara, mereka telah lemah."

Ezra membantu Selena bangkit, lalu menatap Ustaz Rahman dengan penuh rasa hormat.

"Kami berhutang nyawa pada Ustaz," katanya.

Ustaz Rahman tersenyum tipis. "Ingat, Nak... perjuangan kalian belum selesai. Mereka bisa kembali kapan saja."

Ezra dan Selena saling bertukar pandang.

Mereka sadar...

Pertarungan ini masih jauh dari kata selesai.

To Be Continue...