Diri yang Terpecah

Pertemuan dengan Dirinya yang Lain

Kazuki berdiri di tengah reruntuhan laboratorium yang terbengkalai. Udara di tempat ini terasa lebih berat, seperti dipenuhi dengan sisa-sisa memori yang terperangkap di dalam dindingnya. Cahaya redup dari langit di atasnya jatuh ke lantai yang retak, memperlihatkan lapisan debu yang tak tersentuh selama entah berapa lama.

Namun, yang membuatnya menggigil bukanlah tempat ini.

Melainkan sosok yang berdiri di hadapannya.

Kazuki menatap dirinya sendiri—atau lebih tepatnya, seseorang yang memiliki wajah yang sama dengannya. Tetapi ada perbedaan yang mencolok. Sosok itu tampak lebih tua, lebih letih, dan matanya…

Mata itu tidak memiliki sedikit pun keraguan.

Kazuki merasa jantungnya berdegup lebih kencang saat sosok itu akhirnya berbicara.

> "Akhirnya kau sampai di sini."

Suaranya dalam dan tenang, tetapi ada sesuatu dalam nada bicaranya yang membuat Kazuki merasa seolah dirinya sedang diawasi.

"Apa maksudmu?" Kazuki bertanya.

Sosok itu tidak langsung menjawab. Ia hanya memandangi Kazuki dengan ekspresi samar, seolah sedang menilai sesuatu. Lalu, akhirnya ia berbicara, "Kau masih belum sadar, bukan?"

Kazuki mengerutkan kening. "Sadar tentang apa?"

Pria itu menghela napas, lalu berbisik:

> "Bahwa kita bukan satu-satunya Kazuki Amamiya."

Darah Kazuki seakan membeku.

---

Sebelum Kazuki bisa mencerna kata-kata itu, sesuatu di sekelilingnya mulai berubah.

Udara bergetar.

Retakan halus mulai muncul di dinding laboratorium, menyebar perlahan seperti cermin yang hampir pecah. Tanpa peringatan, sebuah ledakan suara bergema—seperti suara ribuan bisikan yang berbicara sekaligus, menggetarkan tulang-tulangnya.

Kazuki melangkah mundur, matanya melebar. "Apa yang terjadi?"

Sosok di hadapannya tetap diam, tetapi matanya menyipit tajam. "Seseorang—atau sesuatu—sedang mengawasi."

Kazuki merasa bulu kuduknya berdiri.

Ia tidak tahu bagaimana, tetapi kata-kata itu terasa benar. Seolah-olah ada sesuatu di luar lapisan realitas ini… sesuatu yang menyadari keberadaannya.

Dan itu tidak seharusnya terjadi.

---

Ketika Kazuki kembali ke tempat persembunyian mereka, Aoi sedang duduk di ambang jendela, menatap langit pudar di atas kota. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari dirinya.

Siluetnya tampak… sedikit lebih buram di tepiannya.

Seolah-olah dunia ini mulai melupakannya.

Kazuki melangkah mendekat. "Aoi… kau baik-baik saja?"

Aoi tersenyum kecil, tetapi senyumnya terlihat kosong. "Sepertinya aku mulai menghilang."

Kazuki menelan ludah. "Apa maksudmu?"

Aoi menatapnya, lalu mengangkat tangannya. Jarinya sedikit transparan.

"Aku tidak tahu berapa lama lagi sebelum aku benar-benar lenyap. Tapi jika aku menghilang sepenuhnya…" Aoi menarik napas, suaranya menjadi lebih pelan. "Aku ingin kau menemukan jalan keluar sebelum itu terjadi."

Kazuki mengepalkan tangannya.

> Dunia ini bukan hanya perangkap waktu… tetapi juga perangkap eksistensi.

Siapa pun yang terlalu lama berada di sini akan dilupakan, bahkan oleh dunia itu sendiri.

Dan Aoi sedang menuju ke arah itu.

---

Malam itu, Kazuki kembali ke laboratorium yang runtuh, mencoba mencari petunjuk.

Saat ia menyisir reruntuhan, sesuatu berkilau di bawah tumpukan puing. Ia membungkuk dan menariknya keluar.

Sebuah kalung perak.

Kazuki mengernyit, lalu membalik liontinnya. Ada sesuatu yang terukir di belakangnya:

> "K.A."

Kazuki menatap inisial itu. Jantungnya berdebar lebih cepat.

Ini namaku… bukan?

Tetapi pertanyaannya bukan hanya itu.

> Kazuki Amamiya yang mana?

Ia menarik napas dalam, memasukkan kalung itu ke dalam sakunya, lalu bangkit. Tetapi saat ia berdiri, matanya menangkap sesuatu yang membuat tubuhnya kaku.

Di sisi lain ruangan, ada sebuah kaca besar yang sudah berdebu.

Namun, dalam pantulan kaca itu…

Ada sesosok gadis lain.

Gadis yang tidak seharusnya ada di sana.

Kazuki berbalik cepat—tetapi di dunia nyata, tidak ada siapa pun di sana.

Ia kembali menatap kaca.

Pantulan gadis itu masih ada di sana.

Dan untuk pertama kalinya, gadis itu tersenyum padanya.

---

Kazuki berdiri di tengah laboratorium yang runtuh, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

Di satu sisi, ada dirinya yang lain—lebih tua, lebih dingin, dan tampaknya mengetahui sesuatu yang ia sendiri lupakan.

Di sisi lain, ada Aoi yang perlahan menghilang, terhapus oleh realitas yang tidak mengenalnya lagi.

Dan kini, ada sosok asing di dalam pantulan kaca…

Seseorang yang mungkin sudah mengenalnya sebelum ia sendiri menyadarinya.

Kazuki mengepalkan tangannya.

> "Jika ada diriku yang lain… siapa di antara kami yang asli?"

---

To be continued