Paradox Effect

Kazuki menatap layar penuh dengan grafik yang bergerak tidak menentu. Garis-garis waktu yang seharusnya stabil kini tampak seperti gelombang liar yang bergerak tanpa pola. Setiap kali loop terjadi, ada pergeseran kecil—perubahan yang tampaknya acak, tetapi jika diperhatikan lebih dalam, membentuk pola yang mengkhawatirkan.

"Paradox Effect," gumamnya.

Rin, yang berdiri di sampingnya, menyilangkan tangan. "Apa maksudmu?"

Kazuki menunjuk grafik di layar. "Setiap kali kita mencoba mengubah sesuatu dalam loop ini, kita tidak hanya memengaruhi masa depan—kita menciptakan ketidakstabilan. Seolah-olah waktu sendiri sedang berontak."

Rin menyipitkan mata. "Jadi… semakin kita melawan loop ini, semakin cepat realitas runtuh?"

Kazuki mengangguk perlahan. "Itu kemungkinan terbesar."

Hening. Mereka berdua menyadari implikasi dari temuan ini.

Shou, yang duduk di sudut ruangan dengan ekspresi penuh skeptisisme, akhirnya berbicara. "Kalau begitu, kita harus menghentikan loop ini sebelum semuanya hancur. Masalahnya… bagaimana caranya?"

Rin menatap Kazuki dengan serius. "Satu-satunya cara adalah menghancurkan sumbernya. Inti waktu yang tersembunyi di pusat proyek Chronos."

Kazuki menelan ludah. Ia tahu bahwa teori itu masuk akal—jika loop ini adalah hasil dari eksperimen yang gagal, maka inti energi yang menggerakkannya harus dihancurkan.

Tetapi sesuatu di dalam dirinya memberontak. Seolah ada suara yang berbisik, memperingatkannya akan bahaya yang lebih besar.

Malam itu, mereka bergerak.

Menyusup ke dalam fasilitas utama bukanlah tugas mudah, tetapi mereka telah melakukannya berkali-kali dalam berbagai loop sebelumnya. Kali ini, mereka lebih cepat dan lebih terorganisir.

Saat mereka mencapai ruang inti, Kazuki tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh.

Sebuah sensasi mengerikan merambat di seluruh tubuhnya—seperti deja vu, tetapi lebih dari itu.

Penglihatannya kabur, lalu…

—Kilasan cahaya merah.

—Suara alarm berbunyi.

—Tubuhnya tergeletak di lantai, darah mengalir dari dadanya.

—Hitungan di layar menunjukkan 777.

Kazuki tersentak mundur, terengah-engah. Dunia kembali normal, tetapi dadanya terasa sesak, seolah ia benar-benar mengalami kematian itu.

"Apa yang terjadi?" Rin bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.

Kazuki menatap tangannya yang gemetar. "Aku melihat sesuatu…"

Shou menyipitkan mata. "Apa yang kau lihat?"

Kazuki menelan ludah. "Aku mati… di loop ke-777."

Hening.

Rin dan Shou bertukar pandang, lalu menatapnya dengan ekspresi serius.

Jika penglihatannya benar, maka mereka tidak hanya berpacu dengan waktu—mereka berpacu dengan kematian.

> "Jika aku gagal… aku akan mati di dalam loop ini."

---

To be continued