Bab 12, Kalian Lama Sekali Pergi

Malam pertama setelah mereka kembali dari bulan madu terasa begitu sunyi.

Selena sudah tertidur di kamar, tetapi Ezra masih terjaga. Ia duduk di sofa ruang tamu, menyesap teh hangat sambil menikmati keheningan.

Namun, entah kenapa, ada sesuatu yang terasa berbeda.

Perlahan, matanya menyapu ruangan, memperhatikan setiap sudut rumah mereka.

Saat itulah ia menyadari sesuatu.

Jimat pemberian Ustaz Rahman… tidak ada.

Ezra mengerutkan dahi. Ia yakin jimat itu sebelumnya tergantung di dinding ruang tamu, tepat di atas televisi.

Tapi sekarang, tidak ada apa-apa di sana.

Sebagai gantinya, sebuah kertas lusuh menempel di dinding, seolah menggantikan posisi jimat itu.

Ezra bangkit dari sofa, langkahnya ragu. Ia mendekat perlahan, merasakan jantungnya mulai berdebar lebih cepat.

Dengan tangan sedikit gemetar, ia meraih kertas itu.

Tinta merah gelap membentuk huruf-huruf yang mengerikan di atas permukaan kertas itu:

"Kalian lama sekali pergi..."

2

Ezra menelan ludah.

Pikirannya berputar dengan cepat, mencoba mencari penjelasan.

Mungkinkah ini hanya imajinasi? Mungkin jimat itu jatuh ke lantai, dan Selena tanpa sengaja membuangnya?

Tapi... siapa yang menulis pesan ini?

Tinta merah itu terlihat seperti darah.

Ezra segera melangkah mundur, tubuhnya menegang.

Ia langsung berlari ke dapur. Dengan cepat, ia membuka laci tempat penyimpanan pisau, lalu mengambil salah satu pisau dapur terbesar.

Jika sesuatu benar-benar terjadi... ia harus siap.

Sementara itu, dari kamar, Selena terbangun karena mendengar suara langkah kaki Ezra.

"Iz?" panggilnya dengan suara masih mengantuk.

Ezra menoleh ke arahnya. "Sayang, kau harus melihat ini."

Selena mengerutkan kening dan berjalan ke ruang tamu. Begitu melihat ekspresi serius suaminya, ia sadar ada sesuatu yang tidak beres.

"Ada apa?" tanyanya.

Ezra menunjuk dinding.

Selena mengikuti arah telunjuknya—dan saat melihat kertas dengan tulisan merah itu, ia langsung merinding.

"Oh Tuhan..."

Selena segera berlari ke sofa, mengangkat bantal-bantal dan mencari di sela-sela celah sofa.

Ezra menatapnya heran. "Apa yang kau lakukan?"

"Jimat itu... aku merasa jimat itu tidak hilang," jawab Selena tanpa menoleh. "Mungkin jatuh ke bawah sofa."

Ezra masih menggenggam pisau erat-erat.

Selena terus menggerakkan tangannya, meraba-raba bagian bawah sofa, hingga akhirnya—

Jimat itu masih ada.

Jimat kayu itu tergantung di bagian bawah sofa, menggantung seperti ada yang sengaja menyembunyikannya.

Selena menarik napas dalam. "Ezra... jimat ini tidak jatuh. Ini disembunyikan."

Ezra semakin menggenggam pisaunya erat. Ia bisa merasakan sesuatu yang buruk sedang terjadi.

Mereka tidak benar-benar aman.

Teror itu... telah kembali.

To Be Continue...