Pancaran cahaya dingin dari lampu laboratorium menciptakan refleksi samar di permukaan kaca di seberang ruangan. Kazuki menatap pantulan dirinya, matanya yang kelelahan bertemu dengan sepasang mata yang seharusnya miliknya.
Namun, ada sesuatu yang salah.
Refleksi itu bergerak lebih lambat—seperti bayangan yang tertinggal beberapa detik di belakangnya. Tapi ketika Kazuki mencoba mengangkat tangannya untuk mengonfirmasi, sosok di cermin tidak mengikuti gerakannya.
Itu tidak mungkin hanya pantulan biasa.
Kazuki merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.
Dia mengambil satu langkah mendekat.
Sosok di cermin tersenyum.
Kazuki terhuyung mundur, napasnya tercekat. Itu bukan senyum miliknya.
---
"Kazuki?"
Suara Rin menariknya kembali ke kenyataan.
Kazuki berkedip, dan saat itu juga refleksinya kembali normal—meniru gerakannya seperti biasa.
"Ada apa?" Rin mendekat, nada suaranya penuh kewaspadaan.
Kazuki menatap cermin beberapa detik lagi sebelum menggeleng. "Tidak ada… hanya merasa aneh."
Shou, yang sejak tadi sibuk dengan terminal komputer, ikut mendongak. "Kau mulai melihat hal-hal aneh lagi?"
Kazuki terdiam sejenak. Ini bukan pertama kalinya dia merasa ada sesuatu yang mengawasinya dari balik refleksi. Namun, kali ini terasa lebih nyata. Seakan ada kesadaran lain di dalam cermin.
"Realitas mulai retak," kata Rin akhirnya. "Semakin lama kita berada di loop ini, semakin tipis batas antara 'diri' kita yang sekarang dengan kemungkinan lainnya."
Kazuki menatapnya. "Maksudmu?"
"Bayangkan ada ratusan, mungkin ribuan versi dirimu yang terperangkap dalam loop. Jika batas antara mereka mulai melemah…" Rin menelan ludah, ekspresinya serius. "Maka mereka mungkin akan bertabrakan."
Shou menatap Kazuki dengan tatapan yang sulit dibaca. "Jika ada dirimu yang lain di luar sana… mungkin dia mencari jalan kembali, sama seperti kau."
---
Malam itu, Kazuki kembali ke kamar kecilnya di laboratorium. Cahaya neon yang berkedip-kedip menciptakan suasana yang lebih menegangkan dari biasanya.
Dia berjalan ke wastafel, menyalakan keran, lalu menatap cermin di depannya.
Air mengalir, membasahi tangannya.
Kazuki menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Tapi saat ia mengangkat wajahnya lagi—
Refleksi di cermin masih menunduk, tidak mengikuti gerakannya.
Kazuki membeku.
Setetes air jatuh dari dagunya, dan sosok di cermin mendongak perlahan, menatap langsung ke matanya.
Dan kali ini, bukan hanya senyum yang muncul di wajah refleksi itu.
Kazuki melihat luka berbentuk lingkaran di tangan refleksinya—luka yang jauh lebih besar daripada miliknya.
Suaranya hampir tidak bisa keluar saat ia berbisik, "Apa kau… aku?"
Sosok di cermin membuka mulutnya.
Tidak ada suara.
Hanya pergerakan bibirnya yang membentuk satu kalimat:
"Aku sudah mencoba berkali-kali."
Kazuki merasakan gelombang kepanikan menghantam dadanya. Ia mundur selangkah, lalu dua langkah—dan saat itu, suara keras terdengar dari belakangnya.
PINTU TERBUKA.
"Kazuki!"
Kazuki berbalik dengan cepat. Rin berdiri di sana dengan napas memburu, ekspresinya penuh ketakutan.
"Kita punya masalah," katanya cepat.
Kazuki melirik kembali ke cermin.
Sosok di sana sudah menghilang.
---
Kazuki merasakan gemetar di tangannya saat mengikuti Rin keluar dari ruangan. Di kepalanya, suara refleksi dirinya sendiri terus terngiang.
> "Aku sudah mencoba berkali-kali."
Jika dia melihat bayangannya…
Siapa yang sedang melihatnya sekarang?
To be continued