Kunci yang Hilang

Laboratorium terasa lebih sunyi dari biasanya.

Hanya ada suara dengungan server dan ketukan jari Rin di atas keyboard. Cahaya monitor menyinari wajahnya yang serius, sementara Kazuki dan Shou berdiri di belakangnya, menunggu hasil pencarian mereka.

Layar menampilkan serangkaian kode aneh yang bergerak cepat, seolah sistem sedang menolak akses mereka. Rin mengerutkan dahi, jari-jarinya menari di atas keyboard, mencoba menembus enkripsi terakhir.

Lalu, tiba-tiba…

BIP!

Jendela notifikasi muncul di layar.

> [Akses Ditolak: Autentikasi DNA Diperlukan]

Rin mengernyit. "Ini… aneh. File ini dikunci menggunakan autentikasi DNA. Dan berdasarkan log sistem, hanya satu orang yang memiliki akses."

Ia menoleh ke Kazuki.

"Kau."

Kazuki menegang. "Aku?"

Rin mengangguk. "Sistem hanya bisa dibuka dengan DNA-mu. Sepertinya ini memang sengaja dibuat untukmu."

Kazuki menatap layar dengan perasaan aneh. Jika ada file yang hanya bisa dibuka olehnya, berarti… seseorang di masa lalu ingin dia menemukannya.

Dan itu bisa berarti dua hal:

Ini adalah jawaban yang ia cari… atau jebakan yang telah menunggunya sejak awal.

---

Kazuki mengulurkan tangannya ke pemindai DNA di samping layar. Sebuah jarum kecil muncul, menusuk ujung jarinya. Darah menetes ke dalam sensor, dan sistem mulai bekerja.

> [Autentikasi Berhasil]

Layar berkedip. Seketika, serangkaian data yang terkunci mulai terbuka.

Dan di antara file-file itu, ada satu yang menarik perhatian mereka.

> [Rekaman Audio—Kazuki Amamiya]

[Tanggal Tidak Diketahui]

Shou melirik Kazuki. "Itu namamu."

Kazuki mengangguk. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menggerakkan mouse, lalu mengklik file itu.

Suara statis terdengar, diikuti oleh napas berat seseorang.

Lalu, suara itu berbicara.

Suara Kazuki.

Tapi terdengar lebih tua, lebih lelah… lebih putus asa.

> "Jika kau mendengar ini… berarti aku gagal."

Kazuki menahan napas.

> "Aku tidak tahu berapa kali aku sudah mencoba keluar. Aku bahkan tidak yakin siapa diriku yang sebenarnya sekarang."

Ada jeda singkat, lalu suara itu berbicara lagi—lebih tajam, lebih mendesak.

> "Jangan percaya pada siapa pun, terutama dirimu sendiri."

"Ada yang kau lupakan."

Rekaman terhenti.

Rin menatap Kazuki dengan wajah pucat. "Apa… maksudnya?"

Shou menyilangkan tangan. "Sepertinya ini bukan pertama kalinya kau mencoba keluar."

Kazuki menatap layar, pikirannya kacau.

"Ada yang kau lupakan."

Kata-kata itu berputar-putar di kepalanya.

Jika rekaman ini asli… berarti memorinya telah diubah. Setiap kali loop di-reset, sebagian dari dirinya dihapus.

---

Kazuki menekan pelipisnya, mencoba mengingat sesuatu—apapun—tentang percobaan sebelumnya.

Tapi tidak ada.

Hanya kehampaan.

Sebuah perasaan kosong yang tidak seharusnya ada.

Shou berbicara, suaranya terdengar lebih serius dari biasanya.

"Jika kau sudah pernah mencoba keluar sebelumnya… lalu kenapa kau masih di sini?"

Pertanyaan itu menghantam Kazuki seperti pukulan keras.

Memang. Kenapa?

Jika ia sudah menemukan cara untuk keluar sebelumnya, kenapa ia masih terjebak di Loop Nol?

Ada sesuatu yang terjadi di masa lalu. Sesuatu yang ia ketahui, tapi seseorang—atau sesuatu—membuatnya lupa.

Rin akhirnya membuka suara. "Kalau ingatanmu dimanipulasi, berarti kita harus mencari caranya untuk mengembalikannya."

Kazuki menatap tangannya yang gemetar. "Tapi bagaimana kalau… ingatan yang hilang itu justru sesuatu yang tidak boleh aku ketahui?"

Keheningan menyelimuti mereka.

Untuk pertama kalinya sejak mereka bekerja sama, ketiganya menyadari satu hal yang menakutkan:

Bisa jadi, mereka bukan hanya melawan loop ini.

Tapi juga melawan sesuatu yang tidak ingin mereka keluar dari dalamnya.

> "Ada sesuatu yang aku tahu di masa lalu… dan mereka berusaha membuatku melupakannya."

To be continued